Koalisi Masyarakat Sipil Desak ASEAN Bersikap Tegas Atas Kejahatan Militer di Myanmar
Terbaru

Koalisi Masyarakat Sipil Desak ASEAN Bersikap Tegas Atas Kejahatan Militer di Myanmar

Konsensus 5 poin ASEAN yang diterbitkan April 2021 untuk mengakhiri kekerasan dan pelanggaran HAM di Myanmar dianggap gagal.

Oleh:
Ady Thea DA
Bacaan 3 Menit
Massa berdemo menolak Pimpinan Pasukan Junta Militer Myanmar (Tatmadaw) Jenderal Min Aung Hlaing yang hadir dalam KTT ASEAN di Gedung Sekretariat ASEAN, Jakarta, tahun lalu. Foto: RES
Massa berdemo menolak Pimpinan Pasukan Junta Militer Myanmar (Tatmadaw) Jenderal Min Aung Hlaing yang hadir dalam KTT ASEAN di Gedung Sekretariat ASEAN, Jakarta, tahun lalu. Foto: RES

Kekerasan yang terjadi di Myanmar sampai saat ini belum berakhir. Bahkan beberapa waktu lalu melakukan eksekusi terhadap 4 aktivis pro demokrasi. Dalam rangka memperingati hari jadi ASEAN ke-55, sejumlah organisasi masyarakat sipil yang terdiri dari Amnesty International Indonesia, Greenpeace Indonesia, Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), Migrant Care, Yayasan Kurawal, dan Asia Justice and Rights (AJAR) mendesak ASEAN untuk mengakui gagalnya konsensus lima poin yang diterbitkan pada April 2021 dalam mengakhiri kekerasan yang meningkat serta pelanggaran hak asasi manusia lainnya di Myanmar.

Deputi Direktur Amnesty International Indonesia, Wirya Adiwena, mengatakan ASEAN harus membuktikan dapat bertindak tegas meminta pertanggungjawaban militer Myanmar atas pelanggaran HAM yang kejam. “Militer Myanmar bertanggung jawab atas puluhan tahun pertumpahan darah di sana dan mereka akan terus menginjak-injak kehidupan dan hak jutaan orang di Myanmar,” kata Wirya dalam keterangannya, Senin (8/8/2022).  

Baca Juga:

Koalisi juga menggelar demonstrasi di depan gedung Sekretariat ASEAN di Jakarta, Senin (8/8/2022). Aktivis Greenpeace Indonesia, Khalisah Khalid mengatakan demonstrasi itu sebagai dukungan terhadap perjuangan aktivis pro demokrasi dan masyarakat sipil di Myanmar. Sebagaimana diketahui mereka berhadapan dengan pelanggaran HAM berat yang dilakukan junta militer.

“Kami mendesak ASEAN untuk mengambil tindakan segera guna melindungi para aktivis pro demokrasi dan masyarakat sipil Myanmar dari dari kebrutalan rezim militer Myanmar,” ujar perempuan yang disapa Alin dalam keterangan persnya.

Divisi Advokasi Internasional KontraS, Auliya Rayyan, menilai kekejaman yang terjadi di Myanmar terus meningkat. Termasuk eksekusi mati yang dijatuhkan melalui proses persidangan yang tidak adil, pembunuhan di luar hukum, penyiksaan, dan penghilangan paksa oleh militer Myanmar. “Sejak Februari 2021, militer Myanmar secara sistematis menindak puluhan ribu pengunjuk rasa damai di seluruh negeri, memaksa 700.000 orang meninggalkan rumah mereka, menewaskan lebih dari 2.000 orang dan menangkap hampir 15.000 orang,” paparnya.

Direktur Eksekutif Migrant Care, Wahyu Susilo, mengatakan militer Myanmar telah mengabaikan Konsensus 5 Poin ASEAN yang bertujuan mengurangi kekerasan setelah kudeta militer negara itu pada tahun 2021. Alih-alih menerapkan perjanjian tersebut, militer Myanmar malah terus melakukan pelanggaran HAM berata terhadap rakyat Myanmar. Terbaru, militer mengeksekusi 4 orang pada bulan Juli setelah proses pengadilan yang sangat tidak adil – eksekusi pertama sejak 1980-an – dengan perkiraan lebih dari 100 orang lagi dideret tunggu hukuman mati pasca-kudeta.

Tags:

Berita Terkait