Ketika Optimisme Novel Mulai Terkikis
Utama

Ketika Optimisme Novel Mulai Terkikis

Terungkap sebenarnya ada informasi intelijen Novel akan diserang sebelum tanggal 11 April.

CR-24
Bacaan 2 Menit
Mereka memberikan dukungan kepada KPK dan juga meminta Presiden Jokowi turun tangan langsung dengan cara membentuk tim khusus untuk mengusut kasus penyiraman air keras terhadap penyidik senior KPK Novel Baswedan.
Mereka memberikan dukungan kepada KPK dan juga meminta Presiden Jokowi turun tangan langsung dengan cara membentuk tim khusus untuk mengusut kasus penyiraman air keras terhadap penyidik senior KPK Novel Baswedan.
Sudah 116  hari lamanya kasus penyerangan terhadap penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan ditangani pihak Kepolisian. Namun hingga saat ini belum ada perkembangan signifikan atas penuntasan kasus tersebut. Sejumlah kalangan mempertanyakan kinerja Kepolisian mengusut kasus ini termasuk Novel sendiri yang sempat beberapa kali berbincang kepada awak media yang menemuinya di Singapura.

Awalnya, Novel sempat optimis jika kasus penyerangan air keras bisa terungkap. Alasannya, ada rangkaian peristiwa yang menyertai sebelum adanya insiden penyerangan tersebut yang terjadi pada 11 April 2017 lalu. Hal itu dikatakan Ketua Umum PP Pemuda Muhammadiyah, Dahnil Anzar Simanjuntak saat acara diskusi sebuah stasiun radio di Warung Daun, Cikini, Jakarta, Sabtu (5/8/2017).

Dahnil mengaku menghubungi Novel melalui telepon beberapa hari lalu yang bercerita banyak hal terkait peristiwa ini. “Pertama adalah pihak Polda Metro Jaya waktu itu melalui Pak Iriawan sudah menyampaikan ada potensi penyerangan terhadap Novel. Ada data intelijen Polri/Polda saat itu mengenai upaya penyerangan terhadap Novel,” ujar Dahnil. Baca Juga: Polri Diminta Lebih Aktif Demi Tuntaskan Kasus Novel  

Pihak Polda Metro Jaya lantas mengirim tim pengamanan untuk berjaga di sekitar kediaman Novel di kawasan Kelapa Gading, Jakarta Utara. Tetapi, saat tim tersebut sedang melakukan pengawasan, ada tim lain yang ketika itu diduga berasal dari Mabes Polri, sehingga Polda Metro Jaya menarik pengamanannya.

“Sebelum peristiwa, Novel merasa saat keluar rumah ada motor yang tiba-tiba lewat, karena dia siap siaga, menurut dia (Novel), enggak jadi. Barulah tanggal 11 April itu Novel agak lengah, kebiasaan Novel itu kalau keluar sholat Subuh, di jalan sepanjang perjalanan Novel zikir, tiba-tiba ada motor, lalu kesiram wajahnya,” tutur Dahnil menceritakan.

Sikap optimis Novel atas kasus penyerangan ini akan terungkap berdasarkan kejadian yang menimpa rekannya. Sebelum peristiwa penyiraman air keras, salah satu penyidik KPK mengalami insiden penyerangan dan perampokan. Kasus ini sendiri diduga berkaitan dengan kasus tertentu karena pelaku diduga ingin merampok barang bukti, bukan harta milik penyidik KPK tersebut.

Dari dua peristiwa itu, Novel sempat yakin jika kasusnya ini bakal terungkap. Sebab, ia menganggap pihak Kepolisian sudah mengetahui informasi (rencana) pelaku penyerangan. Tetapi, kemudian optimisme Novel itu semakin menipis karena muncul berbagai keganjilan terhadap pengungkapan kasus penyerangan terhadap dirinya.

