Lembaga yang Berwenang Menangani Sengketa Hasil Pemilukada
PERTANYAAN
Sengketa pemilukada yang bagaimanakah yang diproses oleh MK dan MA? Terima kasih.
Pro
Pusat Data
Koleksi terlengkap dan terkini berisi peraturan putusan pengadilan preseden serta non-preseden
Solusi
Wawasan Hukum
Klinik
Tanya jawab tentang berbagai persoalan hukum, mulai dari hukum pidana hingga perdata, gratis!
Berita
Informasi terkini tentang perkembangan hukum di Tanah Air, yang disajikan oleh jurnalis Hukumonline
Jurnal
Koleksi puluhan ribu artikel dan jurnal hukum yang kredibel untuk berbagai penelitian hukum Anda
Event
Informasi mengenai seminar, diskusi, dan pelatihan tentang berbagai isu hukum terkini
Klinik
Berita
Login
Pro
Layanan premium berupa analisis hukum dwibahasa, pusat data peraturan dan putusan pengadilan, serta artikel premium.
Solusi
Solusi kebutuhan dan permasalahan hukum Anda melalui pemanfaatan teknologi.
Wawasan Hukum
Layanan edukasi dan informasi hukum tepercaya sesuai dengan perkembangan hukum di Indonesia.
Catalog Product
Ada Pertanyaan? Hubungi Kami
Sengketa pemilukada yang bagaimanakah yang diproses oleh MK dan MA? Terima kasih.
Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran dari artikel dengan judul yang sama yang dibuat oleh Kartika Febryanti, S.H., M.H. dan pertama kali dipublikasikan pada Selasa, 15 November 2011.
Intisari:
Perkara perselisihan hasil Pemilukada diperiksa dan diadili oleh badan peradilan khusus. Badan peradilan khusus dibentuk sebelum pelaksanaan Pemilukada serentak nasional. Namun, untuk sementara perkara perselisihan penetapan perolehan suara tahap akhir hasil Pemilukada diperiksa dan diadili oleh Mahkamah Konstitusi sampai dibentuknya badan peradilan khusus.
Penjelasan lebih lanjut dapat Anda simak dalam ulasan di bawah ini.
|
Ulasan:
Terima kasih atas pertanyaan Anda.
Kami asumsikan yang Anda maksud dengan pemilukada adalah pemilihan umum kepala daerah dan wakil kepala daerah (“Pemilukada”), yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota (“Perpu 1/2014”) yang telah ditetapkan sebagai undang-undang oleh Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 (“UU 1/2015”) sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir oleh Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 (“UU 10/2016”).
Kami luruskan sekaligus menjawab pertanyaan Anda, yang berwenang memeriksa dan memutus sengketa Pemilukada adalah Mahkamah Konstitusi (“MK”), yakni khususnya sengketa hasil Pemilukada, bukan Mahkamah Agung (“MA”). Wewenang MK ini ada sampai dibentuknya badan peradilan khusus. Berikut ulasannya.
Wewenang MK dalam Mengadili Sengketa Hasil Pemilukada
Wewenang MK untuk menangani sengketa hasil Pemilukada ini diatur dalam Pasal 29 ayat (1) huruf e Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman (“UU 48/2009”) yang berbunyi:
Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk:
a. ….
b. ….
c. ….
d. ….
e. kewenangan lain yang diberikan oleh undang-undang.
Dalam ketentuan ini termasuk kewenangan memeriksa, dan memutus sengketa hasil pemilihan kepala daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.[1]
Ketentuan ini dipertegas kembali dalam Pasal 157 ayat (1), (2), dan (3) UU 10/2016 yang berbunyi:
(1) Perkara perselisihan hasil Pemilihan diperiksa dan diadili oleh badan peradilan khusus.
(2) Badan peradilan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibentuk sebelum pelaksanaan Pemilihan serentak nasional.
(3) Perkara perselisihan penetapan perolehan suara tahap akhir hasil Pemilihan diperiksa dan diadili oleh Mahkamah Konstitusi sampai dibentuknya badan peradilan khusus.
(4) Peserta Pemilihan dapat mengajukan permohonan pembatalan penetapan hasil penghitungan perolehan suara oleh KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota kepada Mahkamah Konstitusi.
(5) Peserta Pemilihan mengajukan permohonan kepada Mahkamah Konstitusi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) paling lambat 3 (tiga) hari kerja terhitung sejak diumumkan penetapan perolehan suara hasil Pemilihan oleh KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota.
(6) Pengajuan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dilengkapi alat/dokumen bukti dan Keputusan KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota tentang hasil rekapitulasi penghitungan suara.
(7) Dalam hal pengajuan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) kurang lengkap, pemohon dapat memperbaiki dan melengkapi permohonan paling lama 3 (tiga) hari kerja sejak diterimanya permohonan oleh Mahkamah Konstitusi.
(8) Mahkamah Konstitusi memutuskan perkara perselisihan sengketa hasil Pemilihan paling lama 45 (empat puluh lima) hari kerja sejak diterimanya permohonan.
(9) Putusan Mahkamah Konstitusi sebagaimana dimaksud pada ayat (8) bersifat final dan mengikat.
(10) KPU Provinsi dan/atau KPU Kabupaten/Kota wajib menindaklanjuti putusan Mahkamah Konstitusi.
Jadi, pada dasarnya sengketa hasil Pemilukada diperiksa dan diadili oleh badan peradilan khusus. Namun, untuk sementara diperiksa dan diadili oleh MK sampai dibentuknya badan peradilan khusus.
Polemik Badan Peradilan Khusus
Majalah Suara Edisi VII Januari-Februari 2016 yang diterbitkan oleh Komisi Pemilihan Umum menyebutkan bahwa Perselisihan Hasil Pemilukada penanganannya berada di MK sebelum terbentuknya peradilan khusus pemilu, yakni badan khusus yang menangani pemilu tetapi di dalam kerangka hukum yang lain.
Meski demikian, sebagai informasi, nasib pembentukan badan peradilan khusus ini masih terombang-ambing lantaran belum ada lembaga yang merasa mendapat mandat untuk membentuk badan ini. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mengklaim kewenangan tersebut sudah diberikan kepada Mahkamah Agung (“MA”). Persoalannya, MA belum mau menindaklanjutinya ketika belum ada mandat langsung dari undang-undang yang mengamanatkan MA untuk membentuk badan tersebut. Demikian informasi yang kami dapatkan dari artikel Polemik Badan Peradilan Khusus Sengketa Pilkada yang kami akses dari laman Mahkamah Kontitusi.
Di samping itu, bersumber dari artikel Ironi “Peradilan” Sengketa Pilkada Oleh: Mohammad Saihu *), dijelaskan bahwa badan peradilan khusus baru akan terbentuk sebelum pelaksanaan pemilihan serentak nasional (yang baru akan dilaksanakan pada tahun 2027). Masalahnya, apakah ada kepastian hukum bahwa badan/lembaga peradilan khusus itu pasti akan dapat terbentuk pada waktunya. Apalagi jika dihadapkan dengan kontroversi tentang pembentukan badan/lembaga baru.
Dasar hukum:
1. Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman;
2. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota yang telah ditetapkan sebagai undang-undang oleh Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir oleh Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016.
Referensi:
1. http://www.mahkamahkonstitusi.go.id/index.php?page=web.Berita&id=11647, diakses pada 19 Desember 2016 pukul 17.03 WIB.
2. Komisi Pemilihan Umum, diakses pada 20 Desember 2016 pukul 15.37 WIB.
Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!
Butuh lebih banyak artikel?