Saya dengar berita soal pembunuhan Mirna bahwa tidak ada ditemukan sianida di hati Mirna. Saya ingin tahu, sebenarnya bagaimanakah pemeriksaan racun di tubuh seseorang yang telah meninggal (mayat)? Bisakah itu dilakukan?
Pemeriksaan keracunan pada tubuh mayat (jenazah) merupakan salah satu cara mengungkap peristiwa yang diduga merupakan tindak pidana, yang dikenal dengan istilah Toksikologi Forensik. Pemeriksaan barang bukti keracunan dilaksanakan di Laboratorium Forensik Polri Kepolisian Negara Republik Indonesia (Labfor) dan/atau di Tempat Kejadian Perkara (TKP).
Ā
Pemeriksaan keracunan pada mayat dapat dilakukan, yang mana pemeriksaan tersebut harus memenuhi syarat formal dan teknis yang akan diuraikan dalam ulasan di bawah ini.
Ā
Ā
Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000
Ā
Ulasan:
Ā
Terima kasih untuk pertanyaan Anda.
Ā
Pembunuhan Berencana
Pembunuhan dengan menggunakan racun dapat didakwa dengan Pasal 340 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (āKUHPā) tentang pembunuhan berencana. Berikut selengkapnya bunyi Pasal 340 KUHP:
Ā
āBarang siapa dengan sengaja dan dengan rencana terlebih dahulu merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan rencana, dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun.ā
Ā
R. Soesilo dalam bukunya āKUHP Serta Komentar-komentarnya Lengkap Pasal demi Pasalā (hal. 241) menjelaskan bahwa kejahatan ini dinamakan āpembunuhan dengan direncanakan lebih dahuluā (moord). āDirencanakan lebih dahuluā (voorbedachte rade) maksudnya adalah antara timbulnya maksud untuk membunuh dengan pelaksanaannya itu masih ada tempo bagi si pembuat untuk dengan tenang memikirkan misalnya dengan cara bagaimanakah pembunuhan itu akan dilakukan. āTempoā ini tidak boleh terlalu sempit, akan tetapi sebaiknya juga tidak perlu terlalu lama, yang penting ialah apakah di dalam tempo itu si pembuat dengan tenang masih dapat berpikir-pikir, yang sebenarnya ia masih ada kesempatan untuk membatalkan niatnya akan membunuh itu, akan tetapi tidak ia pergunakan. Pembunuhan dengan mempergunakan racun hampir semua merupakan āmoordā.
Ā
Dari penjelasan Soesilo di atas dapat kita ketahui bahwa membunuh dengan racun termasuk tindak pidana pembunuhan berencana. Penjelasan lebih lanjut soal pembunuhan berencana dapat Anda simak Hal-hal yang Menentukan Berat Ringannya Hukuman Terdakwa.
Ā
Forensik
Pemeriksaan pada tubuh mayat (jenazah) merupakan salah satu cara mengungkap peristiwa yang diduga merupakan tindak pidana yang dikenal dengan istilah forensik. Forensik merupakan cara untuk membuktikan atau mengungkap kasus untuk mendapatkan kebenaran yang sesungguhnya. Yang perlu ditekankan bahwa forensik adalah cara untuk mendapatkan alat bukti atau alat bantu untuk mendapatkan alat bukti, bukan alat bukti itu sendiri. Misalnya seperti peluru yang ditembakkan, apakah peluru itu berasal dari senjata A. Penjelasan lebih lanjut mengenai forensik dapat Anda simak artikel Forensik dan Ruang Lingkupnya Dalam Mengungkap Tindak Pidana.
