DPR Baru Perlu Prioritaskan RUU Penyandang Disabilitas
Berita

DPR Baru Perlu Prioritaskan RUU Penyandang Disabilitas

Sebagai upaya pemenuhan hak penyandang disabilitas.

Oleh:
ADY
Bacaan 2 Menit
Penyandang disabilitas. Foto: RES (Ilustrasi)
Penyandang disabilitas. Foto: RES (Ilustrasi)
Ratifikasi konvensi tentang hak-hak penyandang disabilitas yang dituangkan dalam UU No. 19 Tahun 2011 ternyata belum memberi dampak signifikan dalam pemenuhan dan perlindungan hak penyandang disabilitas. Meskipun pemerintah paham hak-hak penyandang disabilitas, tetapi implementasinya masih minim.

Ketua Umum Pusat Pemilihan Umum Akses Penyandang Cacat (PPUA Penca), Ariani Soekanwo, mengatakan  penyandang disabilitas di Indonesia belum merasakan manfaat maksimal dari ratifikasi Konvensi Penyandang Disabilitas. Misalnya, sejak ratifikasi dilakukan para penyandang disabilitas sampai sekarang belum bisa menggunakan fasilitas umum seperti moda transportasi dan kamar kecil. Begitu pula akses terhadap pelayanan publik seperti pendidikan.

Ariani berpendapat ratifikasi harus dipertegas lewat RUU Penyandang Disabilitas. Dengan begitu diharapkan hak-hak penyandang disabilitas dapat terpenuhi dan dilindungi. “RUU Disabilitas secara resmi menjadi RUU inisiatif DPR. Kami mendesak RUU Penyandang Disabilitas segera disahkan,” katanya dalam jumpa pers yang digelar Disability Right Fund (DRF) dan Himpunan Wanita Disabilitas Indonesia (HWDI) di Jakarta, Rabu (1/10).

UU No. 19 Tahun 2012 memuat 26 hak penyandang disabilitas, 22 hak diantaranya sudah dijamin konstitusi. RUU Penyandang Disabilitas memadatkan hak-hak penyandang disabilitas menjadi 20. Menurut Ariani, hak-hak itu harus dimiliki penyandang disabilitas agar setara dengan masyarakat pada umumnya. Namun, ia mengingatkan penyandang disabilitas butuh perlakuan khusus untuk mendapat hak-hak yang setara tersebut.

Selain itu, RUU itu juga memuat ancaman pidana bagi pihak yang tidak memenuhi atau menghalang-halangi pemenuhan dan perlindungan hak penyandang disabilitas. Misalnya, tidak boleh menghalang-halangi penyandang disabilitas untuk mendapat pendidikan dan pengasuhan.

Ketua HWDI Sumatera Barat, Sitti Nurjudiah, berpendapat RUU Penyandang Disabilitas membantu kegiatan advokasi terhadap penyandang disabilitas. Sebab, peraturan yang ada saat ini seperti KUHP, belum berpihak kepada penyandang disabilitas. Misalnya, saat terjadi kasus pelecehan seksual terhadap penyandang disabilitas di Sumatera Barat, aparat kepolisian tak bisa menerima keterangan korban.

Menurut Sitti peristiwa itu juga terjadi pada kasus perkosaan yang dialami penyandang disabilitas di Solo, Jawa Tengah. “Penyandang disabilitas yang menjadi korban itu kesulitan mengajukan bukti dan kesaksian karena tidak diakui KUHP,” tukasnya.

Untuk itu, Sitti mendesak agar DPR baru segera mengesahkan RUU Penyandang Disabilitas karena RUU itu menegaskan hak-hak yang harus diterima penyandang disabilitas. Termasuk ketika bersinggungan dengan hukum. RUU ini dibutuhkan untuk mendorong pemerintah daerah. Agar menerbitkan regulasi dan kebijakan yang menekankan pada pemenuhan serta perlindungan hak penyandang disabilitas.

Konsultan DRF Indonesia, Dwi Aryani, secara singkat mengatakan pengesahan RUU Penyandang Disabilitas menunjukan komitmen pemerintah dalam menjalankan konvensi hak-hak penyandang disabilitas.
Tags:

Berita Terkait