3 Dokumen Penting dalam Perizinan Berusaha
Terbaru

3 Dokumen Penting dalam Perizinan Berusaha

Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang (KKPR), Persetujuan Lingkungan, dan Persetujuan Bangunan Gedung dan Sertifikat Laik Fungsi. Untuk mencegah tumpang tindih penguasaan tanah dan perizinan.

Ady Thea DA
Bacaan 3 Menit
Ilustrasi
Ilustrasi

Sejak awal, Pemerintah berharap terbitnya UU No.11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dapat meningkatkan masuknya investasi ke Indonesia. Salah satu sasaran UU Cipta Kerja adalah memberikan kemudahan perizinan terhadap pelaku usaha antara lain di bidang tata ruang dan perizinan lingkungan.

Dirjen Tata Ruang Kementerian ATR/BPN, Abdul Kamarzuki, mengatakan tata ruang sangat penting sebagai acuan dalam menerbitkan perizinan berusaha. U Cipta Kerja dan peraturan turunannya, seperti PP No.21 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang, diharapkan membenahi kerumitan proses perizinan selama ini yang mengakibatkan tumpang tindih di lapangan.

“Dengan UU Cipta Kerja dan peraturan turunannya diharapkan kemudahan perizinan bisa terwujud dan berlanjut agar izin yang terbit tidak tumpang tindih,” kata Abdul Kamarzuki dalam diskusi secara daring bertema “Reformasi Perizinan Tata Ruang dan Perizinan Lingkungan untuk Mendukung Kemudahan Berusaha yang Berkelanjutan”, Sabtu (2/10/2021). (Melihat Poin Penting PP Izin Usaha Berbasis Risiko)

Dia mengutip Pasal 6 UU Cipta Kerja yang mengatur peningkatan ekosistem investasi dan kegiatan berusaha meliputi 4 hal. Pertama, penerapan perizinan berbasis risiko. Kedua, penyederhanaan persyaratan dasar perizinan berusaha. Ketiga, penyederhanaan perizinan berusaha sektor. Keempat, penyederhanaan persyaratan investasi. Untuk penyederhanaan persyaratan dasar perizinan berusaha meliputi Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang (KKPR); Persetujuan Lingkungan; dan Persetujuan Bangunan Gedung.

Abdul mengatakan perizinan berusaha terutama tata ruang, KKPR menjadi acuan. Misalnya untuk pemanfaatan ruang dan penerbitan hak atas tanah. KKPR juga sebagai syarat mendapatkan izin di sektor lain, seperti perizinan (persetujuan) lingkungan. Dengan memanfaatkan teknologi, pelaku usaha bisa memproses KKPR dengan mudah karena dilakukan secara daring melalui laman Online Single Submission (OSS).

“Waktu penerbitan juga cukup singkat untuk konfirmasi KKPR dibutuhkan 1 hari kerja dan persetujuan KKPR 20 hari kerja, jika dibandingkan dengan berbagai produk tata ruang lainnya sebelum terbit UU Cipta Kerja,” kata dia.

Dia menerangkan UU Cipta Kerja mengatur KKPR diberikan sebagai kesesuaian rencana lokasi kegiatan dan/atau usaha dengan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR). Untuk pemerintah daerah yang sudah memiliki RDTR, maka KKPR diberikan melalui konfirmasi. Bagi pemerintah daerah yang belum memiliki RDTR, KKPR diberikan melalui persetujuan dengan asas berjenjang dan komplementer berdasarkan, antara lain RTRW Nasional, Provinsi, dan Kabupaten/Kota.

Masa berlaku KKPR untuk perolehan tanah yakni 3 tahun dan bisa dilakukan perpanjangan 2 tahun. Jangka jangka waktu setelah perpanjangan itu dirasa belum cukup, dapat dilakukan kerja sama dengan Bank Tanah. Untuk pemanfaatan tanah masa berlakunya sepanjang kepemilikan hak atas tanah tersebut.

Untuk menindaklanjuti UU Cipta Kerja dan PP No.21 Tahun 2021 ini, Kementerian ATR/BPN telah menerbitkan 5 regulasi. Pertama, Permen ATR/BPN No.14 Tahun 2021 tentang Pedoman Penyusunan Basis Data dan Penyajian Peta RTRW Provinsi, Kabupaten, dan Kota, serta Peta RDTR Kabupaten/Kota. Kedua, Permen ATR/BPN No.15 Tahun 2021 tentang Koordinasi Penyelenggaraan Penataan Ruang.

Ketiga, Permen ATR/BPN No.13 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang (KKPR) dan Sinkronisasi Program Pemanfaatan Ruang (SPPR). Keempat, Permen ATR/BPN No.11 Tahun 2021 tentang Tata Cara Penyusunan dan Revisi RTRW Provinsi, Kabupaten/Kota, dan RDTR, serta Tata Cara penerbitan Persetujuan Substansi. Kelima, permen No.10 Tahun 2021 tentang pedoman Penyusunan, PK, dan Revisi RTR Pulau/Kepulauan, RTR KSN, dan RDTR KPN.

“Kementerian ATR/BPN juga menyusun rancangan Permen tentang Pendidikan dan Pelatihan Bidang Penataan Ruang dan Pembinaan Profesi Perencana Tata Ruang.”

Direktur Pengendalian Dampak Lingkungan Usaha/Kegiatan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Ary Sudjianto, mengatakan persyaratan dasar dalam perizinan berusaha meliputi KKPR, Persetujuan Lingkungan, dan Persetujuan Bangunan Gedung Sertifikat Laik Fungsi.

Perizinan berusaha yang dilaksanakan saat ini berbasis risiko dengan menggunakan asesmen seperti kesehatan, keselamatan, lingkungan, dan keterbatasan sumber daya. Hasilnya, ada 3 tingkat risiko yakni rendah, menengah, dan tinggi. Tingkat risiko jenis rendah perizinannya berupa (Nomor Induk Berusaha (NIB); risiko menengah berupa Sertifikat Standar; dan risiko tinggi harus mengantongi Izin.

Ary menegaskan perizinan berusaha bisa terbit jika 3 persyaratan dasar tersebut dipenuhi pelaku usaha yakni KKPR, Persetujuan Lingkungan, dan Persetujuan Bangunan Gedung dan Sertifikat Laik Fungsi. “Persetujuan lingkungan bisa diproses jika pelaku usaha sudah mengantongi KKPR,” tegasnya.

Tags:

Berita Terkait