Intisari:
Yang dimaksud dengan “intersepsi atau penyadapan” adalah kegiatan untuk mendengarkan, merekam, membelokkan, mengubah, menghambat, dan/atau mencatat transmisi Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang tidak bersifat publik, baik menggunakan jaringan kabel komunikasi maupun jaringan nirkabel, seperti pancaran elektromagnetis atau radio frekuensi. Pembicaraan istri tetangga dan selingkuhannya sebagaimana pertanyaan Anda, menurut pendapat kami bukan termasuk informasi/dokumen elektronik sebagaimana dimaksud Pasal 31 ayat (1) maupun ayat (2) UU 19/2016, sehingga tidak dapat dikategorikan “kegiatan intersepsi” sesuai UU 19/2016 dan tidak dapat dipidana. Penjelasan lebih lanjut dapat Anda simak dalam ulasan di bawah ini. |
Ulasan:
Terima kasih atas pertanyaan Anda.
Pengaturan Perekaman dalam UU ITE
Tetapi, megenai perekaman ini kita dapat merujuk pada Pasal 31 UU 19/2016, yakni:
Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan intersepsi atau penyadapan atas Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dalam suatu Komputer dan/atau Sistem Elektronik tertentu milik Orang lain.
Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan intersepsi atas transmisi Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang tidak bersifat publik dari, ke, dan di dalam suatu Komputer dan/atau Sistem Elektronik tertentu milik Orang lain, baik yang tidak menyebabkan perubahan apa pun maupun yang menyebabkan adanya perubahan, penghilangan, dan/atau penghentian Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang sedang ditransmisikan.
Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak berlaku terhadap intersepsi atau penyadapan yang dilakukan dalam rangka penegakan hukum atas permintaan kepolisian, kejaksaan, atau institusi lainnya yang kewenangannya ditetapkan berdasarkan undang-undang.
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara intersepsi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan undang-undang
Perekaman atau “merekam” dalam UU ITE sebagaimana yang disebutkan dalam Penjelasan Pasal 31 ayat (1) UU 19/2016 merupakan perekaman dalam konteks intersepsi atau penyadapan yang dilakukan secara “sengaja” dan “tanpa hak” atau “melawan hukum” atas Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dalam suatu Komputer dan/atau Sistem Elektronik tertentu milik Orang lain.
Yang dimaksud dengan “intersepsi atau penyadapan” adalah kegiatan untuk mendengarkan, merekam, membelokkan, mengubah, menghambat, dan/atau mencatat transmisi Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang tidak bersifat publik, baik menggunakan jaringan kabel komunikasi maupun jaringan nirkabel, seperti pancaran elektromagnetis atau radio frekuensi.
[1]
Dapatkah Dipidana Jika Merekam Pembicaraan Perselingkuhan Tetangga?
Pembicaraan istri tetangga dan selingkuhannya sebagaimana pertanyaan Anda, menurut pendapat kami bukan termasuk informasi/dokumen elektronik sebagaimana dimaksud Pasal 31 ayat (1) maupun ayat (2) UU 19/2016, sehingga tidak dapat dikategorikan “kegiatan intersepsi” sesuai UU 19/2016.
Secara garis besar unsur pidana intersepsi dalam Pasal 31 ayat (1) dan (2) UU 19/2016 dapat kami tampilkan sebagai berikut:
Sedangkan Pasal 32 UU ITE menambahkan unsur:
“tidak bersifat publik”
“yang tidak menyebabkan perubahan apapun” maupun “yang menyebabkan adanya perubahan, penghilangan, dan/atau penghentian Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang sedang ditransmisikan”.
Pidana bagi orang yang melanggar ketentuan Pasal 31 ayat (1) dan (2) UU 19/16 ini adalah pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 800 juta.
[2]
Jadi menjawab pertanyaan Anda, tindakan Anda yang melakukan perekaman dalam konteks pertanyaan Anda tidak pada prinsipnya tidak melanggar ketentuan pidana pada UU ITE.
Tetapi dari sudut pandang berbeda, menurut pendapat kami, sekiranya terjadi perekaman tanpa izin, ranah hukum yang berlaku bisa saja dalam bentuk perdata. Artinya jika seseorang yang direkam pembicaraannya dan mengetahui dirinya direkam dan ia merasa dirugikan secara materiil maupun immateriil atas perbuatan perekaman tersebut, ia dapat menggugat orang yang merekam tanpa hak tersebut ke pengadilan setempat. Konsekuensi hukumnya tergantung gugatan yang dilakukan oleh orang yang merasa dirugikan atas perekaman tersebut.
Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
Dasar hukum:
[1] Penjelasan Pasal 31 ayat (1) UU 19/2016