Jejak Duit e-KTP "Mampir" di Singapura Hingga Paper Company, Untuk Siapa?
Utama

Jejak Duit e-KTP "Mampir" di Singapura Hingga Paper Company, Untuk Siapa?

Anggota konsorsium pemenang proyek e-KTP pernah mengirimkan uang sebesar AS$2 juta kepada seseorang bernama Made Oka Masagung melalui beberapa perusahaan, baik di dalam maupun di luar negeri.

Oleh:
Novrieza Rahmi
Bacaan 2 Menit
Terdakwa pengusaha Andi Agustinus atau Andi Narogong saat menjalani sidang perdana kasus korupsi e-KTP di Pengadilan Tipikor Jakarta (14/8). Foto: RES
Terdakwa pengusaha Andi Agustinus atau Andi Narogong saat menjalani sidang perdana kasus korupsi e-KTP di Pengadilan Tipikor Jakarta (14/8). Foto: RES
Sidang perkara terdakwa korupsi e-KTP, Andi Agustinus alias Andi Narogong mengungkap fakta baru mengenai aliran duit e-KTP. "Jejak" duit e-KTP sempat terendus "mampir" di perusahaan Singapura hingga perusahaan yang diyakini penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai "paper company ".

Bukti-bukti mengenai aliran dana tersebut diperkuat dengan keterangan salah seorang saksi, yaitu bagian keuangan PT Quadra Solution Willy Nusantara Najoan yang dihadirkan penuntut umum di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (25/9). PT Quadra sendiri merupakan anggota konsorsium Percetakan Negara Republik Indonesia (PNRI). Baca Juga: Andi Agustinus Juga Didakwa Rugikan Negara Rp2,3 Triliun

Konsorsium yang terdiri dari Perusahaan Umum (Perum) PNRI, PT Len Industri, PT Quadra Solution, PT Sucofindo, dan PT Sandipala Artha Putra ini adalah pemenang proyek Pengadaan Paket Penerapan Kartu Tanda Penduduk Berbasis Nomor Induk Kependudukan Secara Nasonal (e-KTP) pada Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) tahun 2011-2012.

Willy mengatakan, dalam pelaksanaan proyek e-KTP, sesuai pembagian tugas konsorsium, PT Quadra menangani sebagian pekerjaan pengadaan hardware, software, serta melakukan implementasi di lapangan. Untuk hardware berupa PC, PT Quadra menggunakan produk bermerek HP dan untuk database menggunakan Oracle.

Sementara, untuk software Automated Fingerprint Identification System (AFIS), PT Quadra menggunakan produk dari perusahaan yang dibawa Johannes Marliem, PT Biomorf Lone Indonesia. PT Quadra juga pernah bertransaksi dengan Biomorf Mauritius untuk menalangi pembelian perangkat yang seharusnya menjadi tanggung jawab PT Len Industri.

Willy mengaku, nilai proyek e-KTP yang dikerjakan PT Quadra, baik secara langsung maupun tidak langsung berjumlah sekitar Rp1,9 triliun. Dari total uang yang diterima PT Quadra, sebesar Rp140 miliar disetorkan kepada manajemen bersama. Lalu, berdasarkan audit perusahaan tahun 2016, PT Quadra mendapat keuntungan sebesar Rp79 miliar.

Namun, sebelum pelaksanaan proyek e-KTP, PT Quadra sempat terkendala masalah permodalan. Lantas, konsorsium mencari opsi-opsi pendanaan. Salah satu opsi yang ditempuh PT Quadra adalah dengan mendatangi Made Oka Masagung.

"Saya pertama kali kenal beliau (Oka) pada saat diajak Pak Anang. Kita ke Sinar Mas Financial. Saya, Pak anang, sama Pak Paulus ketemu dengan Pak Oka. Itu kurang lebih di bulan Juli 2011. Setelah kontrak, pada saat yang sama, saat itu tidak dapat uang muka. Kemudian,kita coba eksplor opsi-opsi untuk pendanaan," kata Willy.

Sepengetahuan Willy, Oka merupakan seorang konsultan keuangan yang memiliki kemampuan finansial dan jaringan. Dengan jejaring tersebut, Oka memperkenalkan Direktur Utama PT Quadra Anang Sugiana Sudiharjo, Willy, dan Direktur Utama PT Sandipala, Paulus Tanos kepada pihak Sinar Mas Finance.

Hubungan dengan Oka pun berlanjut. KPK menemukan barang bukti mengenai keberadaan sebuah perusahaan bernama Multicom Investmen, Pte Ltd di Singapura yang terafiliasi dengan PT Quadra. Multicom diduga sebagai sister company dari PT Quadra. Keterkaitan Multicom dengan PT Quadra ini diakui oleh Willy.

Menurutnya, dahulu Anang bercerita bahwa Multicom dibentuk untuk perusahaan investasi, meski akhirnya tidak jalan. Walau begitu, Anang melalui Multicom sempat bertransaksi dengan Oka. Multicom mengirimkan uang sejumlah AS$2 juta kepada Oka melalui sebuah perusahaan di Singapura bernama Delta Energy pada akhir 2012.

"Itu untuk pembelian saham. Saya juga terakhir baru baca, namanya Neural Pharmaceutical," imbuhnya.

Mendengar penuturan Willy, penuntut umum Abdul Basir langsung membetulkan, "Neuraltus Pharmaceuticals".

"Itu perusahaan apa Pak? Dan, perusahaan benaran nggak?" tanya Basir yang dijawab oleh Willy, "Saya tidak tahu. Tapi, yang saya pahami, itu perusahaan untuk research obat". Baca Juga: Gamawan: Saya Tidak Kenal Andi Agustinus

Willy menyatakan, sesuai penyampaian Oka kepada Anang, Neuraltus Pharmaceuticals sedang menjalani fase akhir pengujian obat. Dalam jangka waktu satu tahun, obat itu dijanjikan akan mendapat persetujuan dari Food and Drug Administration (FDA) Amerika Serikat, sehingga bisa dijual di pasaran.

"Tapi, ternyata dalam satu tahun, proses-proses penelitian itu mundur, sehingga Pak Anang bilang, 'Ya sudah, kita batal saja'. Kemudian Pak Oka mengirimkan balik AS$2 jutanya. (Uang dikirim kembali setelah) Satu tahun. AS$1,85juta dan AS$150 ribu dalam bentuk cash. Iya full," ujarnya.

Willy menjelaskan, uang AS$2 juta tersebut bersumber dari deviden yang dibagikan PT Quadra kepada PT Quantum Teknologi Mandiri selaku pemegang saham. PT Quantum memperoleh deviden sekitar Rp31 miliar dari berbagai proyek yang dikerjakan PT Quadra, termasuk e-KTP. Proyek e-KTP diakui Willy sebagai proyek terbesar yang dikerjakan PT Quadra saat itu.

Penuntut umum mencurigai aliran dana AS$2 juta itu bukan ditujukan untuk keperluan membeli saham. Sebab, perusahaan yang digunakan untuk bertransaksi diduga merupakan perusahaan "abal-abal". "Itu (Neuraltus Pharmaceuticals) bagian dari Biotech. Yang benaran ada, yang abal-abal juga sepertinya ada," ucap Basir saat melontarkan pertanyaan kepada Willy.

Lebih dari itu, Basir juga mengatakan, pengembalian uang AS$2 juta ternyata bukan setahun setelah pengiriman seperti yang diklaim oleh Willy, melainkan lebih dari setahun. Pengembalian uang AS$2 juta diduga baru dilakukan sekitar 2014.

Sebagaimana diketahui, pada 2014, KPK mulai melakukan penyidikan terhadap kasus korupsi e-KTP. Ketika itu, KPK menetapkan Direktur Pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan Kementerian Dalam Negeri Sugiharto sebagai tersangka. Beberapa tahun kemudian, KPK menetapkan Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kemendagri, Irman sebagai tersangka.

Paper company
Penuntut umum Irene Putri menerangkan, KPK menemukan bukti transaksi kepada Oka. Ada pembelian perusahaan yang diyakini penuntut umum sebagai perusahaan "paper company". "Jadi, perusahaan riilnya, itu memang ada. Kalau ingat, misalnya dulu pada perkara Pertamina, ada perusahaan Octel. (Octel) Itu perusahan riilnya. Kemudian, ada Octel Global. Nah, itu perusahaan abal-abalnya," tuturnya.

Irene menegaskan, penuntut umum telah mengantongi semua bukti urut-urutan transaksi, mulai dari pengiriman hingga pengembalian. Ketika ditanyakan apakah transaksi kepada Oka berkaitan dengan Ketua DPR Setya Novanto yang kini berstatus sebagai tersangka kasus e-KTP, ia enggan berkomentar lebih jauh. "Nanti kita lihat," tandasnya.

Kaitan antara Oka dan Setya Novanto memang belum tergambar jelas dalam sidang perkara Andi Narogong. Begitu juga dengan tujuan sebenarnya pemberian uang AS$2 juta kepada Oka. Namun, keterkaitan itu sedikit terungkap dalam sidang praperadilan Setya di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Baca Juga: ‘Tercium’ Persengkongkolan Proyek e-KTP, Siapa Andi Narogong?

Berdasarkan jawaban KPK atas permohonan praperadilan Setya, penyidik KPK telah mengumpulkan bukti-bukti lebih dari 1100 dokumen. Dari bukti-bukti yang diperoleh penyidik, terdapat bukti yang menunjukan adanya transaksi dari PT Quantum kepada Multicom. Ada pula bukti keterkaitan antara Setya dan Oka. Berikut beberapa daftar bukti yang dilampirkan dalam jawaban KPK:
No Bukti
1 Permohonan pengiriman uang Bank Mandiri dari PT Quantum Teknologi Mandiri ke Multicom Investmen, Pte Ltd sebesar AS$3 juta atau setara dengan Rp28.950.080.000
2 Aplikasi setoran Bank Mandiri tanggal 6 Desember 2012 dari PT Quantum Teknologi Mandiri ke Multicom Investmen, Pte Ltd sebesar Rp31.814.725.413
3 Tanda terima pinjaman uang sebesar Rp1.000.000.000 dari Drs Setya Novanto kepada Bapak Oka tanggal 6 Mei 2011

Tak hanya membeberkan daftar bukti, KPK, dalam jawabannya di sidang praperadilan Setya juga mengungkapkan sejumlah fakta yang menunjukan keterlibatan Setya dalam kasus korupsi e-KTP. Termasuk, fakta-fakta mengenai pertemuan Setya dengan Irman, Sugiharto, Diah Anggraini (dahulu Sekretaris Jenderal Kemendagri), dan Andi Narogong.

Berdasarkan fakta-fakta tersebut, penyidik meyakini Setya sebagai orang yang diduga turut serta menyempurnakan delik bersama-sama Irman, Sugiharto, Diah, dan Andi Narogong. Bahkan, Andi Narogong disebut bertindak untuk dan atas nama Setya. Sebagai kompensasi, Setya dan Andi diduga bersepakat agar Setya mendapatkan fee dari pekerjaan proyek e-KTP. Dahulu, Setya merupakan Ketua Fraksi Partai Golkar di DPR.

Selain itu, masih berdasarkan jawaban KPK di sidang praperadilan Setya, Setya diduga pernah meminta fee secara langsung kepada salah satu anggota konsorsium. Realisasi pemberian fee diduga dibayarkan setelah pencairan termin kelima (termin II tahun 2012) yang diambil dari uang pembayaran salah satu anggota konsorsium dengan cara disamarkan menggunakan beberapa layering berupa beberapa perusahaan di dalam maupun di luar negeri.

Perusahaan apa yang dimaksud? Tidak diungkapkan secara detil. Apa dugaan fee ini berkaitan dengan uang AS$2 juta yang dikirimkan PT Quadra kepada Oka? Itu juga belum jelas. Yang pasti, berdasarkan fakta persidangan dalam perkara Andi Narogong, ada uang sejumlah AS$2 juta yang dikirimkan pihak PT Quadra selaku anggota konsorsium kepada Oka melewati beberapa perusahaan, baik di dalam maupun di luar negeri.

Pertama, PT Quadra membagikan keuntungan dalam bentuk deviden kepada PT Quantum. Lalu, PT Quantum mengirimkannya kepada Multicom. Dari Multicom, uang AS$2 juta dikirimkan lagi kepada Oka melalui sebuah perusahaan di Singapura bernama Delta Energy. Nah, uang ini diklaim untuk membeli saham perusahaan bernama Neuraltus Pharmaceuticals.
Tags:

Berita Terkait