Kritik ICLA atas Perkom Baru KPPU soal Merger Aset
Utama

Kritik ICLA atas Perkom Baru KPPU soal Merger Aset

Perkom 3/2019 dinilai tak tertib hukum lantaran memasukan norma baru yang tak diatur di tingkat undang-undang maupun PP.

Oleh:
Hamalatul Qur'ani
Bacaan 2 Menit
Gedung KPPU di Jakarta. Foto: RES
Gedung KPPU di Jakarta. Foto: RES

Baru 21 hari berjalan, Perkom KPPU No. 3 Tahun 2019 tentang Penilaian terhadap Penggabungan atau Peleburan Badan Usaha dan Pengambilalihan Saham Perusahaan yang Dapat Mengakibatkan Terjadinya Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat yang diundangkan pada 3 Oktober lalu sudah menuai kritik.

 

Pasalnya, Perkom a quo dinilai tak tertib hukum lantaran memasukan norma baru yang tak diatur di tingkat undang-undang maupun PP. Selain itu, kritik juga ditujukan atas definisi aset yang terlalu luas, pertimbangan pengajuan remedies yang ditetapkan sepihak oleh KPPU termasuk soal kewajiban melengkapi dokumen untuk memperoleh pernyataan ‘telah melakukan notifikasi’.

 

Ketua Indonesian Competition Lawyer Association (ICLA), Asep Ridwan, agak menyayangkan KPPU mengatur soal notifikasi merger aset di tingkat Perkom. Secara tertib hukum, katanya, kewajiban mengenai hal apa saja yang wajib dilaporkan itu bukanlah merupakan kompetensi KPPU, melainkan ada di ranah undang-undang.

 

Sementara di tingkat UU 5/1999 dan PP 57/2010 yang wajib dilaporkan hanyalah saham. (vide; Pasal 28 ayat (2)). Ditambah lagi, tak satupun norma dalam UU maupun PP yang memberi wewenang kepada KPPU untuk bisa mengeluarkan kewajiban baru (notifikasi merger aset).

 

“Konteks pengambilalihan di sana adalah saham, jelas sekali. Kok bisa KPPU menambahkan suatu kewajiban baru yang tidak ada landasan hukumnya?” tukasnya.

 

(Baca: Perkom Baru Mulai Berlaku, Kini Akuisisi Aset Wajib Lapor KPPU)

 

Bila merujuk PP 57/2010, kondisi dimana KPPU dapat mengatur lebih lanjut ketentuan yang sudah diatur dalam PP hanyalah terbatas pada konteks melakukan penilaian (vide; Pasal 3) dan konteks konsultasi (vide; Pasal 12).

 

Pasal 3:

(2) Penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan menggunakan analisis: a. konsentrasi pasar; b. hambatan masuk pasar; c. potensi perilaku anti persaingan; d. efisiensi; dan/atau e. kepailitan.

(3) Dalam hal tertentu, Komisi dapat melakukan penilaian dengan menggunakan analisis selain sebagaimana dimaksud pada ayat (2).

(4) Analisis sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan Peraturan Komisi.

Pasal 12:

Ketentuan lebih lanjut mengenai konsultasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 dan Pasal 11 diatur dengan Peraturan Komisi.

Tags:

Berita Terkait