Pemerintah: Penetapan UMP Jamin Kepastian Hukum
Berita

Pemerintah: Penetapan UMP Jamin Kepastian Hukum

Gubernur memperhatikan rekomendasi Dewan Pengupahan dalam menetapkan UMP.

ASH
Bacaan 2 Menit
Pemerintah: Penetapan UMP Jamin Kepastian Hukum
Hukumonline
Pemerintah menilai ketentuan Pasal 88 ayat (4) dan Pasal 89 ayat (3) UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan telah memberikan kepastian hukum dalam menetapkan Upah Minimum Provinsi (UMP) oleh gubernur atas dasar rekomendasi Dewan Pengupahan. Sebab, regulasi yang mengatur mekanisme penetapan upah minimum ini sudah diatur sedemikian rupa melalui peraturan perundang-undangan.

Sejumlah peraturan yang dimaksud seperti Keppres No. 107 Tahun 2004 tentang Dewan Pengupahan, Inspres No. 9 Tahun 2013 tentang Kebijakan Penetapan Upah Minimum dalam Rangka Keberlangsungan Usaha dan Peningkatan Kesejahteraan Pekerja, Permenakertrans No. 7 Tahun 2013 tentang Upah Minimum, Permenakertrans No. 13 Tahun 2012 tentang Komponen dan Pelaksanaan Tahapan Pencapaian KHL.

Pandangan Pemerintah itu disampaikan Dirjen Jamsos dan PHI Kemenakertrans, Ruslan Irianto Simbolon saat memberi keterangan atau tanggapan pemerintah dalam sidang lanjutan pengujian UU Ketenagakerjaan yang dimohonkan Pengurus Apindo Jawa Timur di ruang sidang MK.

Sebelumnya, Ketua DPP Apindo Jawa Timur  Ali Markus menganggap Pasal 88 ayat (4) dan Pasal 89 ayat (3) UU Ketenagakerjaan bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945. Pasal 88 ayat (4) dinilai telah menimbulkan ketidakpastian hukum yang adil karena tak ada penafsiran baku mengenai frasa “dan dengan memperhatikan produktivitas dan pertumbuhan ekonomi”.

Frasa “dengan memperhatikan rekomendasi dari Dewan Pengupahan”  dalam Pasal 89 ayat (3) hanyalah fomalitas atau kelengkapan saja. Soalnya, tak jarang rekomendasi yang diberikan diabaikan oleh gubernur saat menentukan UMP/UMK, seperti yang terjadi di Jawa Timur.

Pemohon meminta MK menyatakan Pasal 88 ayat (4) UU Ketenagakerjaan bertentangan dengan UUD 1945, sepanjang tidak dimaknai “Pemerintah menetapkan upah minimum sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) huruf a sebagai jaring pengaman.” Selain itu, frasa “dengan memperhatikan” dalam Pasal 89 ayat (3) harus dimaknai “harus berdasarkan”.

Irianto melanjutkan pencapaian kebutuhan hidup layak (KHL) tak bisa serta merta, tetapi dilakukan secara bertahap. Sebab, peningkatan kebutuhan hidup minimum sangat tergantung tingkat kemampuan dunia usaha. Frasa “dengan memperhatikan produktivitas dan pertumbuhan ekonomi” dianggapnya sebagai bentuk keseimbangan dalam penetapan upah minimum dengan memperhatikan tingkat produktivitas dan pertumbuhan ekonomi masing-masing daerah.

“Jika frasa itu dihapus, justru menimbulkan ketidakpastian dan ketidakseimbangan antara kepentingan pekerja/buruh dan pengusaha,” katanya. “Soal penetapan upah minimum oleh gubernur yang tak sesuai peraturan lebih merupakan implementasi norma Pasal 88 ayat (4) UU Ketenagakerjaan”. Jadi, kata dia, rekomendasi Dewan Pengupahan seringkali diabaikan hanya asumsi pemohon. Setidaknya, hanya kasus yang terjadi di provinsi Jawa Timur.

Menurutnya, dalam penetapan UMP, gubernur pasti memperhatikan rekomendasi Dewan Pengupahan provinsi. Sebab, keanggotan Dewan Pengupahan mencakup seluruh pemangku kepentingan yakni pemerintah, pengusaha, buruh, perguruan tinggi, dan pakar.  “Sehingga keputusan yang diambil telah mempertimbangkan berbagai kepentingan”.
Tags:

Berita Terkait