1.420 Narapidana Kabur Akibat Gempa dan Tsunami di Sulteng
Berita

1.420 Narapidana Kabur Akibat Gempa dan Tsunami di Sulteng

Ditjen Pemasyarakatan memberi waktu selama sepekan kepada narapidana atau tahanan untuk kembali ke lapas/rutan. Kebijakan tersebut ditempuh karena kondisi lapas dan rutan saat ini juga dalam kondisi rusak dan cadangan bahan makanan belum ada.

Agus Sahbani
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi peristiwa gempa bumi. HGW
Ilustrasi peristiwa gempa bumi. HGW

Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM mengungkapkan tercatat ada sekitar 1.420 narapidana dan tahanan di Sulawesi Tengah dinyatakan kabur untuk menyelamatkan diri ketika gempa 7,4 skala richter dan tsunami melanda Kota Palu, Kabupaten Donggala, dan sekitarnya pada Jumat (28/9/2018).

 

"Tidak beradanya para tahanan dan narapidana di Lapas Palu, Rutan Palu, dan Rutan Donggala semata-mata sebagai kebutuhan penyelamatan diri atas dampak gempa," kata Direktur Jenderal Pemasyarakatan Kemenkumham, Sri Puguh Budi Utami saat konferensi pers di Jakarta, Senin (1/10/2018) seperti dikutip Antara.

 

Utami menjelaskan kaburnya para tahanan dan narapidana ini karena secara naluriah butuh keselamatan jiwa dan juga khawatir keadaan keluarga mereka di luar. Selain itu, kondisi lapas dan rutan yang rusak, sehingga mengancam keselamatan mereka.

 

Dia mencatat Lapas Palu yang memiliki kapasitas 210 terisi sebanyak 581 narapidana. Namun, pascagempa hingga Senin pagi ini tersisa 66 orang. Sementara itu, Rumah Tahanan Palu yang memiliki kapasitas 120 diisi 463 tahanan yang tersisa hanya 53 orang.

 

“Saya pada hari Minggu (30/9) berkunjung ke Palu menghitung sebanyak 56 orang, sekarang tersisa 53 orang. Mungkin ini minta izin sama Karutan karena ada keluarganya terjadi sesuatu. Pasti ini diizinkan oleh Karutannya," kata Utami.

 

Lembaga Pemasyarakatan khusus Perempuan (LPP) Palu yang memiliki kapasitas 100 diisi 83 narapidana ditambah tiga bayi tersisa 9 orang. Sedangkan Lembaga Pemasyarakatan Khusus Anak yang memiliki kapasitas 100 orang, lanjut dia, diisi 29 anak, sekarang tinggal 5 warga binaan.

 

Ia melanjutkan Lapas Donggala yang memiliki kapasitas 108 orang, diisi 342 narapidana yang semuanya kabur. Hingga saat ini, kondisi Lapas Donggala kosong karena terbakar. "Berdasarkan laporan sudah beberapa telah melaporkan keberadaan dan ingin kembali," kata dia.

 

Karena itu, pihaknya telah memberi waktu selama sepekan kepada mereka untuk kembali ke lapas/rutan. Kebijakan tersebut ditempuh karena kondisi lapas dan rutan saat ini juga dalam kondisi rusak dan cadangan bahan makanan belum ada.

 

Dalam kesempatan ini, dia menerangkan kronologis kaburnya para narapidana dari Lapas Palu, Sulawesi Tengah, akibat gempa dan tsunami tersebut. Awalnya kondusif, para narapidana dikumpulkan di lapangan dan para petugas di tengah lapangan. Lalu, para narapidana mulai panik setelah pagar ambruk dan berlanjut dua blok bangunan Lapas runtuh.

 

"Tak lama, tiba-tiba air keluar dari dalam tanah. Mereka akhirnya kabur melalui blok yang roboh," kata Utami yang baru balik Minggu (30/9) malam setelah berkunjung dari Palu.

 

Dia mengungkapkan kaburnya para narapidana ini juga akibat mendengar ambruknya bangunan Hotel Roa-Roa yang berjarak sekitar 50 meter dari Lapas. Hal ini yang membuat mereka panik takut tertimpa bangunan Lapas.

 

Utami menegaskan tidak ada korban jiwa dari tahanan dan narapidana akibat bencana gempa dan tsunami di Palu dan Donggala ini.

 

Seperti diketahui, terdapat 15 UPT Lapas/Rutan di wilayah Sulawesi Tengah dan 8 diantaranya terkena dampak gempa. Total penghuni Lapas/Rutan di Sulawesi Tengah saat ini mencapai 3.220. Sementara yang berada di luar saat ini sebanyak 1.420, sehingga yang tersisa 1.795 narapidana dan tahanan. (ANT)

Tags:

Berita Terkait