Ketua Panja: Ada Rapat RUU Advokat Tanpa Sepengetahuan Saya
Utama

Ketua Panja: Ada Rapat RUU Advokat Tanpa Sepengetahuan Saya

Ada kesan dipaksakan.

Ali
Bacaan 2 Menit
Ketua Panja RUU Advokat Sarifuddin Sudding (Tengah) bersama pimpinan Panja dan Pansus RUU Advokat Sayyed Muhammad Muliady (Kiri) dan Ahmad Yani (Kanan) saat rapat dengan pemerintah, awal September lalu. Foto: RES.
Ketua Panja RUU Advokat Sarifuddin Sudding (Tengah) bersama pimpinan Panja dan Pansus RUU Advokat Sayyed Muhammad Muliady (Kiri) dan Ahmad Yani (Kanan) saat rapat dengan pemerintah, awal September lalu. Foto: RES.
Ketua Panitia Kerja (Panja) Rancangan Undang-Undang Advokat Sarifuddin Sudding mengungkapkan ada rapat pembahasan RUU Advokat yang dilakukan tanpa sepengetahuan dirinya pada Sabtu (27/9).

“Itu dilakukan oleh salah satu pimpinan Panja atau Pansus (Panitia Khusus,-red). Dan tidak ada pemberitahuan kepada saya,” ujar Sudding melalui sambungan telepon kepada hukumonline, Minggu (28/9). 

Sudding mengetahui bahwa ada rapat RUU Advokat itu dari sekretariat DPR pukul 22.00 WIB. Ia menilai aneh rapat tersebut, karena selain tanpa sepengetahuan dirinya sebagai ketua panja, biasanya hari Jumat, Sabtu dan Minggu dilakukan hanya untuk konsinyering. “Itu bila merujuk kepada kebiasaan dan tata tertib DPR,” ujarnya.

Ketika ditanya siapa pimpinan yang menggelar rapat tersebut, Sudding mengaku tidak mengetahui. Ia hanya memaparkan bahwa selain dirinya, ada beberapa anggota DPR yang menjadi pimpinan Panja dan Pansus RUU Advokat ini, di antaranya adalah Ahmad Yani dan Sayyed Muhammad. “Saya tidak tahu,” jelasnya.

Lebih lanjut, Sudding menuturkan bahwa RUU Advokat ini sulit untuk disetujui atau disahkan karena waktu yang sangat mepet. Masa sidang DPR periode 2009-2014 ini praktis tinggal dua hari tersisa, yakni Senin (29/9) dan Selasa (30/9). Pada awal Oktober, anggota DPR baru periode 2014-2019 sudah akan dilantik menggantikan anggota yang lama.

Sudding menjelaskan bahwa sesuai dengan tata tertib DPR, masih banyak proses yang harus dilalui dalam pembahasan RUU Advokat ini. Yakni, rapat kerja dengan Kementerian, pandangan fraksi hingga pembentukan tim sinkronisasi (timsin) dan tim perumus (timus). “Ini baru membahas DIM (Daftar Inventarisasi Masalah,-red). Kecil kemungkinan RUU ini bisa disahkan,” ujarnya.

Berdasarkan penelusuran hukumonline, DPR periode 2009-2014 memang tidak mengagendakan pengesahan RUU Advokat di sisa masa sidangnya. Sebagaimana dikutip dari website DPR, ada dua sidang paripurna yang tersisa. Yakni, paripurna ke-10 pada Senin (29/9) dan paripurna ke-11 pada Selasa (30/9).

Di Paripurna ke-10 pada Senin (29/9) ada 11 agenda. Yakni, (1) pengambilan keputusan tingkat II RUU APBN 2015; (2) pengambilan keputusan tingkat II RUU Pembentukan DOB; (3) pengambilan keputusan tingkat II RUU Pertanahan; (4) pengambilan keputusan tingkat II RUU Tapera; (5) pengambilan keputusan tingkat II Pengelolaan Keuangan Haji; (6) Laporan Timwas Century DPR RI;

(7) Pengambilan keputusan tingkat II RUU Perkebunan; (8) pengambilan keputusan tingkat II RUU Kelautan; (9) pengambilan keputusan tingkat II RUU Konservasi Tanah dan Air; (10) Laporan Komisi XI DPR RI mengenai hasil kajian terkait RUU usul Pemerintah tentang JPSK; (11) Pendapat fraksi-fraksi dan pengambilan keputusan terhadap RUU Usul Inisiati DPR: a. RUU Perbankan, b. RUU Etika Penyelenggara Negara, c. RUU Penyandang Disabilitas, d. RUU Hak Asasi Manusia (HAM).  

Sementara, di sidang Paripurna ke-11 Selasa (30/9) hanya ada satu agenda, yakni Pidato Penutupan Masa Persidangan I Tahun Sidang 2014 dan Penutupan Masa Bakti Anggota DPR RI Periode Tahun 2009-2014.

Ketua Pusat Bantuan Hukum Perhimpunan Advokat Indonesia (PBH PERADI) Rivai Kusumanegara menyesalkan adanya rapat RUU Advokat di luar jadwal yang ada. Bahkan, rapat digelar pada Sabtu (28/9) di saat para anggota dewan libur kerja. Ia berharap agar DPR dan Pemerintah tidak memaksakan mengesahkan RUU ini karena sejumlah kalangan, baik dari PERADI (dan organisasi pendirinya), universitas, dan aktivis LSM telah menolak RUU ini.

“Bilamana RUU Advokat dipaksakan untuk disahkan, maka akan menambah panjang deretan undang-undang kontroversial selain UU MD3 dan UU Pilkada. Perjalanan UU kontroversial tersebut tentunya akan terus bergulir di Mahkamah Konstitusi dan menjadi pekerjaan rumah bagi DPR periode 2014-2019 dan Menkumham era Presiden terpilih Jokowi,” jelasnya.

Sebelumnya, Presiden Kongres Advokat Indonesia (KAI), Tjoetjoe S Hernanto, mengatakan RUU Advokat sudah berjalan hampir tiga tahun sejak kali pertama bergulir. Menurutnya, biaya yang diberikan negara tidaklah sedikit. Ia mengaku heran dengan pembahasan RUU Advokat yang berjalan alot.

Dia mengatakan, RUU Advokat diperuntukan bagi advokat junior lantaran kerap sulit dalam beracara di persidangan. “Undang-undang ini bukan untuk kita, tetapi buat adik-adik kita yang masih junior. Jadi nampaknya dihambat-hambat,” ujarnya kepada hukumonline melalui sambungan telepon.

Di satu sisi, Tjoetjoe mengaku pesimis melihat pendeknya waktu. Namun di lain sisi, ia optimis masih terdapat anggota DPR yang terbilang lurus dan bersih. “RUU Ini tidak bisa tidak disahkan, tapi RUU ini harus selesai. Kenapa, karena RUU ini inisiatif dewan. Kan lucu dia yang bawa dia yang tidak nyelesain,” katanya.
Tags:

Berita Terkait