Mengenal Empat Ketentuan Baru FATF 40 Recommendations
Berita

Mengenal Empat Ketentuan Baru FATF 40 Recommendations

Ada ketentuan yang berkaitan dengan profesi hukum.

Oleh:
MYS
Bacaan 2 Menit
Mengenal Empat Ketentuan Baru <i>FATF 40 Recommendations</i>
Hukumonline
Indonesia perlu memperhatikan ketentuan-ketentuan baru yang dihasilkan Financial Action Task Force (FATF) dalam rangka efektivitas pemberantasan tindak pidana pencucian uang. Lembaga antarpemerintah yang dibentuk pada 1989 itu telah mengeluarkan standar internasional bidang pencucian uang dan pendanaan terorisme. Standar internasional itu lazim dikenal sebagai FATF 40 Recommendations.

Dalam rekomendasi itu ada beberapa ketentuan baru yang penting buat Indonesia sebagai negara yang lagi gencar memberantas pidana pencucian uang dan pemberantasan terorisme. Senior Counsel  Asian Development Bank (ADB), Said Zaidansyah, menjelaskan ada empat ketentuan baru yang penting.

Pertama, kewajiban untuk melaksanakan National Risk Assessment (NRA). Artinya, setiap negara harus bisa mengidentifikasi, menilai, dan memahami resiko tindak pidana pencucian uang dan pendanaan terorisme. Otoritas negara bisa mengarahkan sumber daya untuk mencegah tindak pidana tersebut. Dalam konteks ini, kata Said, negara harus bisa memahami  empat hal yaitu tingkat ancaman, tingkat kerawanan (vulnerability), kemungkinan terjadinya tindak pidana, dan besaran dampaknya jika tindak pidana itu terjadi.  

Kedua, penambahan kejahatan pajak sebagai tindak pidana asal untuk tindak pidana pencucian uang. Biasanya ada daftar tindak pidana asal atau predicate crime di setiap negara. Pajak baru belakangan dimasukkan. Said menegaskan, pajak yang dimaksud di sini bisa kejahatan yang bersifat langsung maupun tidak langsung.

Di Indonesia, sesuai Pasal 2 UU No. 8 Tahun 2010, sebenarnya sudah memasukkan tindak pidana di bidang pajak sebagai predicate crime. Yang lain adalah korupsi, penyuapan, narkotika, psikotropika, penyelundupan tenaga kerja, penyelundupan migran, perbankan, pasar modal, perasuransian, kepabeanan, cukai, perdagangan orang, dan perdagangan senjata gelap. Termasuk pula terorisme, penculikan, pencurian, penggelapan, penipuan, pemalsuan uang, perjudian, prostitusi, kehutanan, lingkungan hidup, kelautan dan perikanan, dan tindak pidana lain yang diancam penjara empat tahun atau lebih.

Ketiga, perluasan orang-orang yang termasuk politically exposed person.
Dalam rekomendasi 2003, FATF hanya mewajibkan aturan ini untuk orang asing. Setelah 2012, kata Said, diperluas sehingga mencakup warga domestic dan orang-orang yang memiliki kewenangan dalam organisasi internasional. Syarat membuka rekening untuk orang yang politically exposure seharusnya lebih ketat “Syaratnya bagi mereka lebih sulit dibanding orang seperti kita-kita,” kata Said dalam diskusi yang diselenggarakan hukumonline di Jakarta, Kamis (19/11).

Keempat, kewajiban melaksanakan sanksi keuangan yang diatur oleh Dewan Keamanan PBB berkaitan dengan pembatasan berkembangnya senjata pemusnah massal (weapon of mass destruction).

Lebih lanjut Said menjelaskan dalam kerangka acuan internasional ada ketentuan yang berkaitan dengan profesi hukum. Dalam FATF 40 Recommendations ada yang diperuntukkan bagi institusi keuangan ada juga untuk profesi  (non financial bodies and profession), termasuk profesi hukum. “Mereka harus melakukan customer due diligence,” tegas Said.

Inilah yang kemudian masuk ke dalam PP No. 43 Tahun 2015 tentang Pihak Pelapor dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. PP ini memasukkan advokat, notaris, Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT), akuntan, akuntan publik, dan perencana keuangan sebagai pihak pelapor. Pihak-pihak ini, lazim disebut gatekeeper profession, wajib menerapkan prinsip ‘mengenali pengguna jasa’. Tak semua pengemban profesi itu menerima, terbukti seorang advokat membawa PP No. 43 Tahun 2015 ke Mahkamah Agung melalui jalur hak uji materiil (HUM).

Advokat Ahmad Fikri Assegaf, dalam diskusi yang sama, tak menampik adanya beberapa kegiatan advokat yang rentan pencucian uang. Misalnya, jual beli barang tidak bergerak, mengurus uang atau surat berharga klin; mengurus rekening tabungan atau rekening penjaminan; serta mengurus penyetoran untuk pembentukan atau operasi perusahaan. Karena itu, Fikri mengusulkan agar advokat memiliki prosedur penanganan pekerjaan agar advokat terhindar dari jerat tindak pidana pencucian uang.
Tags: