Panitera Pengganti Didakwa Bersama-Sama Dua Hakim PN Pusat Terima Suap
Berita

Panitera Pengganti Didakwa Bersama-Sama Dua Hakim PN Pusat Terima Suap

Terdakwa tidak mengajukan keberatan.

NOV
Bacaan 2 Menit
Keterangan foto : Santoso bersama pengacaranya, Halim Darmawan usai menjalani sidang pembacaan dakwaan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (14/11). Foto: NOV
Keterangan foto : Santoso bersama pengacaranya, Halim Darmawan usai menjalani sidang pembacaan dakwaan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (14/11). Foto: NOV
Penuntut umum KPK Muhammad Asri Irwan mendakwa panitera pengganti Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Muhammad Santoso melakukan tindak pidana korupsi bersama-sama dua hakim PN Jakarta Pusat, Partahi Tulus Hutapea dan Casmaya. Santoso bersama-sama Partahi dan Casmaya disebut menerima uang sejumlah Sing$28 ribu dari seorang advokat bernama Raoul Adhitya Wiranatakusumah melalui Ahmad Yani.

"Padahal, terdakwa (Santoso) mengetahui atau patut menduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan terkait dengan permintaan Raoul agar terdakwa bersama-sama Partahi dan Casmaya yang sedang memeriksa, mengadili, dan memutus perkara gugatan perdata No.503/PDT.G/2015/PN.JKT.PST," katanya saat membacakan surat dakwaan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (14/11).

Perkara perdata No.503/PDT.G/2015/PN.JKT.PST dimaksud adalah gugatan wanprestasi antara PT Mitra Maju Sukses (MMS) selaku penggugat melawan PT Kapuas Tunggal Persada (KTP), Wiryo Triyono, dan Carey Ticoalu, masing-masing selaku para tergugat. Dimana, pemberian uang sejumlah Sing$28 ribu itu dimaksudkan agar putusan menguntungkan pihak tergugat. (Baca Juga: Urus Perkara, Advokat Ini Sebut Panitera Minta Uang Ratusan Juta)

Asri menjelaskan, PN Jakarta Pusat menerima gugatan PT MMS pada 29 Oktober 2015. Raoul yang merupakan advokat pada Firma Hukum Wiranatakusumah Advocate & Legal Consultant bertindak selaku kuasa hukum ketiga tergugat. Setelah beberapa kali mengalami perubahan, akhirnya Partahi ditetapkan sebagai ketua majelis hakim, sedangkan Casmaya dan Agustinus Setia Wahyu selaku anggota majelis.

Sementara, Santoso, menurut Asri, ditetapkan sebagai panitera pengganti pada perkara PT MMS melawan PT KTP, Wiryo, dan Carey berdasarkan penetapan Panitera PN Jakarta Pusat. Saat persidangan memasuki tahap pembuktian pada 4 April 2016, Raoul menyampaikan keinginannya kepada Santoso untuk memenangkan perkara tersebut. Lantas, Santoso menyarankan agar Raoul menemui Partahi selaku ketua majelis hakim perkara itu.

Berselang beberapa hari, pada 13 April 2016, Raoul datang ke PN Jakarta Pusat untuk menemui Partahi. Namun, Partahi tidak berada di ruangan, sehingga Raoul menemui Casmaya yang juga merupakan salah satu anggota majelis. Pada 15 April 2016, Raoul kembali ke PN Jakarta Pusat dan berhasil menemui Partahi dan Casmaya di ruangan hakim, lantai 4 Gedung PN Jakarta Pusat. (Baca Juga: Advokat Raoul A Wiranatakusumah Akhirnya Bicara di KPK)

Pada pertengahan Juli 2016, Santoso diperkenalkan Raoul kepada stafnya, Ahmad Yani. Raoul meminta Yani untuk sering berkomunikasi dengan Santoso terkait perkembangan perkara dan melaporkan hasilnya kepada Raoul. Kemudian, pada 17 Juni 2016, Santoso bertemu Raoul di PN Jakarta Pusat. Raoul mengatakan akan memberikan uang Sing$3000 untuk Santoso dan Sing$25 ribu untuk majelis hakim.

Setelah penyampaian tersebut, sambung Asri, Raoul memerintahkan Yani melalui pesan WhatsApp dengan kalimat-kalimat, "Nanti  kamu samperin ke p santoso", "Kamu tegesin aja lagi yang saya ngomong tadi ke p Santoso", "Bentuknya dollar Singapura", "Tipis", "Buat urusan ktp", "Bilang biar pak san sodok ke boss", "Supaya deal", dan dijawab Yani, "OK, nanti saya sampaikan".

Alhasil, pada 20 Juni 2016, Santoso memberitahukan sikap majelis hakim kepada Raoul melalui pesan singkat (SMS) yang isinya, "Ang 1 sdh ok tinggal musy besok sy ke ang 2". Raoul menegaskan kembali sikap ketua majelis hakim dengan menanyakan, "Siap", "km ok?" dan Santoso menjawab, "Ok". Supaya lebih meyakinkan, Raoul meminta Yani menanyakan kepada Santoso, apakah dapat bertemu majelis pada 22 Juni 2016 atau 23 Juni 2016. (Baca Juga: Dua Hakim Ini Disebut Temui Pengacara di Luar Sidang Bicarakan Perkara)

Asri mengungkapkan, pada 21 Juni 2016, Yani menyampaikan kepada Santoso keinginan Raoul bertemu majelis. Santoso pun menyampaikan kepada Casmaya bahwa Raoul akan datang menghadap pada 22 Juni 2016 sekaligus menyampaikan janji Raoul yang akan memberikan uang sejumlah Sing$25 ribu untuk majelis. "Saat itu, Casmaya menanggapi, majelis hakim baru akan musyarawah," ujarnya.

Masih di hari yang sama, sekitar pukul 19.36 WIB, Santoso melalui SMS memberitahukan hasil pembicaraannya dengan Casmaya kepada Raoul. "Raul sy udh sampaikan ke casmaya besok raul mau datang dan berapa besarannya kata pak cas bentar lg mau musyawarah", yang dibalas Raoul, "Siap beh jam 9 saya hadir', lalu dijawab oleh Santoso, "langsung ke bos ya nanti sy intip dulu".

Asri menuturkan, ketika mendatangi kantor PN Jakarta Pusat pada 22 Juni 2016, Raoul hanya bertemu dengan Partahi. Dalam pertemuan itu, Raoul menyampaikan keinginannya agar majelis memenangkan pihak tergugat dan mempercepat putusan perkara tersebut. Raoul juga menyampaikan akan memberikan uang sejumlah Sing$25 ribu untuk majelis.  (Baca Juga: Dua Pengacara Didakwa Menyuap Dua Hakim PN Jakarta Pusat)

"Atas penyampaian Raoul, Partahi mengucapkan terima kasih dan mengatakan nanti saja setelahnya. Selanjutnya, Raoul menginformasikan hasil pertemuannya kepada terdakwa melalui SMS, 'Si boss sih bilang terima kasih dan mau beresin minggu ini tadi buka tanggalan. Babeh pastiin aja', yang dijawab oleh terdakwa, 'Ok' dan meminta Raoul menyiapkan uangnya apabila keesokan harinya terdakwa dipanggil oleh Partahi dan Casmaya," terangnya.

Akhirnya, pada 24 Juni 2016, Raoul bersama Yani mengambil uang sejumlah Rp300 juta di rekening milik Raoul. Kemudian, uang ditukarkan menjadi mata uang dollar Singapura. Setelah uang disiapkan, Raoul memerintahkan Yani memisahkan uang ke dalam amplop putih. Amplop putih bertuliskan "HK" berisi Sing$25 ribu dipertuntukan bagi majelis hakim dan amplop bertuliskan "SAN" berisi uang Sing$3000 untuk Santoso.

Sementara, sisanya, dipisahkan dalam dua amplop yang distaples nota pembelian dollar Singapura sejumlah Rp3 juta dan amplop cokelat berisi uang Sing$2000. Pada 30 Juni 2016, Yani melaporkan putusan perkara No. 503/PDT.G/2015/PN.JKT.PST kepada Raoul. Dimana, dalam putusan itu, majelis yang terdiri dari Partahi, Casmaya, dan Agustinus memutus gugatan penggugat (PT MMS) tidak dapat diterima.

Asri mengatakan, setelah pembacaan putusan, Santoso dihubungi oleh Raoul melalui SMS, "Baik beh sebenarnya kita maunya gugatan ditolak tapi kita ambil ini sebagai berkah yang terbaik", "Keadaan kahar diakui beh sama majelis", yang dijawab oleh Santoso, "Ya raul hanya itu yg bs kita bantu".  Raoul menyampaikan terima kasih dan Santoso menyerahkan urusan majelis kepada Raoul.

Selanjutnya, saat sedang mengantre absen pulang, Santoso bertemu dengan Casmaya. Ketika itu, Casmaya menanyakan kepada Santoso mengenai rencana pemberian uang oleh Raoul dengan kalimat, "Bagaimana itu Raoul?" dan dijawab Santoso, "Besok Pak". Atas pertanyaan Casmaya, keesokan harinya, Santoso menanyakan kepada Yani, kapan uang untuk majelis bisa diambil.

Yani pun melaporkannya kepada  Raoul melalui Whatsapp, dan dijawab Raoul, "jalanin sesuai rencana". Menindaklanjuti perintah Raoul, Yani menyerahkan amplop berisi Sing25 ribu untuk Partahi dan Casmaya melalui Santoso, serta amplop berisi Sing$3000 kepasa Santoso. Namun, menurut Asri, tak lama setelah penyerahan uang, Santoso, Yani, beserta barang bukti diamankan petugas KPK.

Menanggapi dakwaan penuntut umum, Santoso dan tim pengacaranya tidak akan mengajukan nota keberatan atau eksepsi. Pengacara Santoso, Halim Darmawan mempersilakan majelis hakim yang diketuai Ibnu Basuki Widodo melanjutkan sidang dengan pemeriksaan saksi-saksi. Hal itu dilakukan supaya persidangan tidak berlarut-larut dan mempercepat pengungkapan fakta secara terang-benderang.

Mengenai Partahi dan Casmaya yang disebut bersama-sama dalam dakwaan penuntut umum, Halim mengaku belum dapat berkomentar lebih jauh. Sebab, pemeriksaan saksi-saksi dan barang bukti belum dilakukan. Ia memilih tidak mendahului persidangan. "Nanti kita dibilang lebih hebat dari pada hakim. Setelah berjalan pemeriksaan saksi dan barang bukti, kita bisa melihat sendiri," tuturnya.

Begitu pula ketika ditanya mengenai percakapan Santoso dengan Casmaya saat menunggu absen pulang. Halim mengaku belum bisa menyampaikan apapun dan masih menunggu fakta-fakta yang terungkap di persidangan. Ketika ditanyakan apakah ada tekanan atau "pesanan" agar Santoso tidak membongkar keterlibatan hakim, Halim menjawab, "Tidak ada, biasa-biasa saja. Terdakwa juga sehat kok".

Tags:

Berita Terkait