Ā
Khusus untuk pemeriksaan racun pada tubuh seseorang digunakan Toksikologi Forensik, yakni penerapan ilmu pengetahuan tentang racun untuk kepentinganhukum dan peradilan.[1]
Ā
Toksikologi Forensik termasuk sebagai salah satu kemampuan Kedokteran Kepolisian[2], yang lingkupnya antara lain:[3]
1.Ā Ā Ā pemeriksaan jenis racun dalam tubuh manusia atau bagian tubuh manusia; dan
2.Ā Ā Ā pemeriksaan kadar racun dalam tubuh manusia atau bagian tubuh manusia;
Ā
Racun Pada Tubuh
Racun adalah suatu zat yang dalam jumlah relatif kecil masuk ke dalam tubuh dan bekerja secara kimiawi, menimbulkan gejala-gejala abnormal sampai kematian. Demikian defiinsi yang diberikan oleh Taylor sebagaimana dikutip oleh Handoko Tjondroputranto dan Rukiah Handoko dalam materi ajar Ilmu Kedokteran Forensik Fakultas Hukum Universitas Indonesia (hal. 170).
Ā
Lebih lanjut, dijelaskan bahwa untuk membuktikan adanya satu keracunan pada orang hidup, yang perlu diperiksa adalah:
Untuk poin 1 ā 5 diawetkan dalam alkohol 95% dalam perbandingan 1:1.
Ā
Lalu bagaimana dengan pemeriksaan keracunan pada orang yang sudah mati (mayat)? Untuk menjawabnya, kita perlu mengetahui syarat formal dan teknis pemeriksaan barang bukti keracunan.
Ā
Pemeriksaan Racun Pada Jenazah
Pemeriksaan barang bukti keracunan dilaksanakan di Laboratorium Forensik Polri Kepolisian Negara Republik Indonesia (āLabforā) dan/atau di Tempat Kejadian Perkara (āTKPā).[4] Pemeriksaan barang bukti keracunan wajib memenuhi persyaratan formal sebagai berikut:[5]
a.Ā Ā Ā Permintaan tertulis dari kepala kesatuan kewilayahan atau kepala/pimpinan instansi;
b.Ā Ā Ā Laporan polisi;
c.Ā Ā Ā Berita Acara Pemeriksaan saksi/tersangka atau laporan kemajuan;
d.Ā Ā Ā Visum et Repertum atau surat pengantar dokter forensik bila korban meninggal atau riwayat kesehatan (medical record) bila korban masih hidup;
e.Ā Ā Ā Berita acara pengambilan, penyitaan dan pembungkusan barang bukti.
Ā
Selain syarat formal, pemeriksaan barang bukti keracunan juga wajib memenuhi persyaratan teknis, yaitu:[6]
Ā
a.Ā Ā Ā Jumlah barang bukti
Untuk korban mati/meninggal:
1)Ā Ā Ā organ/jaringan tubuh:
a)Ā Ā Ā lambung beserta isi (100 gr);
b)Ā Ā Ā hati (100 gr);
c)Ā Ā Ā ginjal (100 gr);
d)Ā Ā Ā jantung (100 gr);
e)Ā Ā Ā tissue adipose (jaringan lemak bawah perut) (100 gr); dan
f)Ā Ā Ā otak (100 gr).
2)Ā Ā Ā cairan tubuh
a)Ā Ā Ā urine (25 ml);
b)Ā Ā Ā darah (10 ml); dan
3)Ā Ā Ā sisa makanan, minuman, obat-obatan, alat/peralatan/wadah antara lain piring, gelas, sendok/garpu, alat suntik, dan barang-barang lain yang diduga ada kaitannya dengan kasus; dan
4)Ā Ā Ā barang bukti pembanding bila diduga sebagai penyebab kematian korban.
Ā
Untuk korban mati yang telah dikubur:
1)Ā Ā Ā apabila mayat korban belum rusak, maka barang bukti yang diperlukan sama dengan barang bukti sebagaimana dimaksud pada korban mati/meninggal;
2)Ā Ā Ā apabila mayat korban sudah rusak/hancur maka barang bukti yang diperlukan adalah:
a)Ā Ā Ā tanah bagian bawah lambung/perut korban;
b)Ā Ā Ā tanah bagian bawah kepala korban;
c)Ā Ā Ā rambut korban; dan
d)Ā Ā Ā kuku jari tangan dan jari kaki korban.
