PERADI Diproyeksikan Menjadi Mitra Kerja Komisi III DPR
Berita

PERADI Diproyeksikan Menjadi Mitra Kerja Komisi III DPR

Salah satu permasalahan mendasar yang mengganjal adalah terkait anggaran negara karena pengukuhan sebagai mitra kerja akan membawa konsekuensi pengalokasian anggaran negara untuk PERADI.

Rzk
Bacaan 2 Menit
PERADI Diproyeksikan Menjadi Mitra Kerja Komisi III DPR
Hukumonline

 

Kendala anggaran

Anggota Komisi III Gayus Lumbuun mengamini informasi yang disampaikan oleh Otto. Gayus menjelaskan salah satu dasar pertimbangan Komisi III adalah karena Pasal 5 ayat (1) UU Advokat telah ditegaskan statusnya sebagai penegak hukum. Pada bagian penjelasan bahkan ditegaskan kembali bahwa advokat kedudukannya setara dengan penegak hukum lainnya dalam menegakkan hukum dan keadilan. Karena mereka adalah penegak hukum juga, jadi kami (Komisi III, red.) anggap layak dijadikan mitra kerja Komisi III, tambahnya.

 

Dasar pertimbangan kedua adalah terkait peran strategis yang dimainkan advokat dalam proses peradilan. Dengan peran tersebut, Komisi III berharap akan mendapat masukan seputar pelaksanaan proses peradilan, khususnya kasus-kasus yang menarik perhatian masyarakat, seperti korupsi dan pembalakan liar.

 

Gayus mengutarakan pengukuhan PERADI sebagai mitra kerja sebenarnya sudah diproyeksikan sejak lama. Namun sayangnya, rencana tersebut tidak kunjung terealisir. Masih dalam proses pembahasan, imbuhnya. Salah satu permasalahan mendasar yang mengganjal adalah terkait anggaran negara. Menurut Gayus, pengukuhan PERADI sebagai mitra kerja Komisi III akan membawa konsekuensi pengalokasian anggaran negara untuk PERADI.

 

Komisi III masih akan merumuskan skema pengalokasian anggaran negara yang sesuai dengan karakteristik PERADI. Gayus berpendapat penggunaan anggaran negara untuk PERADI tidak bisa disamakan dengan lembaga lain yang memang sumber utama keuangannya berasal dari negara. Kalau KON (Komisi Ombudsman Nasional, red.) bisa milyaran, PERADI tidak perlu segitunya, karena mereka tidak gaji oleh negara. Kalaupun ada anggaran nanti lebih dialokasikan untuk hal-hal seperti bantuan hukum secara cuma-cuma, tandasnya.

 

Sejauh ini, Gayus mengaku belum pernah ada pembahasan dengan Departemen Keuangan selaku pengelola keuangan negara. Walaupun tidak berani menargetkan waktu, Gayus berkomitmen untuk merealisasikan rencana ini. Dia yakin akan didukung pula oleh anggota Komisi III lainnya, khususnya yang berasal dari kalangan advokat. Kalau Komisi III telah memutuskan secara bulat, akan segera kami ajukan ke rapat paripurna untuk disahkan, pungkasnya.

 

Apa pentingnya?

Mengomentari wacana ini, Ronald Rofiandri, Peneliti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK), mempertanyakan urgensi ditetapkannya PERADI sebagai mitra kerja Komisi III. Ronald berpendapat pada dasarnya tidak ada garis pertanggungjawaban antara Komisi III dan PERADI sehingga tidak ada dasar untuk menjadikan keduanya bermitra kerja. Lebih baik seperti yang terjadi selama ini, PERADI dipanggil ke DPR dalam kapasitasnya sebagai pemberi masukan seputar perkembangan hukum yang menjadi concern Komisi III, tambahnya.

 

Permasalahannya memang tidak ada pengaturan yang secara detil mengenai mitra kerja, baik itu kedudukan maupun mekanismen penetapannya. Namun, berdasarkan praktek yang ada, Ronald mengidentifikasi setidaknya ada tiga kriteria yang digunakan Komisi-Komisi di DPR dalam menetapkan mitra kerja mereka. Pertama, adanya penggunaan anggaran negara sehingga Komisi merasa berkepentingan untuk meminta pertanggungjawaban pemakaiannya. Kedua, Komisi ingin mengetahui perkembangan hukum tertentu serta pelaksanaan peraturan perundang-undangan. Ketiga, adanya kasus-kasus yang menarik perhatian.

 

Faktanya, PERADI tidak menggunakan anggaran negara, jadi pengukuhan sebagai mitra kerja patut dikaji lebih mendalam lagi, kata Ronald, sekaligus merekomendasikan perlunya pengaturan mendetail tentang mitra kerja DPR.     

Sudah menjadi rahasia umum, ada sejumlah kursi di Komisi III DPR yang diduduki anggota DPR dengan latar belakang profesi advokat. Sebut saja Trimedya Panjaitan, Azis Syamsudin, Mayasyak Johan, Benny K. Harman, dan beberapa nama lagi. Dalam waktu dekat, kursi Komisi III akan semakin dipenuhi oleh para advokat, bukan sebagai anggota tetapi sebagai ‘tamu'. Ketua Umum DPN PERADI Otto Hasibuan dalam acara Peluncuran Kitab Advokat Indonesia (15/2), membocorkan rencana Komisi III yang secara resmi akan menjadikan PERADI sebagai mitra kerja.

 

Tidak lama lagi, PERADI akan resmi menjadi mitra kerja Komisi III, ujarnya. Berdasarkan Pasal 1 butir 4 Tata Tertib DPR, yang dimaksud dengan Mitra Kerja adalah pihak-pihak balk Pemerintah. perseorangan. kelompok, organisasi, badan swasta, dan lain-lain, yang mempunyai hubungan tugas dengan DPR RI.

 

Otto memandang pengukuhan ini memiliki arti penting dalam konteks pengakuan PERADI secara kelembagaan. Otto wajar berbangga hati mengingat dengan ditetapkannya sebagai mitra kerja Komisi III, maka PERADI dapat dikatakan berkedudukan sejajar dengan lembaga penegak hukum lainnya seperti Kejaksaan, Kepolisian, PPATK, Komisi Yudisial, KPK, dan bahkan Mahkamah Agung.

 

Namun dibalik itu, Otto mengingatkan terkandung tanggung jawab yang besar yang harus diemban oleh PERADI, dan juga kalangan advokat secara umum. Untuk itu, Otto menghimbau agar semua advokat segera berbenah diri, meningkatkan profesionalitas, dan menjaga kehormatan profesi dan integritas pribadi.

 

Berdasarkan catatan hukumonline, PERADI sebenarnya bukan ‘tamu asing' bagi Komisi III. Sejak organisasi ini resmi dideklaraikan pada Desember 2004, PERADI dan Komisi III telah beberapa kali mengadakan rapat. Salah satunya, ketika menjelang fit and proper test seleksi anggota KPK dua bulan lalu. PERADI dimintai pendapat dan masukan seputar KPK secara umum serta calon anggota KPK yang berasal dari profesi advokat.

Tags: