Enam Institusi Bahas Penanganan Pidana Pemilu di Luar Negeri
Berita

Enam Institusi Bahas Penanganan Pidana Pemilu di Luar Negeri

Lantaran tidak bisa menyidik di luar negeri, Sentra Penegakan Hukum Terpadu Mabes Polri akan mengirimkan pihak-pihak yang terkait dengan tindak pidana Pemilu ke Indonesia untuk diproses.

Nov
Bacaan 2 Menit
Enam Institusi Bahas Penanganan Pidana Pemilu di Luar Negeri
Hukumonline

 

Masalahnya, UU Pemilu mengatur limitasi waktu penyidikan. Penyidik hanya punya waktu 14 hari untuk mengumpulkan alat bukti. Berkas penyidikan harus sudah sampai ke tangan penuntut umum. Dalam waktu tiga hari, apabila belum lengkap, berkas dikembalikan penuntut umum ke penyidik. Kemudian, dalam waktu tiga hari pula berkas itu harus sudah dilengkapi dan dikembalikan lagi ke penuntut umum.

 

Waktu yang begitu singkat menjadi salah satu poin penting pembicaraan rapat koordinasi. Selain masalah limtasi waktu, perbedaan sistem hukum Indonesia dengan sistem hukum di luar negeri juga dipermasalahkan. Nur Hidayat Sardini, Ketua Bawaslu, mengatakan penanganan perkara tindak pidana Pemilu di luar negeri ini harus diperdalam karena tidak sesederhana apa yang tertera dalam undang-undang. Di lapangan tidak sesederhana itu. Ada dimensi-dimensi sistem hukum yang berbeda antara kita dengan luar negeri.

 

Anggota KPU I Gede Putu Artha menambahkan, bagaimana jika yang melakukan pelanggaran atau tindak pidana Pemilu adalah penduduk setempat? Ambil contoh, apabila seorang majikan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) tidak mengizinkan TKI tersebut untuk mengikuti Pemilu. Di undang-undang kita kan melanggar. Tapi, kan nggak mungkin kita jamah karena subyek hukumnya penduduk di situ. Sistem hukumnya berbeda, katanya.

 

Untuk itulah, lanjut Nur Hidayat, perlu dilakukan koordinasi yang intens antara Bawaslu, Bareskrim Mabes Polri, KPU, Kejaksaan Agung dan sistem hukum kita secara umum dalam membahas persoalan-persoalan teknis seperti ini. Masih akan ada pembahasan lebih lanjut. Yang pasti sudah ditentukan tiga titik fokus penempatan Sentra Penegakan Hukum Terpadu (Gakumdu).

 

Untuk menangani perkara-perkara tindak pidana Pemilu di luar negeri ini akan dibentuk Sentra Gakumdu. Awalnya, Nur Hidayat merekomendasikan lima titik seperti Tokyo, Hongkong, Jeddah, Kuala Lumpur, dan Kuwait. Namun, berdasarkan kesepakatan, pembentukan Gakumdu akan fokus di tiga kota yaitu Kuala Lumpur, Tokyo, dan Jeddah. Itu yang sudah terfokus, ujarnya.

 

Gakumdu di tiga wilayah tersebut diputuskan menjadi perpanjangan penyidik. Kepala Bareskrim Mabes Polri Susno Duaji mengatakan pelaku tindak pidana Pemilu akan ditangani oleh Sentra Gakumdu terlebih dahulu. Setelah itu, yang bersangkutan akan diproses di Indonesia. Karena polisi kan tidak bisa menyidik di luar negeri, orangnya harus dibawa pulang (ke Indonesia).

 

Begitu juga jika ingin memeriksa saksi yang bertempat di luar negeri, Sentra Gakumdu akan mengirimkan saksi tersebut ke Indonesia untuk diperikas. Bagimana ngambilnya? Kita minta itu ditangani oleh Sentra Gakumdu Mabes Polri. Jadi, mereka mengirimkannya ke sini.

 

Enam institusi negara, yakni Bawaslu, KPU, Deplu, Mabes Polri, Kejaksaan Agung, dan BNP2TKI, berkoordinasi untuk membahas penanganan tindak pidana Pemilu di luar negeri. Pertemuan koordinasi itu digelar di Bareskrim Mabes Polri, Selasa (27/01) kemarin. Tampak hadir perwakilan dari masing-masing lembaga.

 

Dalam pertemuan kemarin pembahasan belum rampung. Peserta masih membicarakan metode dan strategi yang akan digunakan untuk menangani tindak pidana pemilu yang terjadi negara lain. Masalah ini penting karena menyangkut sistem hukum dan kedaulatan dua negara berbeda. Termasuk juga masalah hubungan diplomatik Indonesia dengan negara dimana tindak pidana pemilu terjadi.

 

Pengawas Pemilu punya pengalaman soal ini. Pada 2004 silam, Panwaslu –kini bernama Bawaslu--  pelanggaran administratif dan tindak pidana pemilu di luar negeri bisa saja terjadi. Misalnya di Tawau, Malaysia. Ada surat suara yang dicoblos oleh salah satu pihak (bukan Pemilih) karena surat suara itu tidak dimanfaatkan, jelas Nur Hidayat Sardini, Ketua Bawaslu.

 

Sardini memperkirakan pelanggaran-pelanggaran sejenis inilah yang mungkin akan terulang pada Pemilu 2009. Apalagi jumlah pemilih yang terdaftar di luar negeri sampai saat ini sekitar 1,5 juta orang. Untuk mengantisipasi masalah tersebut, sekaligus menjalankan amanat Undang-Undang No. 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggaraan Pemilu dan Undang-undang No. 10 Tahun 2008 tentang Pemilu, Bawaslu membentuk Panitia Pengawas (Panwas) di luar negeri. Panwas ini, kata Sardini, bertugas mengawasi pelaksanaan Pemilu di luar negeri. Apabila ditemukan ada pelanggaran atau tindak pidana Pemilu yang terjadi, Panwas bertugas melapor kepada penyidik.

 

Standar operasional yang digunakan dalam penanganan perkaran tindak pidana, menurut Nur Hidayat Sardini, hampir sama dengan pola penanganan di dalam negeri. Cuma, ada sejumlah hal dimana Bawaslu perlu menyamakan persepsi dengan kepolisian selaku penyidik, dan kejaksaan selaku penuntut. Misalnya, lembaga mana yang paling kuat untuk menangani pidana pemilu di luar negeri.  Apakah akan mengirimkan tim dari Indonesia atau meminta bantuan perwakilan Indonesia di luar negeri. Lantas, bagaimana proses penuntutan dan peradilannya mengingat sifat-sifat khusus perkara pemilu?

Tags: