Dewan Pers Akan Diusulkan Jadi Mediator
Berita

Dewan Pers Akan Diusulkan Jadi Mediator

Gugatan penggugat bukan masalah pelanggaran kode etik jurnalistik, melainkan perbuatan melawan hukum.Dewan Pers bisa saja menjadi mediator selama para pihak setuju. Kalau jadi ditunjuk, baru kali ini Dewan Pers menangani pengaduan media asing.

CRN
Bacaan 2 Menit
Dewan Pers Akan Diusulkan Jadi Mediator
Hukumonline

 

Karena itu, Arief belum dapat memberi keterangan lebih lanjut tentang hal ini. Kami belum tahu dan kita juga belum tentu setuju untuk menyelesaikan ini lewat Dewan Pers, akunya.

 

Dewan Pers sebagai mediator

Terlepas dari persoalan itu, anggota Indonesia Institute for Conflict Transformation yang membantu penyusunan Perma No. 2/ 2003, Mas Achmad Santosa menuturkan penunjukan Dewan Pers sebagai mediator tidak menyalahi ketentuan Perma Nomor 2 Tahun 2003. Pengadilan memang menyediakan nama-nama hakim mediator, tetapi para pihak bisa menunjuk mediator di luar dari yang disediakan pengadilan. Dan itu tidak bertentangan dengan Perma ujar Mas Achmad.

 

Ia menjelaskan mediasi itu sangat fleksibel, sehingga mediator tidak harus dijalankan oleh pihak yang telah disertifikasi berdasarkan Perma No. 2/2003, asalkan disepakati oleh para pihak. Konsekuensinya, pengadilan tidak wajib memberikan fasilitas untuk  mediasi, biaya mediasi ditanggung kedua belah pihak, terang Mas Achmad.

 

Hal senada juga diungkapkan oleh Anggota Dewan Pers Abdullah Alamudi. Dihubungi per telepon, ia menuturkan bahwa pihaknya bersedia  membantu penyelesaian perselisihan antara Richard Ness dengan New York Times. Tentunya sepanjang keduanya sepakat dan bersedia mematuhi keputusan Dewan Pers.

 

Sepanjang pengadu dan media yang diadukan sepakat menunjuk Dewan Pers sebagai mediator dan bersedia mematuhi putusan yang dikeluarkan Dewan Pers, ya kami akan membantu menyelesaikan perselisihan tersebut, meski media yang diadukan adalah media asing, terang Alamudi.

 

Hal ini menurutnya sesuai dengan ketentuan Pasal 15 UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, dimana salah satu fungsi Dewan Pers adalah memberikan pertimbangan dan mengupayakan penyelesaian pengaduan masyarakat atas kasus-kasus yang berhubungan dengan pemberitaan pers.

 

Dalam menyelesaikan perselisihan, Dewan Pers akan menempuh beberapa tahapan.  Setelah ditunjuk, Dewan Pers akan membaca tulisan yang dipersoalkan dan meminta pengadu untuk menjelaskan duduk persoalan serta harapannya terhadap Dewan Pers. Setelah itu kita meneliti tulisan yang dipersoalkan, apakah ada pelanggaran kode etik jurnalistik disitu. Baru kemudian membuat keputusan yang diumumkan kepada masyarakat, beber Alamudi. Jika keputusan itu tidak kunjung dijalankan, menurut Alamudi, barulah para pihak berhak mengajukan gugatan.

 

Lebih lanjut ia menuturkan dalam menyelesaikan perselisihan, Dewan Pers akan menggunakan Kode Etik Jurnalistik Indonesia sebagai rujukan. Meski medianya adalah media asing, kami tetap akan melihat pada Kode Etik Jurnalistik Indonesia,. Sebab Kode Etik Jurnalistik negara demokrasi manapun pada dasarnya adalah sama, yakni penghargaan terhadap sesama, terangnya.

 

Meski demikian, ia mengaku jika jadi ditunjuk sebagai mediator, maka  hal ini adalah pengalaman pertama bagi Dewan Pers. Dewan Pers telah banyak membantu perselisihan menyangkut pemberitaan di media massa, dan dalam banyak kasus Keputusan Dewan Pers telah banyak diterima. Namun untuk yang pihaknya asing, ya baru ini, akunya.

 

Surat kuasa asli

Sementara itu, Darwin mengaku telah menerima surat kuasa dari  Vice President and Asisstant General Counsel New York Times David E. Mc Craw. Saya dihubungi tanggal 21 Juni 2005. Baru pada hari Senin berikutnya (25/06) saya menerima email dan fax surat kuasa yang ditandatangani David dan Jane (Parlez). Surat kuasa asli sedang dalam perjalanan, ujar Darwin seraya memperlihatkan email surat kuasa yang diterimanya.

 

David meminta agar mediasi dapat ditunda hingga surat kuasa asli berada di tangannya. Majelis sempat menolak permohonan ini karena surat kuasa hanya merupakan persyaratan formal, bukan materil. Namun akhirnya permohonan Darwin dikabulkan majelis. Karenanya, sebelum mediator ditunjuk pada sidang berikutnya, ia berkesempatan membereskan urusan surat kuasa asli terlebih dahulu.

Setelah sempat tertunda beberapa kali hingga diadakan pemanggilan melalui media, sidang gugatan Presiden Direktur Newmont Richard Bruce Ness terhadap surat kabar The New York Times tampaknya menemui titik terang. Diwakili kuasa hukumnya, Darwin Aritonang dari Kantor Hukum Gani Djemat & Partners, New York Times hadir memenuhi panggilan sidang yang digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin (02/07).

 

Sesuai Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 2 Tahun 2003, kedua belah pihak harus menempuh jalur mediasi terlebih dahulu. Dalam sidang itu Hakim Zulfahmi memberi kesempatan para pihak untuk menunjuk mediator. Usai sidang, kepada hukumonline Darwin menerangkan bahwa pihaknya akan menunjuk Dewan Pers sebagai mediator. Kami memang kenal beberapa orang Dewan Pers, tetapi kami belum konfirmasi, yang jelas dari Dewan Pers, terang Darwin.

 

Namun, rencana ini ditampik kuasa hukum penggugat, Arief T. Surowidjojo. Dihubungi per telepon, ia menegaskan gugatan bukan masalah pelanggaran kode etik jurnalistik. Melainkan masalah perbuatan melawan hukum sebagaimana dimaksud Pasal 1365 KUH Perdata.

 

Memang, saya tahu bahwa itu akan dibawa ke arah sana (pelanggaran kode etik, red). Keputusan Dewan Pers nantinya akan menyangkut ada atau tidaknya pelanggaran etika jurnalistik. Tetapi bukan itu yang kita tuntut. Gugatan kita adalah gugatan perbuatan melawan hukum-bukan etika pers atau masalah jurnalistik, tegasnya.

Halaman Selanjutnya:
Tags: