Ini Arah Kebijakan Perpajakan Tahun 2015
Berita

Ini Arah Kebijakan Perpajakan Tahun 2015

Mulai dari penyempurnaan peraturan, ekstensifikasi, intensifikasi hingga penggalian potensi wajib pajak.

Oleh:
FAT
Bacaan 2 Menit
Ini Arah Kebijakan Perpajakan Tahun 2015
Hukumonline
Pemerintah dan DPR telah menetapkan arah kebijakan perpajakan untuk tahun 2015. Penetapan tersebut disampaikan oleh Wakil Ketua Badan Anggaran (Banggar), Yasonna H Laoly, saat menyampaikan hasil pembahasan pembicaraan pendahuluan penyusunan Rancangan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (RAPBN) tahun anggaran 2015 di Komplek Parlemen di Jakarta, Selasa (8/7).

Menurut Yasonna, ada empat arah kebijakan di bidang perpajakan untuk tahun 2015. Pertama, kebijakan perpajakan dalam rangka optimalisasi penerimaan perpajakan. Untuk menggenjot hal ini, dewan dan pemerintah bersepakat bahwa penyempurnaan peraturan, ekstensifikasi, intensifikasi serta penggalian potensi wajib pajak menjadi hal yang wajib dilakukan.

Kebijakan kedua, yakni kebijakan perpajakan dalam rangka menjaga stabilitas ekonomi nasional. Seperti, bea masuk, bea keluar dan pajak penghasilan. Untuk arah kebijakan yang ketiga, yakni dalam rangka peningkatan daya saing dan nilai tambah. “Seperti insentif fiskal dan hilirisasi,” kata Yasonna.

Sedangkan kebijakan yang keempat, mengarah pada kebijakan perpajakan dalam rangka pengendalian konsumsi barang kena cukai. Misalnya, terkait penyesuaian tarif cukai hasil tembakau.

Sementara terkait arah kebijakan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Kementerian/Lembaga (K/L) tahun 2015 akan dilakukan sejumlah cara. Pertama, dilakukannya penyempurnaan aturan, yakni PP tentang Tarif atas Jenis PNBP di masing-masing K/L. Hal ini dilakukan untuk mengintensifikasi dan ekstensifikasi PNBP.

Kedua, melaksanakan monitoring dan evaluasi sebagai sarana pengawasan, pengendalian dan evaluasi terhadap pelaksanaan PNBP. Ketiga, meningkatkan pelayanan berbasis teknologi informasi dan melengkapi database wajib bayar PNBP. Keempat, melakukan penegakan hukum terhadap pelanggaran ketentuan pemungutan dan pengelolaan PNBP.

“Kelima, meningkatkan sarana prasarana pengasil PNBP dan kualitas SDM pengelola PNBP. Dan keenam, memanfaatkan online system dalam penyetoran PNBP melalui SIMPONI (Sistem Informasi PNBP Online),” tutur Yasonna.

Dari hasil pembicaraan ini juga ditetapkan arah kebijakan pemerintah untuk mengoptimalkan penerimaan sumber daya alam (SDA) minyak dan gas (migas) tahun 2015. Pertama, peningkatan produksi migas yang bersumber dari peningkatan produksi lapangan. Kedua, pencapaian target lifting minyak mentah dan lifting gas bumi. Dan ketiga, mengupayakan terciptanya efisiensi cost recovery. Serta yang keempat, memperbaharui harga jual gas.

Sedangkan untuk kebijakan di bidang dividen Badan Usaha Milik Negara (BUMN) tahun 2015, pemerintah akan melakukan optimalisasi terhadap pay-out ratio dividen BUMN dengan tetap mempertimbangkan kondisi keuangan masing-masing BUMN. Kedua, pemerintah akan meningkatkan return on investment BUMN seiring dengan peningkatan capital expenditure (Capex).

Ketiga, pemerintah akan melakukan right sizing terhadap jumlah BUMN untuk efisiensi dan peningkatan kinerja BUMN. Dan yang keempat, pemerintah akan meningkatkan market capitalization untuk BUMN yang sudah go public.

Sebelumnya, pemerintah dan DPR sepakat bahwa pertumbuhan ekonomi tahun 2015 akan berada di level 5-6 persen. Untuk inflasi pada tahun 2015, diperkirakan akan relatif lebih rendah yakni sekitar 3-5 persen. Sedangkan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pada tahun 2015 diperkirakan berada di level Rp11.500-Rp12.100 per dolar.

Terkait tingkat suku bunga SPN tiga bulan pada tahun 2015, diperkirakan akan berada di level 6-6,5 persen. Perkiraan ini sesuai lantaran masih adanya dampak berlanjutnya kebijakan normalisasi di AS. Sedangkan kisaran harga minyak mentah atau Indonesian Crude Price (ICP) dalam RAPBN 2015, disepakati sebesar AS$95-AS$110 per barel.

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Jero Wacik mengatakan, angka tersebut lebih tinggi dari yang diusulkan pemerintah, yakni sebesar AS$95-AS$105 per barel. Padahal, usulan pemerintah tersebut sesuai dengan kesepakatan Kementerian ESDM dengan Komisi VII beberapa waktu lalu.

Menurut Jero, range sebesar AS$95-AS$105 tidak terlalu lebar. Jero mengatakan, jika range-nya terlalu lebar maka kelonggaran bagi pemerintahan baru pun ikut terjadi. Meski begitu, ia tak menolak dengan hasil yang disepakati yakni AS$95-AS$110 per barel. “Sepanjang AS$95-AS$110 per barel, kami juga tidak keberatan,” pungkasnya.
Tags:

Berita Terkait