Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Adakah Batasan Jumlah Gratifikasi?

Share
copy-paste Share Icon
Pidana

Adakah Batasan Jumlah Gratifikasi?

Adakah Batasan Jumlah Gratifikasi?
Letezia Tobing, S.H., M.Kn.Si Pokrol
Si Pokrol
Bacaan 10 Menit
Adakah Batasan Jumlah Gratifikasi?

PERTANYAAN

Bapak/ Ibu yang terhormat, Mohon bantuan pencerahan dasar hukum batasan gratifikasi yang boleh diterima maksimal sebesar 1 juta, sepanjang tidak mempengaruhi untuk melakukan/ tidak melakukan sesuatu hal berkaitan dengan jabatan. Karena di pedoman pengendalian gratifikasi yang dimiliki beberapa BUMN menggunakan aturan ini. Terima kasih

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    ULASAN LENGKAP

     

    Gratifikasi dapat dilihat pengaturannya dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 (“UU Tipikor”).

     

    Mengenai pengertian gratifikasi itu sendiri, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Daring, adalah uang hadiah kepada pegawai di luar gaji yang telah ditentukan. Pengertian gratifikasi juga dapat kita temukan dalam Penjelasan Pasal 12B ayat (1) UU Tipikor, yaitu pemberian dalam arti luas, yakni meliputi pemberian uang, barang, rabat (discount), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lainnya. Gratifikasi tersebut baik yang diterima di dalam negeri maupun di luar negeri dan yang dilakukan dengan menggunakan sarana elektronik atau tanpa sarana elektronik.

     

    Sebagaimana pernah dijelaskan dalam artikel Hambatan Pembuktian Delik Gratifikasi, menurut Buku Saku Memahami Gratifikasi yang diterbitkan Komisi Pemberantasan Korupsi (hal. 3-4), pengertian gratifikasi mempunyai makna yang netral, artinya tidak terdapat makna tercela atau negatif dari arti kata gratifikasi tersebut. Tidak semua gratifikasi itu bertentangan dengan hukum, melainkan hanya gratifikasi yang memenuhi kriteria dalam unsur Pasal 12B UU Tipikor saja. Sehingga untuk mengetahui kapan gratifikasi menjadi kejahatan korupsi, perlu dilihat rumusan Pasal 12B ayat (1) UU Tipikor yang menyatakan:

    KLINIK TERKAIT

    Jerat Pidana bagi Pemberi dan Penerima Gratifikasi

    Jerat Pidana bagi Pemberi dan Penerima Gratifikasi
     

    Setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap pemberian suap, apabila berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya, dengan ketentuan sebagai berikut:....”

     

    Jika dilihat dari rumusan di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa suatu gratifikasi atau pemberian hadiah berubah menjadi suatu perbuatan pidana suap pada saat Penyelenggara Negara atau Pegawai Negeri menerima suatu gratifikasi atau pemberian hadiah dari pihak manapun sepanjang pemberian tersebut diberikan berhubungan dengan jabatan ataupun pekerjaannya. Penjelasan lebih lanjut mengenai perbedaan antara suap dengan gratifikasi dapat disimak dalam artikel Perbedaan Antara Suap dengan Gratifikasi.

    Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000
     

    Melihat pada uraian Pasal 12B ayat (1) UU Tipikor di atas, terlihat bahwa tidak diatur mengenai batasan gratifikasi yang boleh diterima. Pasal 12B ayat (1) UU Tipikor hanya mengatur bahwa setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap pemberian suap jika berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya.

     

    Hal ini juga ditegaskan kembali dalam Tanya-Jawab Gratifikasi dalam laman resmi Komisi Pemberantasan Korupsi, yang mengatakan bahwa salah satu kebiasaan yang berlaku umum di masyarakat adalah pemberian tanda terima kasih atas jasa yang telah diberikan oleh petugas, baik dalam bentuk barang atau bahkan uang. Hal ini dapat menjadi suatu kebiasaan yang bersifat negatif dan dapat mengarah menjadi potensi perbuatan korupsi di kemudian hari. Potensi korupsi inilah yang berusaha dicegah oleh peraturan UU Tipikor. Oleh karena itu, berapapun nilai gratifikasi yang diterima Penyelenggara Negara atau Pegawai Negeri, bila pemberian itu patut diduga berkaitan dengan jabatan/kewenangan yang dimiliki, maka sebaiknya Penyelenggara Negara/Pegawai Negeri tersebut segera melapor ke KPK untuk dianalisa lebih lanjut.

     

    Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.

     

    Dasar Hukum:

    Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.

        

    Tags


    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    TIPS HUKUM

    Ingin Rujuk, Begini Cara Cabut Gugatan Cerai di Pengadilan

    24 Mar, 2023 Bacaan 10 Menit
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!