Permenaker Outsourcing ‘Diskriminatif’
Utama

Permenaker Outsourcing ‘Diskriminatif’

Ada pembedaan perlindungan antara pekerja outsourcing di perusahaan pemborongan pekerjaan dan perusahaan penyedia jasa pekerja

ADY TD ACHMAD
Bacaan 2 Menit
Permenaker Outsourcing dinilai diskriminatif. Foto: ilustrasi (Sgp)
Permenaker Outsourcing dinilai diskriminatif. Foto: ilustrasi (Sgp)

Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No 19 Tahun 2012 tentang Syarat-Syarat Penyerahan Sebagian Pelaksanaan Pekerjaan kepada Perusahaan Lain (Permen Outsourcing) dinilai diskriminatif. Soalnya peraturan itu terkesan hanya melindungi pekerja outsourcing yang terikat hubungan kerja dengan perusahaan penyedia jasa pekerja ketimbang perusahaan pemborong pekerjaan.

Permen Outsourcing ini pada akhirnya juga dinilai tidak sejalan dengan putusan Mahkamah Konstitusi beberapa waktu lalu. Dalam Putusan MK itu disebutkan bahwa harus ada pengalihan perlindungan hak pekerja apabila terjadi pergantian perusahaan pemborongan atau penyedia jasa pekerja.  

Demikian disampaikan anggota Lembaga Kerjasama Tripartit Nasional (Tripnas) dari unsur pekerja sekaligus anggota Dewan Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Sahat Butar-Butar dalam sebuah seminar yang diselenggarakan KSPI di Jakarta, Kamis (29/11).

Istilah outsourcing dalam praktik digunakan untuk menyebut praktik penyerahan sebagian pekerjaan kepada perusahaan lain seperti diatur dalam Pasal 64 UU Ketenagakerjaan. Penyerahan sebagian pekerjaan itu dilakukan dengan dua cara, yaitu dengan memborongkan pekerjaan atau dengan penyediaan jasa pekerja.

Dari 36 pasal yang diatur dalam Permen Outsourcing, Butar menilai porsi pengaturan penyedia jasa pekerja lebih banyak ketimbang pemborongan pekerjaan. Misalkan soal pembatasan jenis pekerjaan yang dapat di-outsourcing. Permen hanya membatasi jenis pekerjaan untuk penyedia jasa pekerja. Sementara untuk pemborongan pekerjaan tak dibatasi jenis pekerjaannya.

Padahal, lanjut Butar, UU Ketenagakerjaan tidak membedakan apakah itu penyedia jasa atau pemborongan, yang penting outsourcing tak boleh dilakukan di pekerjaan pokok perusahaan (core business).

“Di situ (Permenakertrans Outsourcing,-red) yang kita lihat perlindungan terhadap pekerja lebih rendah,” kata dia kepada hukumonline usai mengikuti seminar yang digelar KSPI di Jakarta, Kamis (29/11).

Tags: