Komisi IX DPR Setuju Iuran Jaminan Pensiun 8 Persen
Utama

Komisi IX DPR Setuju Iuran Jaminan Pensiun 8 Persen

Besaran iuran awal sudah melalui kajian. Besaran iuran penting untuk menjaga daya beli pekerja ketika masuk masa pensiun. Anggota Parlemen berharap besaran iuran tidak turun lagi.

Oleh:
ADY THEA
Bacaan 2 Menit
Gedung DPR. Foto: RES
Gedung DPR. Foto: RES
Komisi IX DPR setuju dan mendorong pemerintah segera menetapkan besaran iuran program Jaminan Pensiun (JP) sebesar 8 persen. Besaran ini terdiri dari 5 persen ditanggung pemberi kerja dan 3 persen pekerja.

Persetujuan dan dorongan itu merupakan salah satu kesimpulan Rapat Dengar Pendapat Komisi IX DPR dengan BPJS Ketenagakerjaan (TK) yang digelar Senin (25/5) di Kompleks Parlemen, Jakarta. Menurut anggota Komisi IX,  Amelia Anggraini, Komisi IX perlu mendorong pemerintah agar segera menetapkan besaran iuran program JP yang diselenggarakan BPJS TK mulai 1 Juli 2015.

Semakin cepat besaran itu ditetapkan, kata politisi Partai Nasdem itu, BPJS Ketenagakerjaan dan pihak terkait punya waktu cukup untuk melakukan sosialisasi. Rencananya, besaran iuran itu akan tercantum dalam RPP JP yang saat ini masih digodok pemerintah. "Besaran iuran 8 persen (pemberi kerja 5 persen, pekerja 3 persen) itu sudah ideal (untuk tahap awal,-red). Itu harus segera disahkan, agar waktu yang tersisa menjelang 1 Juli 2015 bisa digunakan untuk sosialisasi dan sinkronisasi berbagai peraturan pelaksana," katanya.

Amelia menjelaskan ada sejumlah hal yang perlu diperhatikan dalam menetapkan besaran iuran JP. Mengacu Pasal 39 UU No. 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional, program JP yang digelar nanti diamanatkan untuk mampu memenuhi kehidupan yang layak bagi pekerja dan keluarganya. Oleh karenanya manfaat yang diterima nanti harus bisa menjaga daya beli pekerja ketika masuk masa pensiun.

Anggota Komisi IX dari PDIP, Rieke Diah Pitaloka, mengatakan pada awalnya BPJS Ketenagakerjaan mengusulkan besaran iuran JP sebesar 20 persen. Namun, sekarang besarannya turun jadi 8 persen. Ia mengatakan paling sedikit besaran iuran itu harusnya 15 persen. Walau begitu dengan usulan iuran 8 persen, diharapkan tidak ada penurunan lagi. "Besaran iurannya jangan turun lagi," ujarnya.

Selain itu Rieke berharap BPJS punya terobosan untuk meningkatkan jumlah peserta. Sebab, ketika BPJS Ketenagakerjaan masih bernama PT Jamsostek, jumlah pesertanya dalam tiga program yang digelar yakni Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK), Jaminan Hari Tua (JHT) dan Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) dinilai masih minim. Menurutnya salah satu upaya yang dapat dilakukan BPJS TK untuk meningkatkan kepesertaan yakni menegakan hukum. Sehingga pemberi kerja yang tidak mendaftarkan pekerjanya jadi peserta BPJS TK dapat dikenakan sanksi tegas.

Anggota Komisi IX dari Partai Hanura, Djoni Rolindrawan, menyebut, iuran JP yang nominalnya besar itu hanya diterapkan oleh negara yang menyelenggarakan program JP dengan mekanisme iuran pasti. Sedangkan program JP yang digelar BPJS nanti adalah manfaat pasti. Untuk itu ia menghitung besaran iuran yang cukup untuk program JP adalah 1,5 persen. Besaran itu sama seperti yang diusulkan Apindo. "Iuran 1,5 persen itu cukup," tukasnya.

Djoni mengusulkan agar perusahaan yang sudah menerapkan program JP yang manfaatnya lebih baik tidak perlu dialihkan ke BPJS Ketenagakerjaan. Pengalihan itu baru bisa dilakukan setelah BPJS menunjukkan kinerja yang baik dalam mengelola JP. Ia juga berharap ketika BPJS TK beroperasi penuh 1 Juli 2015 tidak membuat DPPK dan DPLK (industri asuransi komersil,-red) bangkrut.

Direktur Utama BPJS TK, Elvyn G Masassya, yakin program JP yang digelar BPJS Ketenagakerjaan tidak akan mematikan industri asuransi komersial. Sebab, manfaat yang diberikan nanti sifatnya dasar. Iuran yang dibayar juga menggunakan batas atas upah sekitar Rp10 juta. Sehingga pekerja yang upahnya di atas Rp10 juta bisa mengikutsertakan dirinya untuk ikut dalam asuransi komersial agar mendapat manfaat lebih.

Elvyn mengatakan, BPJS  mengusulkan agar besaran iuran JP untuk tahap awal sebesar 8 persen. Besaran itu juga selaras dengan rekomendasi DJSN, dan sudah melalui kajian. Kementerian Ketenagakerjaan dan Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) menurut Elvyn juga sepakat dengan usulan iuran JP 8 persen. Walau begitu ia juga mengakui Kemenkeu mengusulkan 3 persen dan Apindo 1,5 persen. "Berbagai usulan itu akan disampaikan kepada Presiden," urainya.

Elvyn mengatakan, besaran iuran 8 persen perlu diterapkan guna mencapai manfaat JP sebagaimana diamanatkan ILO yakni 30-40 persen. Dengan iuran 8 persen, diperkirakan ketahanan BPJS Ketenagakerjaan bisa mencapai 86 tahun ke depan.

Elvyn menambahkan BPJS Ketenagakerjaan berwenang untuk melakukan pengawasan dan pemeriksaan kepada pemberi kerja baru bisa dilakukan secara penuh mulai 1 Juli 2015. Ia menyebut BPJS Ketenagakerjaan sudah menyiapkan instrumen yang dibutuhkan diantaranya telah merekrut sebanyak 127 petugas pengawas dan pemeriksa yang tersebar diberbagai daerah di Indonesia. "Untuk melaksanakan pengawasan kami akan bekerjasama dengan Kemenaker," pungkasnya.
Tags:

Berita Terkait