Ā
b.Ā Ā Ā Pengambilan barang bukti
1)Ā Ā Ā Pengambilan barang bukti organ tubuh/jaringan tubuh dan cairan tubuh untuk korban mati dilakukan oleh dokter pada saat otopsi;
2)Ā Ā Ā pengambilan barang bukti darah dan cairan lambung untuk korban hidup dilakukan oleh dokter atau para medis; dan
3)Ā Ā Ā apabila penyidik tidak dapat mengambil barang bukti di TKP segera menghubungi petugas Labfor untuk mengambil barang bukti.
Ā
c.Ā Ā Ā Pengumpulan barang bukti
1)Ā Ā Ā tiap jenis barang bukti ditempatkan dalam wadah yang terpisah;
2)Ā Ā Ā khusus untuk organ tubuh, gunakan wadah berupa botol mulut lebar/toples yang terbuat dari gelas atau plastik yang masih bersih dan baru (hindari pemakaian botol/toples bekas);
3)Ā Ā Ā barang bukti tidak diawetkan dengan formalin, kecuali untuk pemeriksaan Pathologi Anatomi, menggunakan bahan pengawet formalin 10%;
4)Ā Ā Ā barang bukti yang mudah membusuk, organ tubuh, muntahan, dan sisa makanan diawetkan dengan menggunakan alkohol 96% hingga terendam;
5)Ā Ā Ā contoh alkohol yang digunakan sebagai bahan pengawet juga dikirimkan sebagai pembanding;
6)Ā Ā Ā untuk kasus dengan dugaan keracunan alkohol, barang bukti tidak diawetkan dengan Alkohol, tetapi barang bukti yang telah ditempatkan dalam wadah, wadahnya dimasukkan ke dalam Ice Box yang telah diisi es batu;
7)Ā Ā Ā untuk kasus-kasus keracunan gas CO, alkohol dan obat-obatan, barang bukti darah diawetkan dengan antikoagulan heparin; dan
8)Ā Ā Ā setiap wadah barang bukti ditutup serapat mungkin, gunakan cellotape atau yang sejenis untuk menghindari kebocoran.
Ā
d.Ā Ā Ā Pembungkusan dan penyegelan barang bukti
1)Ā Ā Ā tiap jenis barang bukti harus dibungkus terpisah, diikat, dilak, disegel dan diberi label;
2)Ā Ā Ā tempat barang bukti dalam tempat/peti yang cukup kuat dan tidak mudah rusak;
3)Ā Ā Ā memberikan sekat antara botol yang satu dengan botol yang lain agar tidak berbenturan dan pecah;
4)Ā Ā Ā menutup peti dengan rapat, diikat dengan tali dan disegel serta diberi label; dan
5)Ā Ā Ā menandai peti dengan tanda ājangan dibalik dan jangan dibanting, awas pecahā.
2.Ā Ā Ā Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2009 tentang Tata Cara dan Persyaratan Permintaan Pemeriksaan Teknis Kriminalistik Tempat Kejadian Perkara dan Laboratoris Kriminalistik Barang Bukti Kepada Laboratorium Forensik Kepolisian Negara Republik Indonesia;
3.Ā Ā Ā Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2011 tentang Kedokteran Kepolisian.
2.Ā Ā Ā R. Soesilo. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal. Politeia. Bogor: 1991.
[1] Pasal 1 angka 10 Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2011 tentang Kedokteran Kepolisian (āPerkapolri 12/2011ā)
[2] Kedokteran Kepolisian adalah penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran beserta ilmu-ilmu pendukungnya untuk kepentingan tugas kepolisian (Pasal 1 angka 1 Perkapolri 12/2011)
[4] Pasal 58 Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2009 tentang Tata Cara dan Persyaratan Permintaan Pemeriksaan Teknis Kriminalistik Tempat Kejadian Perkara dan Laboratoris Kriminalistik Barang Bukti Kepada Laboratorium Forensik Kepolisian Negara Republik Indonesia (āPerkapolri 10/2009ā)