4 Alasan Usulan Revisi UU TNI Belum Menjawab Masalah Krusial
Utama

4 Alasan Usulan Revisi UU TNI Belum Menjawab Masalah Krusial

Usulan revisi UU TNI tidak mendorong kepatuhan militer terhadap otoritas sipil, justru memperkuat otonomi militer.

Ady Thea DA
Bacaan 3 Menit
Peneliti Pusat Riset Politik BRIN, Diandra Mehaputri Mengko. Foto: tangkapan layar  zoom
Peneliti Pusat Riset Politik BRIN, Diandra Mehaputri Mengko. Foto: tangkapan layar zoom

Usulan revisi UU No.34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI) kembali bergulir. Kalangan masyarakat sipil melihat usulan itu didorong Mabes TNI dan Kementerian Pertahanan. Berbagai substansi yang diusung dalam usulan revisi UU 34/2004 itu menuai sorotan kalangan masyarakat sipil, termasuk peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN).

Peneliti Pusat Riset Politik BRIN, Diandra Mehaputri Mengko mengatakan militer harus kuat untuk mengatasi ancaman dari luar, tapi harus tunduk pada otoritas sipil. Sejumlah pandangan para ahli tentang hubungan sipil dan militer di negara demokrasi antara lain militer tidak boleh masuk ranah politik.

Militer bisa berdialog dengan otoritas sipil dalam posisi dimana otoritas sipil lebih tinggi sehingga segala keputusan merupakan kewenangan penuh dari otoritas sipil. Kemudian militer tidak boleh salah dalam menjalankan tugasnya yang diberikan oleh otoritas sipil. Selain tunduk pada otoritas sipil, Diandra mengatakan militer harus akuntabel untuk mencegah penyalahgunaan penggunaan militer untuk kepentingan rezim penguasa pemerintahan.

Persoalan sipil-militer yang terjadi saat ini antara lain masih muncul peristiwa pertentangan militer terhadap otoritas sipil. Misalnya kritik terhadap pemerintah yang disampaikan secara terbuka oleh Panglima TNI Tahun 2017, kemudian pengecaman beberapa anggota TNI terhadap anggota DPR pada tahun 2022.

Baca juga:

Pengerahan militer tanpa dasar keputusan politik negara tapi menggunakan nota kesepahaman alias memorandum of understunding (MoU) dan beberapa operasi militer. Ada juga penempatan militer aktif di berbagai instansi sipil. Otoritas sipil menurut Diandra juga lemah. Seperti mengabaikan ketentuan pengerahan TNI sebagaimana diatur dalam UU 34/2004 belum rigid menentukan orientasi ancaman eksternal, dan dominasi militer di lingkungan kementerian pertahanan.

“Pengerahan prajurit TNI harus melalui keputusan negara,” katanya dalam diskusi bertema ‘Problematika Revisi UU TNI Ditinjau dari Perspektif Hukum, Politik, dan HAM’, Selasa (04/7/2023).

Tags:

Berita Terkait