13 Item yang Harus Ada dalam Kontrak Jasa Konstruksi
Berita

13 Item yang Harus Ada dalam Kontrak Jasa Konstruksi

Dalam manajemen proyek di Indonesia, FIDIC sudah dipakai.

Oleh:
MYS
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi tiang bangunan ruang tunggu bandara Soekarno-Hatta. Foto: MYS
Ilustrasi tiang bangunan ruang tunggu bandara Soekarno-Hatta. Foto: MYS
Bagi yang selama ini terlibat intens dalam manajemen proyek, Anda mungkin sudah terbiasa dengan substansi yang harus diatur dalam suatu kontrak jasa konstruksi. Dalam rezim pemerintahan yang memprioritaskan pembangunan infrastruktur, kontrak jasa konstruksi itu semakin penting diketahui.

Secara normatif, ada 13 item yang harus ada dalam suatu kontrak jasa konstruksi. Oh ya, sesuai Pasal 22 ayat (1) UU No. 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi, hubungan kerja para pihak dituangkan dalam apa yang disebut kontrak jasa konstruksi. Kontrak itu, kata Pasal 18 ayat (3) mengikat bagi para pihak. Salah satu pihak tak bisa secara sepihak mengubah isi dokumen kontrak.

Apa saja 13 item yang harus ada dalam kontrak jasa konstruksi? Pertama, identitas para pihak yang berkontrak. Syarat ini lazim ditemukan dalam kontrak-kontrak lain karena harus jelas siapa subjek yang melakukan hubungan hukum tersebut. Identitas setidak-tidaknya memuat nama, alamat, kewarganegaraan, domisili, dan kewenangan membubuhkan tanda tangan.

Kedua, rumusan pekerjaan. Bagian ini harus merumuskan secara jelas dan rinci mengenai apa yang akan dikerjakan, lingkup kerja, nilai pekerjaan, dan batasan waktu proyek. Dalam praktik, penambahan waktu pekerjaan tetap dimungkinkan asalkan disepakati lebih dahulu para pihak.

Ketiga, masa pertanggungan dan/atau pemeliharaan, yang memuat jangka waktu pertanggungan atau pemeliharaan yang menjadi tanggung jawab penyedia jasa. Syarat ini berkaitan dengan asuransi proyek konstruksi, dengan asumsi ada kemungkinan kegagalan atau kejadian di luar perkiraan.

Keempat, gambaran tentang tenaga ahli, baik mengenai jumlah, kualifikasi keahlian, dan klasifikasi pekerjaan jasa kontruksi yang akan dilakukan. Kelima, hak dan kewajiban para pihak. Misalnya, di satu sisi pengguna jasa berhak untuk memperoleh hasil konstruksi; di sisi lain berkewajiban memenuhi isi perjanjian seperti membayar penyedia jasa.

Keenam, cara pembayaran. Dalam kontrak harus diatur bagaimana pembayaran proyek dilakukan. Bisa jadi ada kemungkinan pembayaran di muka, memakai cicilan, harus menggunakan bank, dan lain-lain. Klausula ini memberikan kepastian kepada para pihak. Ketujuh, aturan mengenai cedera janji (wanprestasi). Kontrak harus memuat tanggung jawab salah satu pihak jika isi perjanjian tidak dilaksanakan sesuai apa yang disepakati. Penting juga memuat apa yang masuk lingkup cedera janji.

Kedelapan, klausula penyelesaian sengketa. Kontrak harus memuat mekanisme penyelesaian sengketa yang akan ditempuh para pihak jika terjadi sengketa. Penyelesaian sengketa jasa konstruksi bisa lewat pengadilan atau penyelesaian di luar pengadilan (out of court settlement). Kesembilan, pemutusan kontrak kerja konstruksi. Jika salah satu pihak tidak menyelesaikan kewajiban, terbuka peluang pemutusan kontrak secara sepihak. Dalam konteks ini, kontrak jasa konstruksi sebaiknya memuat ketentuan pemutusan kontrak kerja.

Kesepuluh, kondisi-kondisi yang dikualifikasi sebagai keadaan memaksa atau force majeur. Ini adalah kejadian yang timbul di luar kehendak para pihak dan menimbulkan implikasi pada pekerjaaan jasa konstruksi. Misalnya, banjir atau gempa bumi. Kesebelas, klausula mengenai kegagalan bangunan. Isinya tentang kewajiban para pihak (penyedia jasa dan pengguna jasa) jika terjadi kegagalan bangunan.

Keduabelas, klausula mengenai perlindungan pekerja. Para pekerja yang mengerjakan jasa kontruksi seharusnya dilindungi dalam rangka keselamatan dan kesehatan kerja. Klausula ini bisa merujuk pada UU Ketenagakerjaan dan peraturan keselamatan kerja. Ketigabelas, klausula mengenai pemenuhan kewajiban yang berkenaan dengan lingkungan, seperti Amdal.

Selain ketigabelas materi tadi sebenarnya para pihak masih diperkenankan oleh hukum untuk mengatur hal-hal lain. Misalnya tentang pemberian insentif, hak kekayaan intelektual atas rancang bangun atau perencanaan pekerjaan, dan kemungkinan sub-penyedia jasa (subkontrak).

Organisasi konsultan internasional, FIDIC (Federation Internationale des Ingenieurs Conseils), sebenarnya sudah membuat standard kontrak jasa konstruksi yang lazim dipakai di banyak negara. FIDIC Conditions of Contract terus diperbarui dan mengalami revisi, disesuaikan dengan perkembangan. Pengamat hukum jasa konstruksi, Sarwono Hardjomujadi, mengatakan kontrak-kontrak jasa konstruksi di Indonesia sudah banyak mengakomodasi ketentuan FIDIC.
Tags:

Berita Terkait