Terbuka Jalan Buat KPK Usut SKL BLBI
Putusan Praperadilan:

Terbuka Jalan Buat KPK Usut SKL BLBI

Penyelidikan dan penyidikan yang dilakukan KPK telah sesuai peraturan.

Oleh:
CR-24
Bacaan 2 Menit
Suasana sidang putusan praperadilan yang diajukan Syafruddin Arsyad Tumenggung di PN Jakarta Selatan, Rabu (2/8). Foto: CR-24
Suasana sidang putusan praperadilan yang diajukan Syafruddin Arsyad Tumenggung di PN Jakarta Selatan, Rabu (2/8). Foto: CR-24
Jalan bagi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk mengusut tuntas perkara dugaan korupsi  pemberian Surat Keterangan Lunas (SKL) Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) kepada pemilik Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI) Sjamsul Nursalim terbuka lebar pasca Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menolak permohonan praperadilan yang diajukan mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN), Syafruddin Arsyad Tumenggung. Syafruddin mempersoalkan penetapan dirinya sebagai tersangka dalam perkara ini.

Hakim tunggal Effendi Mukhtar dalam putusannya menilai, penetapan tersangka Syafruddin telah sesuai aturan hukum yang berlaku. Oleh karena itu, status tersangka Syafruddin dinilai sah dari aspek formil. ”Mengadili, dalam eksepsi, menolak eksepsi termohon untuk seluruhnya. Dalam pokok perkara, menolak permohonan praperadilan yang diajukan pemohon untuk seluruhnya,” kata Hakim Effendi di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (2/8).

Dalam pertimbangannya hakim Effendi menyatakan penetapan status tersangka Syafruddin telah memenuhi bukti permulaan yang cukup yaitu sekurang-kurangnya dua alat bukti yang mengacu pada Pasal 184 KUHAP seperti adanya keterangan saksi, keterangan ahli dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) serta bukti surat. Sehingga penetapan tersebut dianggap sah menurut hukum .

“Menimbang bahwa karena petitum utama yaitu menyatakan tindakan termohon yaitu menetapkan pemohon sebagai tersangka adalah tdak sah telah ditolak karena tidak beralasan hukum maka permintaan pemohon terhadap petitum selainnya secara administrasi yang timbul akibat penetapan pemohon sebagai tersangka oleh termohon tidak sah, tidak mengikat dan tidak berkekuatan hukum juga harus ditolak seluruhnya,” terang Hakim Effendi.

(Baca juga: BI: Hak Tagih BLBI Sudah Tak Ada Lagi).

Setidaknya ada tujuh poin yang diajukan Syafruddin pada sidang praperadilan. Pertama, KPK tidak berwenang melakukan penyelidikan dan penyidikan karena kasus ini bukan ranah hukum pidana, melainkan perdata. Kedua, KPK tidak berwenang melakukan penyelidikan dan penyidikan karena saat perkara ini terjadi UU KPK dan UU Tipikor belum terbentuk sehingga aturan itu tidak berlaku surut. Ketiga jangka waktu kasus ini sudah daluarsa. Keempat, perbutan yang dilakukan Syafruddin tidak dapat dipidana karena dilakukan berdasarkan sumpah jabatan. Kelima, penyelidikan dan penyidikan tidak sah atau batal demi hukum. Keenam, KPK tidak berhak melakukan penyidikan karena tidak memiliki dua bukti permulaan. Ketujuh, perkara ini pernah ditangani Kejaksaan Agung dan juga telah dihentikan penyidikannya.

Namun dari seluruh permohonan, tidak semuanya merupakan obyek praperadilan. Dan pembuktian benar atau tidaknya harus melalui Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat karena tidak mungkin dapat diperiksa oleh hakim tunggal praperadilan yang hanya mempunyai waktu persidangan tujuh hari.

Hakim Effendi menjelaskan, beberapa permohonan yang masuk obyek praperadilan yang semua permohonan itu ditolak karena tidak memiliki dasar hukum yang kuat. Pertama mengenai waktu daluarsa perkara tersebut. Menurut Hakim Effendi, kasus SKL terjadi pada 2004, dan Surat Perintah Penyidikan atas nama Syafruddin diteken pada 2017. Merujuk pada keterangan ahli Adnan Paslyadja jika waktu daluarsa dihitung sejak terjadinya perkara sampai 18 tahun berikutnya, maka waktu daluarsa kasus ini adalah tahun 2022.

Selanjutnya mengenai apakah UU Tipikor berlaku surut. Menurut hakim Effendi, kasus SKL ini terjadi pada 2004, sedangkan UU No. 31 Tahun 1999 yang telah diubah dengan UU No.20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sudah ada sebelum perkara ini berlangsung. Oleh karena itu UU tersebut tidak berlaku surut karena telah ada sebelum perkara ini terjadi.

Hakim Effendi juga berpendapat penetapan tersangka Syafruddin sudah didasarkan pada dua alat bukti permulaan yang cukup. Berdasarkan bukti yang dipaparkan di persidangan, KPK membeberkan sejumlah bukti untuk menjerat Syafruddin.  Dimulai dari keluarnya Surat Perintah Penyelidikan (Sprinlid) yang dilakukan pada pada 31 Januari 2013. Dari informasi yang terima hukumonline, KPK telah melakukan pengumpulan bahan dan keterangan (Pulbaket) sejak 2009 lalu, ini berarti butuh 8 tahun proses yang dilakukan untuk menjerat Syafruddin.

“Dari 33 saksi, termasuk pada permintaan kepada pmohon Syafruddin Arsyad Tumenggung (beberapa kali),” terang Hakim Effendi.

Selain itu dari proses persidangan KPK juga memaparkan bukti 87 dokumen yang masuk ke dalam kategori bukti surat yang diantaranya adalah Master Settlement perjanjian MSAA beserta lampiran yang dibuat Syamsul Nursalim selaku pemegang saham BDNI, Surat dari BPPN perihal kredit macet PT  Dipasena, memo internal BPPN perihal laporan hasil investigasi petani petambak plasma PT Dipasena dan bukti-bukti lainnya.

“Setelah mempertimbangkan alat bukti dan keterangan saksi terhadap calon tersangka, hakim praper berpendapat, prosedur penetapan tersangka sudah memenuhi bukti permulaan cukup yaitu 2 alat bukti sesuai Pasal 184 KUHAP mengacu pada keterangan saksi, ahli, surat,” tutur hakim.

Tanggapan
Usai persidangan, kuasa hukum Syafruddin, Dodi S Abdulkadir menyatakan menerima putusan ini. Namun ia juga akan mempersiapkan diri untuk melawan KPK dalam sidang pokok perkara yang akan digelar di Pengadilan Tipikor, Jakarta. Menurut Dodi ada banyak fakta yang terungkap di persidangan yang akan menjadi bahan dalam sidang pokok perkara nanti.

Salah satunya terkait penerbitan SKL yang sudah sesuai dengan peraturan perundang-undangan serta hasil audit dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Selain itu pada 1999 saksi Kwik Kian Gie, mantan Menko Ekuin, menurut Dodi menyatakan Sjamsul juga pernah diberikan Release and Discharge (R&D) yang intinya membebaskan Sjamsul dari tagihan hutang.

(Baca juga: Alasan Kehadiran Kwik Kian Gie di Sidang Praperadilan SKL BLBI).

Dari informasi yang diperoleh hukumonline, R&D belum dapat diberikan kepada Sjamsul karena ia belum memenuhi kewajibannya. Hal itu dituangkan dalam sebuah surat dengan Nomor : PB-770/BPPN/1299 yang ditujukan kepada Mulyati Gozali dan ditandatangani Ketua BPPN ketika itu Glenn M.S. Yusuf. Dari laman www.gt-tires.com Mulyati merupakan Direktur Perusahaan pada kurun waktu 1989-2004.

“Kami syukuri fakta hukum terungkap, sudah diketahui masyarakat dan karenanya kami akan persiapkan diri untuk langkah-langkah hukum. Praperadilan hanya memeriksa aspek formil, kami dapat pahami dan terima ini, kami akan persiapkan fakta materiil ini dalam pemeriksaan pokok perkara nanti,” terang Dodi.

Kepala Biro Hukum KPK Setiadi menyatakan putusan ini semakin mempertegas jika proses hukum yang dilakukan KPK baik penyelidikan maupun penyidikan sudah sesuai dengan aturan hukum yang berlaku. Dari putusan ini, menurut Setiadi, juga menguatkan bagaimana kinerja KPK secara prosedural dalam mengungkap berbagai kasus korupsi.

“Setelah putusan ini, tindak lanjutnya kepada penyidik. Ini sinyal petunjuk bahwa bagaimana besarnya kerugian negara itu dari BLBI yang belum dilunasi obligor. Itu adalah uang pemerintah, uang rakyat yang harus dikembalikan ke kas negara,” tutur Setiadi.

Kepala Biro Pengawasan dan Perilaku Hakim Komisi Yudisial, KM S Roni yang memantau sidang ini enggan berbicara banyak mengenai putusan tersebut. “Kami cuma ada 4 orang (yang ikut memantau), nanti kami laporkan dulu (hasilnya),” pungkas mantan penuntut umum KPK yang pernah menangani kasus korupsi Bank Century ini.
Tags:

Berita Terkait