2019, BPJS Kesehatan Cegah Kerugian dari Fraud Hingga Rp10,5 Triliun
Berita

2019, BPJS Kesehatan Cegah Kerugian dari Fraud Hingga Rp10,5 Triliun

Kecurangan dalam pelaksanaan program JKN sebagaimana hasil audit BPKP tidak sampai 1 persen. Minimnya fraud karena BPJS Kesehatan menerapkan deteksi berlapis antara lain terhadap berkas klaim faskes.

Ady Thea DA
Bacaan 2 Menit

Kepala Pusat Pembiayaan dan Jaminan Kesehatan Kementerian Kesehatan Kalsum Komaryani menjelaskan peran Kementerian Kesehatan dalam pelaksanaan program JKN antara lain sebagai regulator. Kementerian Kesehatan juga mendaftarkan dan membayar iuran peserta penerima bantuan iuran (PBI) kepada BPJS Kesehatan. Data yang calon peserta PBI yang diperoleh Kementerian Kesehatan merupakan hasil pendataan Kementerian Sosial.

“Jumlah peserta PBI saat ini mencapai 96,8 juta jiwa,” ujarnya.

Kementerian Kesehatan berperan mengatur prosedur pelayanan Kesehatan, seperti screening dan kriteria gawat darurat, serta obat yang masuk formularium nasional (fornas). Untuk menyelesaikan sengketa terkait pelaksanaan JKN, misalnya antara faskes dan BPJS Kesehatan, ditangani melalui tim pertimbangan klinis.

“Mengacu Permenkes No.5 Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Pertimbangan Klinis, pertimbangan klinis dilakukan terhadap upaya penguatan sistem dalam penyelenggaraan JKN dan penyelesaian sengketa klinis,” kata Kalsum.

JKN mirip asuransi komersial

Pakar Jaminan Kesehatan Masyarakat FKM UI, Prof Budi Hidayat mengatakan manfaat yang diberikan program JKN hampir sama seperti manfaat yang diberikan asuransi komersial. Tapi iuran JKN jauh lebih murah daripada asuransi komersial. Karena itu sebagai asuransi sosial, manfaat program JKN harus diatur secara ketat. Pembiayaan program JKN berasal dari iuran yang dibayar peserta dan iuran PBI yang dibayar oleh pemerintah.

Sistem pembiayaan JKN tidak seperti program serupa di negara lain, seperti di Inggris dan Ukraina karena di negara tersebut sumber dana diambil dari pajak yang sudah diambil pemerintah dari setiap warganya. Budi mengatakan mekanisme pembiayaan itu tidak bisa dilakukan di Indonesia karena sejak awal sistem pajak di Indonesia tidak didesain untuk mendukung hal tersebut.

“Infrastruktur pajak kita belum siap untuk mengikuti model pembiayaan jaminan kesehatan seperti di Inggris,” kata dia.

Peserta mandiri kategori pekerja bukan penerima upah (PBPU), menurut Budi tergolong sulit untuk rutin membayar iuran JKN. Hal tersebut juga dialami oleh negara lain yang menjalankan program yang mirip JKN dengan mekanisme pembiayaan melalui iuran peserta.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait