Besaran Tarif Cukai Rokok Diusulkan Lebih dari 57 Persen
Berita

Besaran Tarif Cukai Rokok Diusulkan Lebih dari 57 Persen

Kebijakan cukai ditujukan untuk membatasi secara ketat peredaran dan pemakaian produk yang berdampak negatif bagi kesehatan masyarakat.

Ady TD Achmad
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi larangan merokok. Ilustrator: BAS
Ilustrasi larangan merokok. Ilustrator: BAS

Pemerintah berketetapan hati menaikkan cukai rokok mulai 1 Januari 2018 mendatang. Pemerintah sudah membahas kenaikan itu melalui rapat internal Pemerintah yang dipimpin langsung Presiden Joko Widodo pada 19 Oktober lalu. Jadi, mulai tahun depan cukai rokok naik 10,04 persen dari cukai yang berlaku saat ini.

 

Peneliti Lembaga Demografi Universitas Indonesia, Abdillah Ahsan, mengatakan besaran kenaikan itu lebih kecil ketimbang tahun lalu 11,19 persen. Walau begitu ia mengapresiasi upaya pemerintah menaikkantarif cukai setiap tahun. Menurut Abdillah, pemerintah berpeluang besar menaikkantarif cukai rokok lebih tinggi. UU No.39 Tahun 2007 tentang Perubahan Atas UU No. 11 Tahun 1995 tentang Cukai mengatur besaran cukai paling tinggi untuk hasil tembakau yaitu 57 persen dari harga dasar yang menggunakan patokan harga jual eceran. Dia menghitung tarif cukai rokok saat ini masih 35 persen dari batas atas 57 persen itu. Jika kenaikan tahun depan 10,04 persen maka kenaikan tarif untuk setiap jenis rokok berkisar antara Rp8-Rp55 dari besaran tarif yang berlaku sekarang.

 

Harga rokok termurah sampai termahal saat ini Rp400-Rp1.215. Harga itu, kata Abdillah, tergolong sangat murah dan masih dapat dijangkau masyarakat termasuk anak dan remaja. Murahnya harga rokok membuat 89 persen pangsa pasar rokok di Indonesia dikuasai oleh rokok mahal.

 

Melihat kondisi itu Abdillah berpendapat tarif cukai yang dikenakan untuk rokok pada saat ini belum mampu mencapai tujuan pengenaan cukai. Buktinya, rokok masih mudah dijangkau masyarakat sekalipun untuk jenis rokok dengan harga paling mahal. “UU Cukai menyebut pengenaan tarif cukai tinggi karena sifat atau karakteristiknya berdampak negatif bagi kesehatan dibatasi secara ketat peredaran dan pemakaiannya,” katanya dalam diskusi di Jakarta, Senin (23/10).

 

(Baca juga: Bertentangan dengan UU, YLKI Minta Pelarangan Pencantuman Harga di Iklan Rokok).

 

Mengacu UU Cukai, Abdillah menekankan pengenaan tarif tinggi itu maksudnya untuk membatasi konsumsi. UU Kesehatan memasukan tembakau dan produk turunannya sebagai zat adiktif sehingga penggunaannya diarahkan agar tidak mengganggu dan membahayakan kesehatan dan lingkungan. Harga murah membuat masyarakat berpandangan rokok boleh dikonsumsi.

 

Abdillah yakin dengan mematok harga rokok menjadi sangat mahal, tingkat konsumsinya akan turun. Salah satu upaya yang bisa dilakukan pemerintah untuk menaikkanharga rokok yakni menaikkantarif cukainya lebih dari 57 persen. Tarif sebesar 57 persen itu membatasi ruang gerak pemerintah untuk menaikkanharga rokok menjadi lebih tinggi. Itu sejalan dengan kepentingan pemerintah untuk membatasi secara ketat peredaran dan pemakaian rokok yang merupakan zat adiktif.

 

Ekonom sekaligus Ketua Dewan Penasihat Komnas Pengendalian Tembakau, Emil Salim, mendesak pemerintah untuk menaikkantarif cukai rokok sehingga harga eceran rokok tidak mampu dijangkau oleh anak dan remaja. Menurutnya, zat adiktif yang terkandung dalam rokok menghambat perkembangan otak di usia muda. Apalagi Indonesia akan mengalami bonus demografi dimana jumlah usia muda lebih banyak. Oleh karenanya penting untuk menjaga kualitas mereka dan salah satu yang mengancam yakni rokok.

Tags:

Berita Terkait