KlinikBeritaData PribadiJurnal
Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Pelanggaran HAM Berat dalam Pasal 104 UU HAM

Share
copy-paste Share Icon
Pidana

Pelanggaran HAM Berat dalam Pasal 104 UU HAM

Pelanggaran HAM Berat dalam Pasal 104 UU HAM
Renata Christha Auli, S.H.Si Pokrol
Si Pokrol
Bacaan 10 Menit
Pelanggaran HAM Berat dalam Pasal 104 UU HAM

PERTANYAAN

Belakangan ini, beredar berita tentang debat capres bahas pelanggaran HAM berat. Apa itu pelanggaran HAM berat? Lalu, Pasal 104 UU HAM tentang apa? Apa bunyi Pasal 104 UU HAM?

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    Pasal 104 UU HAM mengatur tentang pengadilan hak asasi manusia (“HAM”), yang memiliki wewenang untuk untuk mengadili pelanggaran HAM yang berat. Lantas, apa itu pelanggaran HAM berat? Bagaimana bunyi Pasal 104 UU HAM?

    Penjelasan lebih lanjut dapat Anda baca ulasan di bawah ini.

    ULASAN LENGKAP

    Terima kasih atas pertanyaan Anda.

    Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.

    Isi Pasal 104 UU HAM

    Pada dasarnya, Pasal 104 UU HAM mengatur tentang pengadilan hak asasi manusia (“HAM”), yang berbunyi sebagai berikut:

    KLINIK TERKAIT

    Proses Hukum untuk Mengadili Kasus Pelanggaran HAM Berat

    Proses Hukum untuk Mengadili Kasus Pelanggaran HAM Berat
    1. Untuk mengadili pelanggaran hak asasi manusia yang berat dibentuk Pengadilan Hak Asasi Manusia di lingkungan Peradilan Umum.
    2. Pengadilan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dibentuk dengan undang- undang dalam jangka waktu paling lama 4 (empat) tahun.
    3. Sebelum terbentuk Pengadilan Hak Asasi Manusia sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), maka kasus-kasus pelanggaran hak asasi manusia sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diadili oleh pengadilan yang berwenang.

    Jenis-jenis Pelanggaran HAM Berat

    Menurut Penjelasan Pasal 104 ayat (1) UU HAM, yang dimaksud dengan “pelanggaran hak asasi manusia yang berat” adalah pembunuhan massal (genocide), pembunuhan sewenang-wenang atau di luar putusan pengadilan (arbitrary/extrajudicial
    killing)
    , penyiksaan, penghilangan orang secara paksa, perbudakan, atau diskriminasi yang dilakukan secara sistematis (systematic discrimination). Berikut kami jelaskan masing-masing pengertian jenis pelanggaran HAM berat.

    1. Pembunuhan Massal/Genosida

    Secara etimologis, istilah genosida berasal dari Bahasa Yunani “geno” yang berarti ras, dan Bahasa Latin “cidium” yang berarti membunuh. Maka secara harfiah, genosida diartikan sebagai pembunuhan terhadap ras atau pemusnahan ras.[1]

    Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000

    Dalam Pasal 8 UU Pengadilan HAM dijelaskan bahwa kejahatan genosida adalah setiap perbuatan yang dilakukan dengan maksud untuk menghancurkan atau memusnahkan seluruh atau sebagian kelompok bangsa, ras, kelompok etnis, kelompok agama, dengan cara:

    1. membunuh anggota kelompok;
    2. mengakibatkan penderitaan fisik dan mental yang berat terhadap anggota-anggota kelompok;
    3. menciptakan kondisi kehidupan kelompok yang akan mengakibatkan kemusnahan secara fisik baik seluruh atau sebagiannya;
    4. memaksakan tindakan-tindakan yang bertujuan mencegah kelahiran di dalam kelompok; atau
    5. memindahkan secara paksa anak-anak dari kelompok tertentu ke kelompok lain.

    Selengkapnya mengenai pengertian kejahatan genosida dapat Anda baca dalam Kejahatan Genosida dalam Konteks Hukum Internasional.

    1. Arbitrary/Extrajudicial Killing

    Extrajudicial killing diartikan sebagai pembunuhan yang dilakukan oleh aparat negara tanpa melalui proses hukum dan putusan pengadilan yang sah. Tindakan pembunuhan sewenang-wenang atau di luar putusan pengadilan adalah suatu pelanggaran hak hidup seseorang yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun, atau non derogable rights.[2]

    Baca juga: Arti Derogasi dalam Hukum Hak Asasi Manusia dan Syaratnya

    Disarikan dari Mengenali Istilah Extra Judicial Killing dalam Perspektif HAM, orang-orang yang diduga terlibat kejahatan memiliki hak ditangkap dan dibawa ke muka persidangan serta mendapat peradilan yang adil (fair trial) guna pembuktian, apakah tuduhan yang disampaikan oleh negara adalah benar.

