Pimpinan KPK Tolak Pengunduran Diri Bambang Widjojanto
Berita

Pimpinan KPK Tolak Pengunduran Diri Bambang Widjojanto

Pengunduran diri BW ditolak karena pimpinan KPK anggap kasus BW rekayasa.

Oleh:
NOV/ANT
Bacaan 2 Menit
Bambang Widjojanto didukung segenap keluarga LBH. Foto: RES
Bambang Widjojanto didukung segenap keluarga LBH. Foto: RES
Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Bambang Widjojanto telah mengajukan surat permohonan pemberhentian sementara kepada pimpinan KPK. Namun, Deputi Pencegahan KPK Johan Budi mengatakan, berdasarkan hasil rapat internal, pimpinan KPK menolak surat pengunduran diri Bambang.

“Pengunduran diri Pak Bambang ditolak. Kami masih menunggu Keputusan Presiden (Keppres) pemberhentian sementara untuk Pak Bambang sesuai Pasal 32 ayat (3) UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK. Sampai hari ini, kami belum memperoleh informasi mengenai (Keppres) tersebut,” kata Johan, Senin (26/1).

Ia menjelaskan, pimpinan KPK menolak surat pengunduran diri Bambang karena pimpinan KPK meyakini penetapan tersangka Bambang hanya rekayasa. Selain itu, Bambang masih dibutuhkan KPK. Pasalnya, apabila Bambang berstatus non aktif, pimpinan KPK yang semula empat orang menjadi tiga orang.

“Jadi, mengenai pemberhentian sementara Pak Bambang sekarang ada di tangan Presiden. Di samping itu, program pencegahan akan jalan terus. Kalau tidak terganggu tentu naif, kalau Pak Bambang mundur pasti terganggu terutama kecepatan penanganan perkara atau program-program lainnya,” ujarnya.

Johan menegaskan, meski nanti Bambang diberhentikan sementara, tidak akan membuat pimpinan KPK berhenti melaksanakan tugasnya. Semua perkara akan ditindaklanjuti sesuai prosedur. “Tidak berdasarkan balas dendam. Pemeriksaan saksi, lalu bertahap ke penuntutan dilakukan bukan berdasarkan kebencian,” imbuhnya.

Bambang sendiri telah mengajukan surat permohonan pemberhentian sementara kepada pimpinan KPK. Selaku penyelenggara negara dan pimpinan KPK, Bambang merasa harus memberikan contoh yang baik, mengingat statusnya sudah ditetapkan sebagai tersangka oleh Bareskrim Mabes Polri.

“Hal ini adalah moral hukum. Meski saya yakin kasus ini diada-adakan, saya menyerahkan kepada ketentuan hukum. Makanya, setiba di kantor saya membuat surat permohonan pemberhentian sementara karena saya mendapat surat panggilan sebagai tersangka untuk diperiksa 20 Januari 2015,” tuturnya.

Bambang meyakini dugaan tindak pidana yang dituduhkan kepadanya hanya rekayasa. Namun begitu, berdasarkan Pasal 32 ayat (2) UU No.20 Tahun 2002 tentang KPK, seorang pimpinan KPK yang ditetapkan sebagai tersangka diberhentikan sementara dari jabatannya. Pemberhentian itu ditetapkan melalui Keputusan Presiden.

Oleh karena itu, Bambang menyatakan ia menyerahkan semua keputusan kepada para pimpinan KPK. Ia juga menyerahkan sepenuhnya kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengenai penetapan pemberhantian sementara. “Saya tunduk kepada konstitusi, undang-undang, dan kemaslahatan kepentingan publik,” terangnya.

Bambang berharap kasus ini segera diselesaikan. Ia juga berharap publik tetap mendukung program pemberantasan korupsi karena pemberantasan korupsi tidak bisa dibungkam dengan cara-cara kriminalisasi. Ia menganggap upaya kriminalisasi ini bukan sekadar pelemahan KPK, melainkan penghancuran KPK.

Untuk itu, Bambang meminta semua pihak merapatkan barisan untuk menghadapi tantangan luar biasa atas kejahatan sistemik dan terstruktur. Ia berpendapat, para mafia penegak hukum yang tergabung dengan koruptor sudah bersatu padu, sehingga pemberantasan korupsi tidak optimal.

Secara prinsip, Bambang menegaskan semangat pemberantasan korupsi tidak akan luntur walau ia telah menjadi tersangka. “Kalau saya harus jadi korban agar proses pemberantasan korupsi kuat, saya ikhlas, saya yakin pemberantasan korupsi tidak lemah dan dapat terus berjalan,” akunya.

Ketika ditanyakan apakah Komjen (Pol) Budi Gunawan juga harus mengundurkan diri sebagaimana dirinya, Bambang hanya mengatakan seorang pimpinan harus menunjukan jiwa leadership. Sikap seperti ini penting karena seorang pemimpin harus menjadi contoh, serta mengambil risiko dan tanggung jawab.

Sementara, Presiden Jokowi belum mengeluarkan Keppres pemberhentian sementara Bambang. “Hal ini dikarenakan Presiden belum menerima surat apapun dari Kepolisian Republik Indonesia tentang status tersangka (Bambang), maupun surat pengunduran diri (Bambang) dari KPK,” ujar Sekretaris Kabinet Andi Widjajanto.

Tunggu Keppres Jokowi
Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Gadjah Mada (UGM) Denny Indrayana sempat menyatakan penetapan tersangka Bambang tidak serta merta membuat Bambang bersatus pimpinan KPK non aktif. Jokowi harus mengeluarkan Keppres untuk menetapkan pemberhentian sementara Bambang.

Ia menjelaskan, sebagaimana ketentuan Pasal 32 ayat (2) UU KPK, pimpinan KPK yang menjadi tersangka suatu tindak pidana diberhentikan sementara dari jabatannya. Namun, dalam ayat berikutnya, yaitu ayat (3), pemberhentian sementara tersebut harus ditetapkan oleh Presiden Republik Indonesia.

"Dengan dua aturan itu, pendapat saya yang juga sudah saya bicarakan dengan Prof Saldi Isra, status Pak Bambang tetap pimpinan KPK. Pemberhentian sementara secara hukum akan terjadi jika Pak Jokowi mengeluarkan Keputusan Presiden (pemberhentian sementara Bambang Widjojanto)," kata Denny.

Mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM ini ingin melihat bagaimana sikap Presiden terhadap permasalahan yang mendera KPK. Pasalnya, ia melihat apa yang terjadi terhadap Bambang adalah bentuk serangan balik pasca penetapan Budi Gunawan sebagai tersangka. Ia berharap Jokowi jeli melihat permasalahan ini.

“Saya melihat kasus ini kriminalisasi KPK, serangan balik ke KPK. Maka beliau (Jokowi) harus berhati-hati dan jeli melihat. Ini kesempatan beliau untuk menunjukan dukungannya terhadap agenda pemberantasan korupsi dan KPK. Selama Keppres belum keluar, status Pak Bambang adalah pimpinan KPK yang sah,” tandasnya.
Tags:

Berita Terkait