MK Tolak Ubah Aturan Pembatasan Perkara TUN
Berita

MK Tolak Ubah Aturan Pembatasan Perkara TUN

Dalil pemohon mengenai konstitusionalitas Pasal 45A ayat (2) huruf c UU MA tidak beralasan hukum.

ASH
Bacaan 2 Menit
Mahkamah Kontitusi tolak permohonan uji materi Pasal 45A ayat (2) huruf c UU Nomor 5 Tahun 2004 tentang MA. Foto: Sgp
Mahkamah Kontitusi tolak permohonan uji materi Pasal 45A ayat (2) huruf c UU Nomor 5 Tahun 2004 tentang MA. Foto: Sgp

Mahkamah Kontitusi (MK) menolak permohonan uji materi Pasal 45A ayat (2) huruf c UU Nomor 5 Tahun 2004 tentang Mahkamah Agung (MA). Pasal itu memuat aturan yang membatasi perkara Tata Usaha Negara (TUN) hanya sampai tingkat banding atau tidak bisa diajukan kasasi ke MA. 

“Menyatakan menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya,” ujar Ketua MK Moh Mahfud MD saat membacakan amar putusan di Gedung MK Jakarta, Rabu (19/9).

Pasal 45A

(1)  Mahkamah Agung dalam tingkat kasasi mengadili perkara yang memenuhi syarat untuk diajukan kasasi, kecuali perkara yang oleh Undang-Undang ini dibatasi pengajuannya.  

(2)  Perkara yang dikecualikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:

a.    putusan tentang praperadilan;

b.    perkara pidana yang diancam dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau diancam pidana denda; c. perkara tata usaha negara yang objek gugatannya berupa keputusan pejabat daerah yang jangkauan keputusannya berlaku di wilayah daerah yang bersangkutan.


Dalam pertimbangannya, MK menilai dalil pemohon yang menyatakan pemberlakuan pasal itu telah menimbulkan perlakuan diskriminatif adalah tidak tepat. “Pembatasan kasasi dalam perkara TUN tersebut tidak dapat dikategorikan sebagai peraturan yang menimbulkan perlakuan diskriminatif,” kata Hakim Konstitusi Achmad Sodiki.

Mahkamah, tutur Sodiki, pembatasan perkara TUN yang hanya sampai tingkat banding tidak melanggar hak asasi warga negara untuk mendapat keadilan. Sebab, putusan tingkat banding perkara TUN masih dapat diajukan upaya hukum luar biasa berupa Peninjauan Kembali (PK).

“Jika dalam putusan hakim yang terhadapnya tidak dapat dimohonkan kasasi itu terdapat kesalahan, kekhilafan, dan kekeliruan yang dapat menyebabkan kerugian hak konstitusional pemohon, pemohon masih dimungkinkan untuk mengajukan upaya hukum luar biasa yaitu PK ke Mahkamah Agung yang berwenang memperbaiki kekeliruan putusan yang telah berkekuatan hukum tetap,” kata Sodiki.

Hal itu juga telah diuraikan dalam putusan MK No. 23/PUU-V/2007 tanggal 14 Januari 2008 yang secara mutatis mutandis (otomatis, red) berlaku pada putusan ini. “Karena itu, dalil pemohon mengenai konstitusionalitas Pasal 45A ayat (2) huruf c UU MA tidak beralasan hukum,” tegasnya.

Permohonan ini diajukan oleh mantan kepala desa Tanggulangin, Pasuruan, Agus Yahya. Pemohon mendalilkan pemberlakuan pasal ini telah melanggar hak konstitusionalnya dan telah menimbulkan perlakuan diskriminatif. Sebab, pemohon tidak dapat mengajukan permohonan kasasi atas perkara TUN yang dialami. Padahal, menurut pemohon, putusan Majelis Hakim tingkat banding TUN Surabaya mengandung kekeliliruan.

Tags: