Dalam Peringatan Gerakan Nasional 22 Tahun Gerakan Nasional Anti Pencucian Uang, Pencegahan Pendanaan Terorisme dan Pendanaan Proliferasi Senjata Pemusnah Massal (APU-PPT- PPSPM) pada Rabu (17/4), Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengapresiasi masuknya Indonesia sebagai anggota ke-40 financial action task force (FATF). Dia berharap hal tersebut menjadi momentum peningkatan pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang (TPPU).
Selain itu, dia menyampaikan kredibilitas ekonomi nasional juga semakin meningkat dan persepsi mengenai sistem keuangan semakin baik serta positif. "Karena ini merupakan pengakuan dunia internasional atas efektivitas regulasi kita, atas efektivitas koordinasi kita, atas efektivitas implementasi di lapangan terhadap anti pencucian uang dan juga pendanaan terorisme di negara kita Indonesia,” ujar Jokowi di Istana Negara, Jakarta.
Dengan keanggotaan tersebut, terdapat sejumlah pekerjaan yang harus dilakukan Indonesia. Jokowi menegaskan penanganan TPPU harus komprehensif dilakukan. Indonesia lebih maju membangun kerja sama internasional dalam memperkuat regulasi dan transparansi, menegakkan hukum yang tanpa pandang bulu, serta pemanfaatan teknologi.
Baca Juga:
- Melihat Upaya Kemenkeu dan PPATK dalam Pemberantasan TPPU dan TPPT
- Beragam Cara Mencegah dan Memberantas Tindak Pidana Ekonomi
Jokowi juga mengatakan bahwa pola baru berbasis teknologi dalam TPPU harus terus diwaspadai. Bahkan berdasarkan Data Crypto Crime Report, ditemukan adanya indikasi pencucian uang melalui aset kripto sebesar 8,6 miliar Dolar AS di tahun 2022 atau setara Rp139 triliun.
“Ini bukan besar, tapi besar sekali. Ini artinya pelaku TPPU terus-menerus mencari cara-cara baru,” tegasnya.
Selain TPPU, Presiden juga mengingatkan jajarannya untuk terus waspada terhadap ancaman pendanaan terorisme. Menurut Presiden, ancaman pendanaan terorisme harus terus dipantau dan dicegah.