    Lalu, arbitrary killing memiliki kaitan dengan asas presumption of innocent atau asas praduga tak bersalah, dimana seseorang dinyatakan tidak bersalah hingga pengadilan menyatakan bersalah, sehingga aparat penegak hukum tidak berhak memberikan hukuman kepada pelaku kejahatan selama masih terdapat keraguan atas kesalahannya atau sepanjang belum ada keputusan pengadilan yang sah.[3]

    1. Penyiksaan

    Pengertian penyiksaan diatur dalam Pasal 1 angka 4 UU HAM, yaitu setiap perbuatan yang dilakukan dengan sengaja, sehingga menimbulkan rasa sakit
    atau penderitaan yang hebat, baik jasmani maupun rohani, pada seseorang untuk memperoleh pengakuan atau keterangan dari seseorang atau dari orang ketiga, dengan menghukumnya atas suatu perbuatan yang lelah dilakukan atau diduga telah dilakukan oleh seseorang atau orang ketiga, atau mengancam atau memaksa seseorang atau orang ketiga, atau untuk suatu alasan yang didasarkan pada setiap bentuk diskriminasi, apabila rasa sakit atau penderitaan tersebut ditimbulkan oleh, atas hasutan dari, dengan persetujuan, atau sepengetahuan siapapun dan atau pejabat publik.

    1. Penghilangan Orang Secara Paksa

    Penghilangan paksa dikenal dengan istilah enforced disappearance atau penghilangan tidak dengan sukarela (involuntary disappearance), yaitu metode yang digunakan oleh kekuatan untuk melumpuhkan perlawanan. Korban penghilangan paksa dapat saja terlebih dahulu ditangkap, ditahan, atau diculik. Karena sifatnya yang kejam, hukum internasional mengkategorikan penghilangan paksa sebagai kejahatan terhadap kemanusiaan (crimes against humanity) dan pelakunya adalah musuh umat manusia (hostis humani generis).[4]

    1. Perbudakan

    Pengertian perbudakan diatur dalam Pasal 7 ayat (2) huruf g Statuta Roma, yaitu segala bentuk pelaksanaan hak milik terhadap objek yang berupa orang, termasuk tindakan mengangkut objek tersebut, khususnya perempuan dan anak-anak.

    1. Systematic Discrimination

    Diskriminasi secara sistematis (systematic discrimination) dikenal juga dengan istilah diskriminasi struktural (structural discrimination). Dewan Eropa telah menyatakan bahwa structural discrimination didasarkan pada bagaimana masyarakat diorganisir dan lembaga-lembaga disusun. Diskriminasi struktural ini terjadi melalui norma-norma, rutinitas, pola sikap dan perilaku yang menciptakan hambatan dalam mencapai kesetaraan atau kesempatan yang sama.[5]

    Lalu, diskriminasi secara sistematis ini melibatkan prosedur, rutinitas, dan budaya organisasi yang seringkali tanpa disengaja berkontribusi pada hasil yang kurang menguntungkan bagi kelompok minoritas, dibandingkan dengan mayoritas populasi.[6]

    Baca juga: Proses Hukum untuk Mengadili Kasus Pelanggaran HAM Berat

    Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.

    Dasar Hukum:

    1. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia;
    2. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia;
    3. The Rome Statute of the International Criminal Court 1998.

    Referensi:

    1. Alya Salsabila Munir (et.al). Extra Judicial Killing: Pelanggaran Hak atas Hidup dan Kaitannya dengan Asas Praduga Tak Bersalah. Jurnal Hukum Lex Generalis, Vol. 3, No. 12, 2022;
    2. Bhatara Ibnu Reza. Menguak Penghilangan Paksa: Suatu Tinjauan dari Segi Politik dan Hukum Internasional. Indonesian Journal of International Law, Vol. 1, No. 4, 2004;
    3. Tolib Effendi. Hukum Pidana Internasional. Yogyakarta: Penerbit Pustaka Yustisia, 2014;
    4. Identifying and Preventing Systemic Discrimination at the Local Level, Council of Europe, 2020, yang diakses pada Kamis, 14 Desember 2023, pukul 17.23 WIB.

    [1] Tolib Effendi. Hukum Pidana Internasional. Yogyakarta: Penerbit Pustaka Yustisia, 2014, hal. 111.

    [2] Alya Salsabila Munir (et.al). Extra Judicial Killing: Pelanggaran Hak atas Hidup dan Kaitannya dengan Asas Praduga Tak Bersalah. Jurnal Hukum Lex Generalis, Vol. 3, No. 12, 2022, hal. 954

    [3] Alya Salsabila Munir (et.al). Extra Judicial Killing: Pelanggaran Hak atas Hidup dan Kaitannya dengan Asas Praduga Tak Bersalah. Jurnal Hukum Lex Generalis, Vol. 3, No. 12, 2022, hal. 955

    [4] Bhatara Ibnu Reza. Menguak Penghilangan Paksa: Suatu Tinjauan dari Segi Politik dan Hukum Internasional. Indonesian Journal of International Law, Vol. 1, No. 4, 2004, hal. 769-770

    [5] Identifying and Preventing Systemic Discrimination at the Local Level, Council of Europe, 2020, hal. 5, yang diakses pada Kamis, 14 Desember 2023, pukul 17.23 WIB

    [6] Identifying and Preventing Systemic Discrimination at the Local Level, Council of Europe, 2020, hal. 6, yang diakses pada Kamis, 14 Desember 2023, pukul 17.23 WIB

    Tags

    hak asasi manusia
    pelanggaran ham

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Cara dan Biaya Mengurus Perceraian Tanpa Pengacara

    25 Apr 2024
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!