DPR Aceh Rancang Qanun KKR
Berita

DPR Aceh Rancang Qanun KKR

Untuk mengungkapkan kebenaran atas kasus pelanggaran HAM berat masa lalu di Aceh.

ADY
Bacaan 2 Menit
DPR Aceh Rancang Qanun KKR
Hukumonline

Dalam rangka menjalankan amanat UU No.11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh, DPR Aceh merancang peraturan daerah atau qanun untuk membentuk komisi kebenaran dan rekonsiliasi (KKR).

Wakil ketua tim perumus qanun KKR Aceh, Komisi A DPR Aceh, Nurzahri, mengatakan tahun ini Komisi A DPR Aceh sedang membuat peraturan pemerintah Aceh tentang KKR. Menurutnya pembahasan rancangan qanun KKR sudah 7 tahun mandek karena beberapa persoalan. Misalnya, apa dasar hukum dibentuknya KKR Aceh karena UU No 27 Tahun 2004 tentang KKR sudah dibatalkan MK.

Namun, menurut Nurzahri masalah itu sudah diselesaikan karena mengacu UU Pemerintah Aceh, sudah diamanatkan untuk membentuk KKR di Aceh. Selain itu masyarakat Aceh, terutama korban pelanggaran HAM berat dan keluarganya mendesak agar DPR Aceh segera membentuk KKR. Sampai saat ini DPR Aceh sudah menyelesaikan sekitar 90 persen rancangan qanun KKR. “Draft qanun KKR sudah kami perbaiki, tapi memang ada beberapa poin yang belum bisa kami putuskan,” katanya dalam jumpa pers di kantor KontraS Jakarta, Jumat (27/9).

Menurut Nurzahri, beberapa ketentuan dalam draft qanun KKR yang belum dapat diputuskan diantaranya tentang jumlah komisioner dan sifat KKR apakah sementara atau permanen. Namun dari wacana yang berkembang dalam pembahasan, diusulkan agar KKR sifatnya permanen. Selain itu, DPR Aceh juga meminta pendapat dan masukan dari pihak lain seperti lembaga pemerintahan dan masyarakat sipil. Selaras dengan itu Nurzahri menyebut anggota Komnas Ham sudah mengingatkan ada sejumlah hal yang perlu diperhatikan. Misalnya, dibuat ketentuan dalam qanun KKR yang memungkinkan terjadinya kerjasama lembaga antara Komnas HAM dan KKR Aceh.

Kerjasama antar lembaga itu menurut Nurzahri diperlukan mengingat sifat qanun KKR yang terbatas karena hanya berlaku di Aceh. Padahal, para pelaku yang diduga melakukan pelanggaran HAM berat di Aceh posisinya bisa jadi di luar Aceh. Untuk itu, kerjasama antar lembaga dibutuhkan KKR Aceh. Lebih lanjut Nurzahri memperkirakan beberapa ketentuan dalam rancangan qanun KKR yang belum disepakati antara DPR Aceh dengan pemerintah Aceh dapat diselesaikan dalam satu atau dua pertemuan lagi.

Sebagaimana amanat UU Pemerintah Aceh, Nurzahri menjelaskan tugas KKR mengurusi dua hal. Pertama, mencari kebenaran atas dugaan pelanggaran HAM berat masa lalu di Aceh. Kedua, membentuk rekonsiliasi. Pada masa awal pembahasan qanun KKR, Nurzahri mengakui DPR Aceh mengalami kebingungan karena tidak ada peraturan serupa di Indonesia yang dapat dijadikan pembanding. Namun, dengan bantuan para korban dan organisasi masyarakat sipil, hal itu dapat diatasi.

Walau KKR itu bersinggungan dengan penegakan hukum di bidang HAM, Nurzahri mengatakan DPR Aceh belum fokus membahasnya karena yang terpenting untuk dilakukan terlebih dahulu adalah pengungkapan kebenaran dan rekonsiliasi. Sebagaimana rancangan qanun KKR, Nurzahri menggambarkan secara umum tugas KKR ke depan adalah memanggil pihak-pihak yang terkait dengan dugaan pelanggaran HAM berat masa lalu di Aceh untuk diminta keterangannya.

Halaman Selanjutnya:
Tags: