Sahkah Sprindik Tak Memuat Aturan Hukum dan Ancaman Pidana?
Berita

Sahkah Sprindik Tak Memuat Aturan Hukum dan Ancaman Pidana?

Diuji dalam praperadilan Dahlan Iskan.

Oleh:
HAG
Bacaan 2 Menit
Sidang perkara korupsi mobil listrik di Pengadilan Tipikor Jakarta. Foto: RES
Sidang perkara korupsi mobil listrik di Pengadilan Tipikor Jakarta. Foto: RES
Apakah sah jika suatu surat penetapan tersangka atau surat perintah penyidikan (Sprindik) yang dikeluarkan penyidik Kejaksaan Agung tidak memuat aturan hukum atau ancaman pidana yang mendasari seseorang jadi tersangka? Pertanyaan inilah yang kini sedang ‘diuji’ di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

Adalah mantan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Dahlan Iskan, yang mempersoalkan keabsahan surat penetapan dirinya sebagai tersangka lewat praperadilan. Sidangnya sudah digelar di PN Jakarta Selatan, (Senin (06/3). Bagi tim pengacara Dahlan, jawaban atas pertanyaan itu jelas: penetapan tersangka tidak sah!

Deni Aulia, anggota penasihat hukum Dahlan, menegaskan Surat Perintah Penyidikan kasus pengadaan 16 mobil listrik, dan menetapkan Dahlan sebagai tersangka, adalah tidak sah. Sebabnya, surat itu tidak mencantumkan aturan hukum dan ancaman pidananya.  Ia menyebut Sprindik bertanggal 26 Januari 2017 itu cacat hukum. (Baca juga: Alasan Kejagung Kesampingkan SEMA Perhitungan Kerugian Negara).

"Penyidikan a quo tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat dan oleh karena itu diperintahkan kepada Termohon untuk segera menghentikan penyidikan, serta tidak melakukan penyidikan kembali terhadap pemohon terkait tindak peristiwa pidana yang sama karena termohon tidak mememiliki sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah, " jelasnya di persidangan.

Pada dasarnya Dahlan, lewat pengacara, meminta hakim Made Sutrisna menyatakan penetapan tersangka tidak sah. "Agar Hakim menyatakan tidak sah segala keputusan yang berhubungan dengan penetapan tersangka terhadap pemohon, dan membebankan biaya perkara kepada Termohon," tutur Deni.

Ditegaskan kembali oleh Deni, Sprindik yang menetapkan kliennya  sebagai tersangka dalam perkara tindak pidana korupsi pengadaan mobil jenis Elektrik Microbus dan elektric Executives Bus pada PT BRI, PT PGN,  PT Pertamina (Persero)  adalah tidak sah dan tidak berdasar hukum. Jika hakim menerima argumentasi itu,bisa jadi penetapan tersangka dinyatakan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat," sambung Deni.

Duduk sebagai Termohon ialah Kejaksaan Agung Cq Jaksa Muda Tindak Pidana Khusus Cq Direktur Penyidikan. Kejaksaan akan memberikan jawaban pada agenda sidang berikutnya, Selasa (07/3). (Baca juga: Dahlan Iskan Disebut Bersama-Sama dalam Dakwaan Korupsi Mobil Listrik).

Dahlan terseret kasus pengadaan mobil listrik setelah ada putusan Mahkamah Agung dalam perkara Dasep, Dirut PT Sarimas Ahmadi Pratama. Dalam putusan, Mahkamah menyebut pengadaan mobil listrik tidak melalui tender, melainkan penunjukan langsung. Dahlan ditengarai berperan dalam penunjukan langsung itu. Dan, akhirnya penyidik Kejaksaan menetapkan mantan Menteri BUMN itu sebagai tersangka. (Baca juga: Korupsi Mobil Listrik, Direktur Sarimas Divonis 7 Tahun).

Kini, Dahlan sedang menguji keabsahan penetapan tersangka itu.
Tags:

Berita Terkait