6 Hal Ini Harus Diantisipasi Hukum Lingkungan
Terbaru

6 Hal Ini Harus Diantisipasi Hukum Lingkungan

Ada sejumlah faktor yang mempengaruhi hukum lingkungan, mulai dari faktor pemerintah hingga keterlibatan masyarakat.

Oleh:
Aji Prasetyo
Bacaan 3 Menit
Ilustrasi: HOL
Ilustrasi: HOL

Sejatinya, perlindungan lingkungan hidup sudah diatur di UUD 1945. Hal ini didukung dengan sejumlah peraturan perundang-undangan lain, sehingga bisa dibilang Indonesia mendukung pelestarian lingkungan. Hal ini disampaikan Direktur Jenderal Pengelolaan Limbah, Sampah, dan Bahan Beracun Berbahaya (PSLB3), Rosa Vivien Ratnawati, dalam diskusi daring bertema “The Future of Environmental Law: Challenges and Opportunities to Promote Environmental Sustainability”, Sabtu (16/10).

“Konstitusi kita lumayan hijau karena ada beberapa pasal yang mengatur hal ini, pasal 28 h, mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat, kemudian bumi air dan kekayaan alam, ini diatur dalam UUD 1945,” kata Vivien.

Selain itu, menurut Vivien, perekonomian Indonesia juga harus diatur berkelanjutan dan berwawasan lingkungan. Setidaknya ada lima peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang Lingkungan Hidup dan Kehutanan yaitu UU No.5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam dan Ekosistem (KSDAE), UU No.18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah. (Baca: Kewajiban Pelaku Usaha Mengolah Limbah B3 dan Non B3 dalam PP 22/2021)

Selain itu, UU No.41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, UU No.32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH), dan UU No.18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan (P3H). Tiga UU terakhir selanjutnya diubah menjadi UU No.11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja meskipun tidak semua perubahan dilakukan di dalamnya. Sementara di dunia internasional, Indonesia juga meratifikasi sejumlah konvensi mulai dari Konservasi, Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3), hingga perubahan iklim.

“UU 11/2011, pengesahan Minamata Convention on Mercury. Indonesia akan jadi tuan rumah nanti bulan November dan yang ditunjuk menjadi presidennya adalah saya, ada 135 negara yang ikut, Indonesia kebetulan saya dimandatkan memimpin sidang-sidang itu,” ujarnya.

Vivien juga menerangkan secara umum ada tiga hal yang menjadi inti masalah mengenai lingkungan. Pertama, polusi. Kedua, perubahan iklim dan ketiga, biodiversitas. Namun dari ketiganya khusus untuk Indonesia ada enam hal yang harus diantisipasi dari aspek hukum lingkungan, yaitu pencemaran air dan udara, sampah, kerusakan akibat pertambangan, kebakaran hutan, perubahan iklim dan deforestasi.

“Nah hal-hal ini lah sebenarnya juga kalau secara teknis harus diantisipasi hukum dalam hal ini hukum lingkungan untuk mengantisipasi masalah ini,” terangnya.

Indikator Lingkungan di RPJMN

Perencana pada Direktorat Lingkungan Hidup Bappenas, Anggi Pertiwi Putri, mengatakan selama periode 2015-2020, kualitas Lingkungan Hidup Indonesia tergolong stagnan. Untuk kualitas udara tergolong baik, namun kualitas lahan dan air semakin menurun. Sementara dalam 5 tahun terakhir tren capaian Indeks kualitas air selalu di bawah target yang ditetapkan Pemerintah.

Dengan laju pertumbuhan jumlah industri mencapai lebih dari 4% dalam 5 tahun terakhir dan diproyeksikan akan terus bertambah, diperlukan tools/pendekatan untuk mencegah adanya penambahan dampak buruk terhadap lingkungan dan sumber daya. Oleh karenanya kalau melihat tren kualitas lingkungan hidup seperti ini tapi tidak dibarengi pendekatan pembangunan yang memperhatikan daya tampung yang berkelanjutan nanti secara tren akan terus menurun.

“Jadi memang perlu pendekatan yang tidak business as usual untuk membangun Indonesia yang berkualitas dan lebih baik lagi,” tuturnya.

Anggi juga mengungkapkan pemerintah saat ini juga berkomitmen untuk menjaga lingkungan hidup, hal itu terbukti dari sembilan misi Presiden Joko Widodo yang satu diantaranya berbunyi mencapai lingkungan hidup yang berkelanjutan. Tak hanya itu, komitmen ini juga tertera dalam tujuh agenda pembangunan nasional yang satu diantaranya menyatakan lingkungan hidup, ketahanan bencana, dan perubahan iklim.

“Ini sebagai gambaran kalau flashback buka RPJMN sebelumnya yang 15-18 belum ada prioritas nasional khusus untuk lingkungan hidup, jadi ini baru pertama memang kita ada prioritas nasional khusus untuk lingkungan hidup,” pungkasnya.

CEO Indonesia Ocean Justice Initiative (IOJI) Mas Achmad Santosa dalam kesempatan yang sama mengatakan ada dua perananan hukum lingkungan terutama terkait dengan Blue Environment Law.

Pertama, politik hukum. Bila bicara tentang hal ini ada sejumlah faktor yang mempengaruhi politik hukum negara tentang pembangunan hijau, yaitu wawasan dan komitmen Presiden, dinamika dan kebijakan global seiring menguatnya globalisasi dan kerjasama multilateral dan bilateral (belum adanya redefinisi weak to strong sustainable development).

Kedua, kondisi dan dinamika di tingkat nasional terkait kondisi demokrasi, governance, dan rule of law (enabler), tuntutan dan aspirasi publik (tekanan publik dan daya pengaruh), respek negara terhadap lembaga lembaga internasional, menguatnya globalisasi dan kerjasama multilateral dan bilateral dan terakhir global dependency.

Kedua faktor yang mempengaruhi aktualisasi/kehakikian politik hukum pembangunan. Setidaknya ada lima prasyarat agar hukum lingkungan khususnya di Indonesia bisa berjalan, yakni kepemimpinan nasional, kondisi demokrasi, kondisi pemerintahan, aturan hukum dan aktivisme dan daya pengaruh masyarakat sipil.

“Jadi kalau berbicara hukum lingkungan kalau lima prasyarat ini tidak ada ya tidak ada hukum lingkungan, yang ada hukum lingkungan di atas kertas,” ujar pria yang kerap disapa Ota ini. 

Tags:

Berita Terkait