Bagaimana jika ada perusahaan yang menyebarkan informasi bekas karyawan setelah karyawan tersebut keluar sehingga muncul fitnah terhadap karyawan tersebut? Apa yang harus dilakukan karyawan tersebut? Karena perusahaan telah memfitnah orang (mantan karyawan) dengan sembarangan, karir dan kredibilitasnya hancur. Bagaimana tentang undang-undang yang mengatur tentang pelecehan dan bullying, apalagi bila yang terkena adalah orang yang tidak melakukan kesalahan apa-apa? Terima kasih atas penjelasannya.
DAFTAR ISI
INTISARI JAWABAN
Perbuatan menyebarkan informasi milik mantan karyawan yang menyebabkan munculnya fitnah terhadap mantan karyawan tersebut bisa dijerat menggunakan pasal-pasal dalam KUHP dan/atau UU ITE dan perubahannya jika dilakukan secara elektronik misalnya melalui media sosial.
Namun untuk menerapkan pasal dalam UU ITE, ada pedoman implementasi yang patut diperhatikan. Selain itu, terdapat ketentuan khusus yang berlaku jika yang melakukan tindak pidana adalah korporasi.
Penjelasan lebih lanjut dapat Anda baca ulasan di bawah ini.
ULASAN LENGKAP
Terima kasih atas pertanyaan Anda.
Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran kedua dari artikel dengan judul Kasus Penyebaran Informasi Pribadi Mantan Karyawan oleh Perusahaan yang dibuat oleh Diana Kusumasari, S.H., M.H. dan dipublikasikan pertama kali pada 24 Oktober 2011, kemudian dimutakhirkan pertama kali pada Jumat, 23 Juli 2021.
Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.
Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000
Jerat Hukum Pencemaran dalam KUHP
Menjawab pertanyaan Anda tentang perusahaan yang menyebarkan informasi hingga muncul tuduhan atau fitnah, kami sampaikan bahwa ada hal yang perlu dipastikan terlebih dahulu. Jika ada unsur kesengajaan dalam penyebaran informasi yang kemudian mencemarkan nama baik mantan karyawan tersebut, pelaku dapat dituntut dengan Pasal 310 ayat (1) KUHP.
Pasal tersebut menerangkan bahwa barang siapa sengaja menyerang kehormatan atau nama baik seseorang dengan menuduhkan sesuatu hal, yang maksudnya terang supaya hal itu diketahui umum, diancam karena pencemaran dengan pidana penjara paling lama 9 bulan atau pidana denda paling banyak Rp4,5 juta.[1]
Kemudian, jika pencemaran tersebut dilakukan dengan tulisan atau gambaran yang disiarkan, dipertunjukkan atau ditempelkan di muka umum, maka pelaku diancam karena pencemaran tertulis dengan pidana penjara paling lama 1 tahun 4 bulan atau pidana denda paling banyak Rp4,5 juta.[2]
Selain itu, pelaku juga dapat dikenakan pasal fitnah apabila yang dituduhkan tersebut tidak benar, sesuai Pasal 311 ayat (1) KUHP yang menerangkan bahwa jika yang melakukan kejahatan pencemaran atau pencemaran tertulis dibolehkan untuk membuktikan apa yang dituduhkan itu benar, tidak membuktikannya, dan tuduhan dilakukan bertentangan dengan apa yang diketahui, maka dia diancam melakukan fitnah dengan pidana penjara paling lama 4 tahun.
Selain dijerat dengan KUHP sebagaimana diterangkan, jika tindakan pencemaran atau fitnah tersebut disebarkan itu dilakukan secara elektronik misalnya melalui media sosial, pelaku bisa juga dikenakan Pasal 27 ayat (3) UU ITE yang melarang:
Setiap orang dengan sengaja, dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik.
Atas perbuatan tersebut, pelaku dipidana penjara paling lama 4 tahun dan/atau denda paling banyak Rp750 juta.[3]
Sebagai catatan, pengertian muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik dalam Pasal 27 ayat (3) UU ITE di atas merujuk dan tidak bisa dilepaskan dari ketentuan Pasal 310 dan Pasal 311 KUHP.
