Bagaimana sanksi yang diberikan kepada penumpang yang membuka pintu darurat secara sembarangan di pesawat?
DAFTAR ISI
INTISARI JAWABAN
Pada intinya, setiap orang di dalam pesawat udara selama penerbangan dilarang melakukan perbuatan yang dapat membahayakan keamanan dan keselamatan penerbangan.
Lantas, adakah hukum yang mengatur penumpang yang membuka pintu darurat secara sembarangan di pesawat?
Penjelasan lebih lanjut dapat Anda simak dalam ulasan di bawah ini.
ULASAN LENGKAP
Terima kasih atas pertanyaan Anda.
Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.
Ketentuan Hukum Penempatan Penumpang di Pintu Darurat
Sebelum menjawab pertanyaan Anda, sebaiknya kita pahami terlebih dahulu apa yang dimaksud dengan penerbangan. Berdasarkan Pasal 1 angka 1 UU Penerbangan, penerbanganadalah suatu kesatuan sistem yang terdiri atas pemanfaatan wilayah udara, pesawat udara, bandar udara, angkutan udara, navigasi penerbangan, keselamatan dan keamanan, lingkungan hidup, serta fasilitas penunjang dan fasilitas umum lainnya.
Kemudian, perlu diketahui bahwa pada dasarnya dalam penerbangan, personel penerbangan dilarang menempatkan penumpang yang tidak mampu melakukan tindakan darurat pada pintu dan jendela darurat pesawat udara, sebagaimana diatur dalam Pasal 56 ayat (1) UU Penerbangan. Adapun yang dimaksud dengan "penumpang yang tidak mampu" antara lain orang cacat, orang buta huruf, dan anak-anak.[1] Lebih lanjut, setiap orang yang melanggar ketentuan tersebut dikenakan sanksi administratif berupa peringatan, pembekuan sertifikat, dan/atau pencabutan sertifikat.[2]
Sedangkan menurut International Civil Aviation Organization (“ICAO”) penumpang yang mampu dikenal dengan istilah able-bodied passengers, yaitu penumpang yang dipilih oleh awak kabin untuk membantu mengelola situasi darurat jika diperlukan.[3]
Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000
Pasal 54 UU Penerbangan mengatur bahwa setiap orang di dalam pesawat udara selama penerbangan dilarang melakukan:
perbuatan yang dapat membahayakan keamanan dan keselamatan penerbangan;
pelanggaran tata tertib dalam penerbangan;
pengambilan atau pengrusakan peralatan pesawat udara yang dapat membahayakan keselamatan;
perbuatan asusila;
perbuatan yang mengganggu ketenteraman; atau
pengoperasian peralatan elektronika yang mengganggu navigasi penerbangan.
Berdasarkan pertanyaan Anda, kami asumsikan tindakan penumpang yang membuka pintu darurat secara sembarangan di pesawat adalah perbuatan yang dapat membahayakan keamanan dan keselamatan penerbangan. Lantas, apa sanksi hukum bagi orang yang melakukan perbuatan tersebut?
Untuk menjawab pertanyaan Anda, setiap orang di dalam pesawat udara selama penerbangan melakukan perbuatan yang dapat membahayakan keamanan dan keselamatan penerbangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54 huruf a UU Penerbangan, dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah), sebagaimana diatur dalam Pasal 412 ayat (1) UU Penerbangan.
Jika perbuatan penumpang yang membuka pintu darurat secara sembarangan mengakibatkan kerusakan atau kecelakaan pesawat dan kerugian harta benda, maka pelaku tindak pidana dapat dijerat dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp2.500.000.000,00 (dua miliar lima ratus juta rupiah).[4] Lalu, jika perbuatan pidana tersebut mengakibatkan cacat tetap atau matinya orang dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun.[5]
Sebagai informasi, ketentuan lebih lanjut mengenai keselamatan dan keamanan dalam pesawat udara, dapat Anda baca selengkapnya pada Permenhub PM 33/2022.
Kesimpulannya, perbuatan penumpang yang membuka pintu darurat secara sembarangan di pesawat dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp500 juta. Jika perbuatan mengakibatkan kerusakan atau kecelakaan pesawat dan kerugian harta benda, maka pelaku dapat dijerat dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp2.500 miliar. Namun, jika perbuatan mengakibatkan cacat tetap atau matinya orang, maka pelaku dapat dipenjara paling lama 15 (lima belas) tahun.