Aturan Pembatasan Kasasi Kembali Dipersoalkan
Berita

Aturan Pembatasan Kasasi Kembali Dipersoalkan

Sebelumnya sudah ada yang mempersoalkan larangan kasasi dalam perkara perkara praperadilan dan tata usaha negara.

Oleh:
ASH
Bacaan 2 Menit
Gedung MK. Foto: RES
Gedung MK. Foto: RES
Untuk mengurangi beban perkara di Mahkamah Agung, pembentuk Undang-Undang memuat pembatasan-pembatasan. Artinya, tidak semua perkara yang diputus pengadilan negeri atau banding bisa dikasasi. Pembatasan itu tertuang dalam Pasal 45A ayat (2) UU No. 5 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas UU No. 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung.

Sepuluh tahun berlaku, pembatasan ini masih terus menuai persoalan. Kali ini datang dari Dwi Hartanty. Upayanya mengajukan kasasi dalam perkara Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (PKDRT) ditolak pengadilan. Pengadilan menunjuk ketentuan Pasal 45A ayat (2) tadi.

Menurut pasal ini perkara pidana yang diancam dengan pidana penjara maksimal satu tahun tak bisa dikasasi. Pembatasan lain juga dibuat untuk perkara praperadilan dan putusan tata usaha negara tertentu. Dwi Hartanty divonis dua bulan penjara dan ingin mengajukan kasasi. Tetapi upayanya terhalang. Karena itu, Dwi mengajukan permohonan pengujian Pasal 45 ayat (2) huruf b UU Mahkamah Agung tersebut.

Robert Paruhum Siahaan, kuasa hukum Dwi, menjelaskan kliennya meminta frasa ‘perkara pidana yang diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun’ dalam UU Mahkamah Agung dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945 dan tak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Permintaan itu disampaikan Robert kepada majelis Mahkamah Konstitusi yang menyidangkan permohonan itu, Senin (06/10).

Robert menilai pembatasan pengajuan kasasi menimbulkan ketidakadilan dan bersifat diskriminatif bagi pemohon yang dijamin Pasal 28D ayat (1) UUD 1945. Sebab, dalam KUHAP semua jenis perkara pidana dapat diajukan permohonan kasasi. “Seolah ada dualisme antara KUHAP dan UU MA itu,” kata Robert dalam sidang yang dipimpin Muhammad Alim.

Menurut dia ketentuan itu menghambat hak pemohon mengajukan kasasi ke MA. Sebelumnya Dwi Hertanty divonis 2 bulan penjara oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan lantaran terbukti melanggar Pasal 44 ayat (4) UU No. 23 Tahun 2004 tentang PKDRT yang ancamannya hukumannya 4 bulan penjara. Putusan itu diperkuat dengan putusan bernomor 158/PID/2014/PT DKI tertanggal 28 Agustus 2014.

“Saat kita mengajukan permohonan kasasi, informasi panitera pengganti PN Jakarta Selatan meminta agar pemohon menarik kembali perkaranya. Alasannya, ancaman hukumannya di bawah 1 tahun penjara,” kata Robert.

Hakim konstitusi Muhammad Alim mengingatkan ketentuan yang hampir serupa juga telah dimohonkan pengujian di MK. Namun, bedanya pembatasan putusan kasasi terhadap putusan praperadilan seperti diatur Pasal 45A ayat (2) huruf a UU MA. “Perkaranya sudah selesai diperiksa, tinggal dimusyawarahkan untuk diambil keputusan. Ini agar menjadi perhatian pemohon,” katanya.

Sebelumnya, pengujian Pasal 45 ayat (2) huruf a UU MA diajukan Noes Soediono yang merasa dirugikan karena tidak bisa mengajukan upaya hukum kasasi atas putusan praperadilan ke Pengadilan Negeri Surakarta.Karenanya, pemohon meminta MK menyatakan Pasal 45A ayat (2) huruf a UU MA, khususnya frasa “putusan tentang praperadilan” bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat.

Untuk diketahui, MK pernah menolak pengujian Pasal 45A ayat (2) huruf c UU MA yang membatasi perkara Tata Usaha Negara (TUN) hanya sampai tingkat banding atau tidak bisa diajukan kasasi ke MA. MK menilai membatasi kasasi dalam perkara TUN tersebut tidak menimbulkan perlakuan diskriminatif. Pembatasan perkara TUN yang hanya sampai tingkat banding tidak melanggar hak warga negara untuk mendapat keadilan. Sebab, putusan tingkat banding perkara TUN masih dapat diajukan upaya hukum luar biasa berupa Peninjauan Kembali (PK).
Tags:

Berita Terkait