Catat!! Perpajangan Masa Jabatan Kapolri Tak Miliki Dasar Hukum yang Kuat
Berita

Catat!! Perpajangan Masa Jabatan Kapolri Tak Miliki Dasar Hukum yang Kuat

Mesti merujuk peraturan perundang-undangan. Mulai UU Polri, UU ASN dan PP Pemberhentian Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia.

RFQ
Bacaan 2 Menit
Anggota Komisi III DPR, Desmond J Mahesa. Foto: dpr.go.id
Anggota Komisi III DPR, Desmond J Mahesa. Foto: dpr.go.id
Proses pergantian Kapolri kerap dibumbui perdebatan. Belakangan, wacana perpanjangan masa jabatan Kapolri yang kini diemban Jenderal Badrodin Haiti mulai muencuat ke permukaan. Penolakan perpanjangan masa jabatan mendapat penolakan dari kalangan di parlemen. Alasannya, perpajangan masa jabatan pejabat Kapolri tak memiliki landasan hukum yang kuat.

Wakil Ketua Komisi III Desmond Junaedi Mahesa berpendapat, terkait dengan Polri semua mesti merujuk UU No.2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Republik Indonesia. Menurutnya, dalam UU itu tidak membuka peluang perpanjangan bagi pejabat Kapolri. Sebab, sesuai dengan Pasal 30 ayat (2), usia pensiun maksimum anggota Polri adalah 58 tahun. Namun bagi anggota yang memiliki keahlian khusus dan dibutuhkan dalam tugas kepolisian memang dapat dipertahankan hingga dua tahun ke depan. Dengan kata lain, usia pensiun hingga 60 tahun.

Desmond berpandangan, bila presiden kekeuh memperpanjang masa jabatan Badrodin Haiti maka perlu menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu). Persoalannya, diterima atau tidaknya Perppu tersebut mesti mendapat persetujuan dari DPR. Sebaliknya, bila tidak menerbitkan Perppu maka presiden dapat dinilai otoriter.

“Kalau DPR melanggar UU, buat apa DPR membuat UU. Yang saya tanyakan, kalau itu Perppu apakah ini dalam kepentingan umum,” ujarnya melalui sambungan telepon kepada wartawan di Gedung DPR, Rabu (18/5).

Politisi Partai Gerindra itu menilai memperpanjang masa jabatan Badrodin sebagai Kapolri akan berdampak menghambat karir para perwira di bawahnya. Oleh sebab itu, presiden dan DPR mesti duduk bersama untuk membahas segala sesuatunya agar tidak terjadi pelanggaran hukum. Menurutnya, dalam menjalankan kekuasaan dengan menabrak aturan hukum menjadi tontonan buruk di mata masyarakat.

“Catatan inilah yang harus dilakukan presiden, dan baru kita melihat perseorangan,” ujarnya.

Pandangan sama dilontarkan anggota Komisi III Sarifudin Sudding. Dia menolak bila jabatan Badrodin sebagai Kapolri diperpanjang. Selain menghambat proses regenerasi, alasan kuat lainnya adalah dalam UU Polri memberikan batasan terhadap masa jabatan pejabat Kapolri. Mengacu Pasal 90 UU No.6 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN), memang masa pensiun bagi pejabat administrasi di usia 58 tahun. Sedangkan terhadap pejabat pimpinan tinggi masa pensiun di usia 60 tahun.

Kemudian, merujuk Pasal 4 ayat (1) Peraturan Pemerintah (PP) No.1 Tahun 2003 tentang Pemberhentian Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia menyatakan, Batas usia pensiun, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, dapat dipertahankan sampai 60 (enam puluh) tahun bagi anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia yang mempunyai keahlian khusus dan sangat dibutuhkan dalam tugas Kepolisian”.

Sementara Pasal 16 menyatakan, “Mempertahankan anggota Kepolisian Republik Indonesia dalam dinas aktif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ditetapkan oleh: a. Presiden Republik Indonesia untuk pangkat Komisaris Besar Polisi (Kombes Pol) atau yang lebih tinggi; b. Kepala Kepolisian Republik Indonesia untuk pangkat Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP) atau yang lebih rendah”.

Politisi Partai Hanura itu berpendapat, penempatan terhadap orang yang memiliki keahlian khusus ditempatkan sesuai dengan kompetensinya. Sedangkan jabatan Kapolri, dinilai Sudding, tidak perlu memiliki keahlian. Pasalnya, Kapolri memiliki staf ahli dan sejumlah asisten dalam rangka menjalankan fungsi tugas serta wewenang Kapolri sebagai pimpinan institusi Polri.

“Jadi jangan kemudian mereduksi suatu aturan yang tidak pada tempatnya,” ujarnya.

Lebih jauh, Sudding menilai tidak elegan memperpanjang jabatan seorang pejabat negara tanpa memiliki alasan dan dasar hukum yang kuat. Sebaliknya, jika dipaksakan akan berdampak timbulnya kegaduhan. Terlebih, jabatan Kapolri merupakan jabatan politis. “Saya kira sungguh tidak elegan dan tidak memiliki dasar hukum yang kuat ketika Kapolri ini dilakukan perpanjangan,” ujarnya.

Anggota Komisi III lainnya, Sufmi Dasco Ahmad, berpandangan sebelum melangkah memberikan perpanjangan masa jabatan Kapolri, presiden diminta mendengarkan terlebih dahulu masukan dari berbagai pihak yang berkompeten. Presiden pun perlu mempertimbangkan dampak dari setiap kebijakan yang akan ditempuhnya.

“Presiden juga harus mempertimbangkan perpanjangan ini kan ada dampaknya, seperti di internal polri seperti akan sedikit menghambat regenerasi,” pungkasnya.

Tags:

Berita Terkait