Persaingan Kian Ketat, HKHPM Gagas Aturan Biaya Jasa Hukum Pasar Modal dan Keuangan
Utama

Persaingan Kian Ketat, HKHPM Gagas Aturan Biaya Jasa Hukum Pasar Modal dan Keuangan

Pengaturan ini berguna untuk menghindari implikasi kompetisi tak sehat pada kualitas layanan jasa hukum.

Oleh:
Norman Edwin Elnizar
Bacaan 2 Menit
Ketua KPPU, Syarkawi Rauf (kanan) dan narasumber lain dalam seminar yang diselenggarakan HKHPM di Jakarta, Senin (21/8). Foto: EDWIN
Ketua KPPU, Syarkawi Rauf (kanan) dan narasumber lain dalam seminar yang diselenggarakan HKHPM di Jakarta, Senin (21/8). Foto: EDWIN
Persaingan global ikut mempengaruhi layanan jasa hukum. Apalagi jumlah konsultan hukum di dalam negeri terus bertambah, dan berimplikasi pada persaingan antar konsultan hukum. Sejumlah konsultan hukum pasar modal dan keuangan mengharapkan perkembangan iklim kompetitif ini diantisipasi.

Merespons aspirasi anggotanya, Himpunan Konsultan Hukum Pasar Modal (HKHPM) menggagas pengaturan biaya jasa hukum sebagai solusi atas semakin kompetitifnya persaingan layanan jasa hukum pasar modal dan keuangan. Gagasan ini juga mengemuka dalam seminar ‘Persaingan Usaha yang Sehat dalam Jasa Hukum di Indonesia, di Jakarta, Senin (21/8) kemarin.

Ketua Umum HKHPM, Indra Safitri menjelaskan gagasan tersebut sebagai langkah antisipatif agar kualitas layanan jasa konsultan hukum pasar modal yang menyangkut kepentingan publik tidak merosot. “Jasa hukum kita berkaitan dengan kepentingan publik. Kita merasa perlu menetapkan langkah-langkah yang terbaik agar persaingan jasa ini tidak justru melemahkan kualitas layanan,” katanya kepada hukumonline.

(Baca juga: Kepercayaan Klien Adalah Modal Vital Jasa Hukum Advokat).

Indra menambahkan anggota HKHPM yang kian bertambah banyak merasakan adanya penurunan daya tawar harga layanan jasa hukum pasar modal dan keuangan. Ia mencontohkan tawaran-tawaran harga penanganan suatu go public calon klien semakin turun. “Makin lama makin kecil,” ujarnya.

(Baca juga: Presiden Jokowi Minta Perusahaan Go Public Beri Saham ke Karyawan).

HKHPM berharap dapat membuat pedoman penetapan biaya jasa hukum bagi anggotanya. Urgensi penetapan itu berangkat dari kesadaran agar profesi konsultan hukum pasar modal lebih sehat. Tentunya pedoman ini lebih kepada himbauan tanpa adanya sanksi dan bersifat tidak mengikat mutlak. “Kalau ada sanksi kan tidak boleh kata KPPU (Komisi Pengawas Persaingan Usaha),” tambahnya.

Ketua KPPU, Syarkawi Rauf, yang hadir di acara yang sama, memang mewanti-wanti persaingan tidak sehat jasa hukum. Para konsultan hukum perlu melihat rambu-rambu persaingan usaha dalam UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (UU Antimonopoli). Syarkawi mengingatkan HKHPM agar berhati-hati dengan larangan kartel dalam Pasal 11 UU Antimonopoli yang berkaitan dengan kesepakatan tarif di antara pelaku usaha yang bersaing dalam pasar yang sama. “Saya tidak merekomendasikan, di asosiasi ini lebih bikin standar pelayanan minimum di jasa konsultan hukumnya itu seperti apa,” katanya.

Syarkawi berpendapat standar layanan minimum akan berpengaruh pada terciptanya standar tarif rata-rata secara alami ketimbang menetapkan kesepakatan besaran tarif. Sehingga jika yang dikhawatirkan adalah penurunan kualitas layanan akibat penawaran tarif yang bersaing, standar layanan minimum akan menjaga agar persaingan tarif tidak akan merugikan hak klien sebagai pengguna jasa.

Partner dari firma hukum SSEK Legal Consultants, Ira A. Eddymurthy,  berbeda pendapat mengenai payung hukum yang bisa dipakai. Menurut Ira, yang relevan dengan kompetisi harga layanan jasa hukum adalah Pasal 20 UU Antimonopoli tentang penetapan harga sangat rendah untuk mematikan pesaing. Tetapi unsur larangan di pasal 20 pun ternyata tidak bisa digunakan jika melihat lebih jauh karakteristik pengguna jasa hukum, segmentasi pasar tiap kantor hukum, serta spesialisasi keahlian yang memang berbeda.

Ira menyimpulkan pada akhirnya Pasal 20 UU Antimonopoli pun tidak bisa digunakan untuk menyasar persoalan kompetisi harga di antara penyedia layanan jasa hukum. Ia justru melihat para konsultan hukum bekerja profesional dan rukun dalam menjalankan profesi. “Saya tidak melihat (unsur-unsur larangan) ini ada di firma hukum, kita (konsultan hukum pasar modal) rukun-rukun saja,” katanya.

Managing partner firma hukum Lubis Ganie Surowidjojo (LGS), Mohamed Idwan Ganie, berpendapat persoalan utamanya ialah pekerjaan konsultan hukum pasar modal perlu untuk ditambah. Apakah jumlah konsultan hukum pasar modal keuangan akan terus ditambah meskipun volume pekerjaannya tidak banyak berubah? “Saya kira kalau khusus untuk HKHPM kita rasakan semuanya, kerjaannya yang kurang,” ujarnya kepada hukumonline.

Menurut Ganie, perusahaan go public yang ditangani konsultan hukum pasar modal terbatas; dan sebaliknya jumlah konsultan terus bertambah. “Mungkin yang harus dipikirkan adalah memperbanyak kerjaannya, kuenya diperbesar,” lanjutnya.

Ganie mencontohkan dengan cara mengusulkan kepada regulator agar diatur audit hukum secara rutin pada setiap perusahaan terbuka seperti adanya kewajiban audit keuangan rutin. Jika dikaitkan dengan kualitas layanan, kata dia, HKHPM sudah memiliki standar profesi yang sudah cukup baik.

(Baca juga: Sertifikasi Auditor Hukum Diakui Pemerintah).

Dalam seminar ini HKHPM membandingkan mekanisme yang berlangsung di sektor jasa audit keuangan oleh Akuntan Publik yang dalam peraturan asosiasi profesinya telah bersepakat mengatur indikator batas bawah tarif imbalan jasa. Meskipun memang penetapan imbalan jasa yang lebih rendah dari batas bawah tersebut bukan pelanggaran kode etik selama dapat dibuktikan standar teknis dan profesi mereka masih terpenuhi.
Tags:

Berita Terkait