Kemudian, pasal tersebut juga tidak dititikberatkan pada perasaan korban, melainkan pada perbuatan pelaku yang dengan sengaja mendistribusikan/mentransmisikan/membuat dapat diaksesnya informasi yang muatannya menyerang kehormatan seseorang dengan menuduhkan sesuatu hal supaya diketahui umum.[4]
Kriteria “diketahui umum” bisa berupa unggahan pada akun media sosial dengan pengaturan bisa diakses publik, unggahan konten atau menyiarkan sesuatu pada aplikasi grup percakapan dengan sifat grup terbuka di mana siapapun bisa bergabung, bisa mengunggah (upload) dan berbagi (share) ke luar, atau dengan kata lain sebuah open group.[5]
Selain itu, perlu diperhatikan, ada beberapa hal yang bukan termasuk tindak pidana berkaitan dengan Pasal 27 ayat (3) UU ITE, yakni sebagai berikut.[6]
Jika muatan atau konten yang ditransmisikan, didistribusikan, dan/atau dibuat dapat diakses tersebut adalah berupa penghinaan yang kategorinya cacian, ejekan, dan/atau kata-kata tidak pantas. Dalam hal ini perbuatan tersebut dikenakan delik penghinaan ringan sebagaimana dimaksud Pasal 315 KUHP.
Jika muatan atau konten yang ditransmisikan, didistribusikan, dan/atau dibuat dapat diaksesnya tersebut adalah berupa penilaian, pendapat, hasil evaluasi atau sebuah kenyataan.
Jika konten disebarkan melalui sarana grup percakapan tertutup atau terbatas misalnya grup keluarga, kelompok pertemanan akrab, grup kantor, grup kampus atau institusi pendidikan.
Tindak Pidana Fitnah oleh Perusahaan
Oleh karena Anda menyebutkan yang menyebarkan informasi adalah perusahaan, perlu diperhatikan Pasal 4 ayat (1) Perma 13/2016 yang menyatakan bahwa korporasi dapat dimintakan pertanggungjawaban pidana sesuai dengan ketentuan pidana korporasi.
Hakim dalam menjatuhkan pidana terhadap korporasi dapat menilai kesalahan korporasi antara lain:[7]
korporasi dapat memperoleh keuntungan atau manfaat dari tindak pidana tersebut atau tindak pidana tersebut dilakukan untuk kepentingan korporasi;
korporasi membiarkan terjadinya tindak pidana; atau
korporasi tidak melakukan langkah-langkah yang diperlukan untuk melakukan pencegahan, mencegah dampak yang lebih besar dan memastikan kepatuhan terhadap ketentuan hukum yang berlaku guna menghindari terjadinya tindak pidana.
Kemudian, pidana yang bisa dikenakan terhadap korporasi adalah berupa pidana pokok yaitu pidana denda dan/atau pidana tambahan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.[8] Patut dicatat, hakim dapat menjatuhkan pidana terhadap korporasi atau pengurus, atau korporasi dan pengurus.[9]
Selanjutnya, diterangkan Rudy Satriyo Mukantardjo sebagaimana dikutip dalam Tuntutan Pidana untuk Karyawan Perusahaan, ada sejumlah model sistem pertanggungjawaban pidana, yaitu:
manusia sebagai penanggung jawabnya (KUHP);
korporasi diakui dapat melakukan tindak pidana, tetapi pertanggungjawaban pidana masih dibebankan pada pengurus korporasi;
korporasi diakui dapat melakukan tindak pidana, tetapi pertanggungjawaban pidana dibebankan kepada “mereka yang memberikan perintah” dan/atau “mereka yang bertindak sebagai pimpinan”; dan
korporasi diakui dapat melakukan tindak pidana, tetapi pertanggungjawaban pidana dibebankan secara rinci, yaitu: pengurus badan hukum, sekutu aktif, pengurus yayasan, wakil atau kuasa dari perusahaan yang berkedudukan di luar Indonesia dan mereka yang sengaja memimpin perbuatan yang bersangkutan.
Berdasarkan paparan di atas, kami menyarankan, jika benar informasi milik mantan karyawan disebarkan dengan tujuan melakukan pencemaran atau fitnah, yang bersangkutan dapat melaporkan perbuatan ini ke pihak kepolisian.
Namun, sebelumnya kami sarankan untuk menempuh penyelesaian dengan cara kekeluargaan misalnya dengan menyampaikan keberatan atas fitnah tersebut dan mendiskusikannya untuk membersihkan nama baik dari mantan karyawan.
Demikian jawaban dari kami seputar tindak pidana fitnah dan pencemaran serta sanksinya yang dilakukan oleh perusahaan kepada mantan karyawannya, semoga bermanfaat.