4 Urgensi Indonesia Menjadi Anggota FATF
Berita

4 Urgensi Indonesia Menjadi Anggota FATF

Indonesia harus memenuhi 40 rekomendasi FATF.

Oleh:
FNH
Bacaan 2 Menit
Kepala PPATK Ki Agus Badaruddin (kiri). Foto: RES
Kepala PPATK Ki Agus Badaruddin (kiri). Foto: RES
Financial Action Task Force (FATF) adalah sebuah badan antar pemerintah yang tujuannya mengembangkan dan mempromosikan kebijakan nasional dan internasinal untuk memerangi pencucian uang dan pendanaan teroris. Organisasi yang berpusat di Paris, Perancis ini sebelumnya pernah mengkategorikan Indonesia sebagi negara yang rawan pencucian uang dan pendanaan terorisme dan masuk ke dalam daftar hitam. Namun pada Februari tahun lalu, FATF mencabut status blacklist tersebut dari Indonesia.

Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Ki Agus Badaruddin mengatakan bahwa bergabungnya Indonesia sebagai anggota FATF adalah penting. Menurutnya, ada empat alasan urgensi mengapa Indonesia harus bergabung dengan FATF.

Pertama, Indonesia adalah satu-satunya negara G-20 yang belum menjadi anggota FATF. Kedua, Indonesia perlu berperan aktif secara langsung dalam penyusunan standar internasional dalam pencegahan dan pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dan Tindak Pidana Pendanaan Teroris (TPPT). (Baca Juga: Di Hadapan Negara G-20, Indonesia Tegaskan Komitmen Ikut AEoI dan Prinsip BEPS)

Ketiga, Indonesia perlu memiliki kewenangan untuk menyampaikan penjelasan secara langsung atas penilaian kepatuhan Indonesia atas FATF Standars dalam pencegahan TPPU dan TPPT. Dan keempat, Indonesia perlu berperan aktif secara langsung atas penilaian kepatuhan suatu negara atas FATF Standars dalam pencegahan dan pemberantasan TPPU dan TPPT.

"FATF lebih kepada pemerintah, dan umumnya yang menjadi anggota mewakili pemerintah adalah Kementerian Keuangan (Kemenkeu)," kata Badaruddin dalam Kegiatan Diskusi bersama PPATK dengan tema "Pencegahan dan Pemberantasan Pencucian uang dan Pendanaan Terorisme dengan Pers Nasional" di Bogor, Kamis (23/3).

Sejauh ini, lanjut Badaruddin, Indonesia sudah melakukan tiga hal dalam upaya untuk bergabung dengan FATF seperti komunikasi dan koordinasi dengan FATF Secretariate, menyampaikan komitmen Indonesia untuk menjadi anggota FATF, dan meminta dukungan beberapa negara anggota FATF terkait keanggotaan Indonesia dalam FATF. (Baca Juga: 12 Fokus Kerja PPATK Tahun 2017)

Selain tiga hal di atas, poin utama jika ingin bergabung dengan FATF adalah memenuhi Mutual Evaluation Review (MER). FATF menetapkan 40 rekomendasi yang harus dipenuhi Indonesia jika ingin bergabung dengan  FATF. Sebagaimana diketahui oleh FATF, adalah pihak yang mengeluarkan dan menetapkan rekomndasi dan standar internasional di bidang pencucian uang dan pendanaan terorisme yang disebut dengan FATF Recommendations.

FATF juga membentuk Asian Pacific Group (APG) yang merupakan salah satu dari FATF Style Regional Bodies (FSRB). Indonesia sudah bergabung ke APG pada 2011 lalu. Sehingga etiap anggota APG, termasuk Indonesia wajib untuk memenuhi rekomendasi FATF dan secara berkala dilakukan penilaian secara peer-to-peer review oleh sesama negara anggota APG terkait pemenuhan rekomendasi-rekomendasi FATF dan efektifitas pelaksanaanya.

Analis PPATK Nyoman Sastrawan menyampaikan MER sudah dilakukan di Indonesia sejak tahun 2007 lalu. Pada 2008, hasil ME ditetapkan dalam APG Annual Meeting. Penilaian terhadap Indonesia pun dimulai pada tahun ini dan pada November tahun inione-site visit evaluator akan datang ke Indonesia dan memberikan penilaian. (Baca Juga: Perpres 103/2016 Terbit, Inilah Organisasi Baru PPATK)

Bagaimana jika nilai yang diperoleh oleh Indonesia buruk? Sastra menyebutkan akan ada tiga konsekuensi yakni masuk ke dalam daftar negara-negara yang tidak patuh pada FATF Public Statement, Indonesia akandisejajarkan dengan negara-negara dunia ketiga yang rezim AML/CFT nya belum mumpuni, dan terganggunya kredibilitas Indonesia dalam kegiatan bisnis dan investasi internasional.

"Apakah rezim ini perkembangannya bagus atau belum itu di assesment berdasarkan 40 rekomendasi itu. Ada persyaratan tertentu supaya negara kalau tidak complay itu masuk ke blacklist. Syaratnya untuk bergabung itu harus dibagusin dulu 40 rekomendasi yang sudah dipenuhi, dan sekarang sudah cukup banyak rekomendasi yang sudah dipenuhi oleh Indonesia. Ada beberapa yang perlu diperbaiki ada yang sudah baik. Nanti hasilnya, itu November rilisnya, kita sudah banyak melakukan persiapan, berdoa saja supaya bagus (nilainya)," pungkasnya.

Untuk diketahui, kegiatan persiapan menghadapi proses ME sudah dilakukan sejak akhir tahun 2015, dan masih terus berlangsung hingga saat ini. Kegiatan menghadapi proses ME ini melibatkan seluruh pemangku kepentingan dari rezim anti-pencucian uang dan pemberantasan pendanaan terorismeyang tergabung dalam Komite Koordinasi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan TPPU yang dibentuk berdasarkan Peraturan Presiden No 6 Tahun 2012 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden No.117 Tahun 2016 tentang Komite Koordinasi Nasinal Pencegahan dan Pemberantasan TPPU.

Tags:

Berita Terkait