“Keganjilan pertama terkait waktu yang lama sekali. Novel ini penyidik yang dulu jadi polisi, jadi tahu persis prosedural, cara kerja dan sebagainya. Kemudian terkait sketsa (wajah pelaku) dengan segala macam dan itu muncul akhirnya pesimis tidak mungkin diselesaikan,” tutur Dahnil.

Karena itu, pihaknya bersama berbagai LSM lain yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil mendesak Presiden Joko Widodo untuk membentuk Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) untuk mengungkap perkara ini. Apalagi, ada dugaan kuat lamanya pengungkapan kasus Novel karena keterlibatan jenderal di Kepolisian dan penyerangan terhadap Novel berkaitan dengan penanganan kasus korupsi tertentu.

Penyerangan seperti Novel memang bukan kali pertama terjadi. Pada 2010 lalu salah satu aktivis anti korupsi dari ICW Tama S Langkun juga pernah mengalami hal yang sama. Tama dibacok sejumlah orang yang tak diketahui identitasnya. Hal itu diceritakan kembali oleh Koordinator ICW Adnan Topan Husodo dalam acara diskusi yang sama.

Topan mengatakan Presiden RI kala itu Susilo Bambang Yudhoyono sempat menjenguk Tama dan memerintahkan aparat Kepolisian untuk mengungkap kasus ini. Namun telah 7 tahun berlalu tidak ada tanda-tanda kasus ini telah akan diselesaikan. Tama saat itu memang sedang mengadvokasi perkara korupsi yang diduga melibatkan sejumlah perwira tinggi Kepolisian.

“Apa yang dialami Novel, Tama, dan penegak hukum lain, memberi sinyal kerja pemberantasan korupsi tidak ringan. Karena yang dihadapi itu orang yang (memiliki) kekuatan besar,” imbuh Topan. Baca Juga: Kapolri Minta Novel Sebut Nama Jenderal yang Terlibat

Sebelum adanya kejadian tersebut, ICW juga menerima informasi dari kepolisian jika ada potensi penyerangan. “Ada info intelijen agar teman ICW waspada. Itu disampaikan tim Kepolisian, tapi serangan tetap terjadi, dan (serangan) itu profesional,” sambungnya.

“Salahkan” Novel
Wakil Ketua Pansus Angket KPK sekaligus anggota Komisi III DPR RI Masinton Pasaribu justru “menyalahkan” sikap Novel yang tidak kooperatif kepada Kepolisian atas penuntasan kasusnya itu. Menurut Masinton, keengganan Novel untuk dimintai keterangan untuk keperluan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) justru menghambat penuntasan kasusnya ini.

“Kepolisian kesulitan mem-BAP beliau. Kepolisian sudah ke Singapura, dua kali saya ingat  untuk proses BAP. Tapi Novel tidak mau karena tidak percaya Kepolisian,” terang Politisi PDI Perjuangan ini.

Bahkan, ketika kesehatan Novel memburuk khususnya di bagian mata, dianggapnya kesalahan Novel sendiri yang seringkali menerima kunjungan awak media sehingga ia kelelahan. Masinton merasa heran, kenapa penyidik yang pernah menangani kasus dugaan korupsi Simulator SIM ini mau melayani awak media, tetapi enggan memberikan keterangan untuk dibuatkan BAP yang tergolong tindakan projustisia.

Masinton juga mengkritik sifat Novel yang kerap kali memberikan keterangan yang dianggap tidak berdasar kepada media. Salah satunya, mengenai dugaan adanya keterlibatan jenderal dalam kasus penyiramannya itu. Tak hanya Novel, para pimpinan KPK juga tidak lepas dari kritiknya karena dianggap tidak pernah melarang anak buahnya berbicara tanpa dasar kepada publik.

“Yang saya sayangkan, pimpinan KPK sampe sekarang tidak mendengar pimpinan KPK mencegah (bawahannya) ngomong sembarangan. Jangankan di lembaga negara, di swasta juga bawahannya ngoceh sembarangan, kan tidak boleh,” katanya.
Tags:

Berita Terkait