Developer Tak Bisa Dipailit/PKPU, SEMA 3/2023 Dinilai Halangi Hak Hukum Kreditur Cari Keadilan
Terbaru

Developer Tak Bisa Dipailit/PKPU, SEMA 3/2023 Dinilai Halangi Hak Hukum Kreditur Cari Keadilan

Konsumen masih memiliki upaya hukum lain yakni berupa gugatan perdata untuk mendapatkan keadilan, namun langkah itu tidak efisien mengingat banyaknya jumlah konsumen perumahan yang mencapai ribuan.

Fitri Novia Heriani
Bacaan 3 Menit
Managing Partner Arifudin & Susanto Partnership, Muhamad Arifudin. Foto: Istimewa
Managing Partner Arifudin & Susanto Partnership, Muhamad Arifudin. Foto: Istimewa

Belum lama ini, Mahkamah Agung (MA) menerbitkan Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) No.3 Tahun 2023 tentang Pemberlakuan Rumusan Hasil Rapat Pleno Kamar Mahkamah Agung Tahun 2023 Sebagai Pedoman Pelaksanaan Tugas Bagi Pengadilan. Namun belakangan SEMA ini menimbulkan polemik.

Hal ini disebabkan karena salah satu poin dalam SEMA 3/2023 tersebut mengatur terkait kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU), yakni menyoal kamar perdata khusus, di mana pengembang atau developer apartemen/rumah susun tak dapat dimohonkan pailit dan PKPU.

Secara rinci, SEMA 3/2023 menyebut permohonan pailit maupun PKPU terhadap pengembang (developer) apartemen dan/atau rumah susun tidak memenuhi syarat sebagai pembuktian secara sederhana sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Pasal 8 ayat (4) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.

Baca Juga:

Menurut kurator Muhamad Arifudin, kepailitan dan PKPU merupakan salah satu jalan keluar bagi perusahaan-perusahaan yang tengah mengalami kesulitan keuangan. Mekanisme ini bisa merestrukur tagihan perusahaan secara legal dan memberikan kepastian hukum bagi para kreditur.

Jika kemudian SEMA 3/2023 menyebut bahwa properti/developer tidak bisa dimohonkan kepailitan/PKPU, Arifudin menilai hal itu menghalangi hak kreditur atau konsumen untuk mencari keadilan. Dia mengakui konsumen masih memiliki upaya hukum lain yakni berupa gugatan perdata untuk mendapatkan keadilan, namun langkah itu tidak efisien mengingat banyaknya jumlah konsumen perumahan yang mencapai ribuan.

“Saya lebih cenderung ke yang tidak setuju dengan pemberlakuan SEMA 3/2023 itu. Karena itu menghalangi hak hukum orang. Soal kepatian hukum, soal pembayaran, soal kepastian pembangunan. Kalau harus melalui perdata itu enggak efisien, balik lagi ke era sebelum 1998. Konsumen yang paling dirugikan, kemana lagi harus mengajukan, perdata? Selesai perdata satu, gugat satu, enggak efisien. Mau ada berapa ribu gugatan kalau satu tower ada 300-500 unit,” kata Managing Partner pada kantor hukum Arifudin & Susanto Partnership kepada Hukumonline, Selasa (7/5).

Tags:

Berita Terkait