9 Hal yang Akan Diatur dalam Permendag E-Commerce
Berita

9 Hal yang Akan Diatur dalam Permendag E-Commerce

PP E-commerce lahir untuk memberikan kepastian hukum dan menciptakan terselenggaranya sistem perdagangan elektronik yang adil dan transparan.

Fitri Novia Heriani
Bacaan 2 Menit

 

(Baca: Pelaku Usaha Dukung Kebijakan Baru Bea Masuk Impor E-Commerce)

 

Rencananya, pembahasan Permendag akan dimulai pada Februari dengan target selesai pada April dan bisa diimplementasikan pada Mei nanti. “Target April selesai, minimal sudah harmoisasi di Kemenkumham, setelah itu Mei sudah keluar. Sosialisasi akan kita perbanyak sehingga pada saat penerapan tidak kaget teman- teman e-commerce untuk mengimplementasikan,” tambahnya.

 

PP E-Commerce merupakan amanat dari Pasal 66 UU Perdagangan dengan mempertimbangkan UU ITE dan UU Perlindungan Konsumen. Ketut menjelaskan e-commerce yang diatur dalam PP tersebut bukan hanya terkait electronic dan commerce, tetapi juga logistik, payment, dan lain-lain, sehingga pengembangannya perlu pendekatan komprehensif (berbasis ekosistem), bukan parsial (berbasis sektoral).

 

Partner pada AKSET Law, Abadi Abi Tisnadisastra, menambahkan bahwa selain bagian dari amanat UU Perdagangan, PP E-commerce lahir untuk memberikan kepastian hukum dan menciptakan terselenggaranya sistem perdagangan elektronik yang adil dan transparan, mencakup seluruh kegiatan perdagangan yang dilakukan dengan menggunakan sistem komunikasi elektronik.

 

Selain itu, PP E-commerce juga memberikan perlindungan konsumen dalam transaksi elektronik. Namun Abi menyoroti persoalan perlindungan data pribadi dalam transaksi elektronik. Sejauh ini Indonesia belum memiliki UU Perlindugan Konsumen yang bersifat komprehensif, belum adanya official guideline terkait interpretasi istilah atau konsep perlindungan data pribadi, dan tidak adanya badan pengawas independen terkait perlindungan data pribadi. Perlindungan data pribadi dalam PP E-commerce diatur dalam Pasal 21 ayat (1) dan Pasal 59 ayat (2).

 

Dalam implementasinya, Abi juga menilai terdapat sejumlah tantangan yang akan dihadapi oleh Indonesia terkait pertumbuhan industri e-commerce di era ekonomi digital. Misalnya, memperbaiki dan menginiasiasi pemerataan infrastruktur seperti internet connection, logistic, dan digital payment. Di samping itu, pemerintah juga ditantang untuk memiliki kebijakan dan regulasi yang memberikan kepastian hukum dan kondusif guna mendukung industri e-commerce.

 

“PP 80/2019 merupakan sebuah peraturan yang bersifat komprehensif serta akan membawa banyak perubahan terhadap industri e-commerce di Indonesia,” jelasnya.

 

Namun demikian, Abi menyebut masih terdapat beberapa ketentuan yang harus diklarifikasi oleh peraturan pelaksana dan/atau pemerintah terkait dengan penerapannya. Dan hal yang tak kalah penting adalah perlunya sosialisasi dengan para stakeholder baik pelaku bisnis, asosiasi dan institusi pemerintah terkait.

 

Abi berharap PP E-commerce dan peraturan-peraturan pelaksananya dapat mencapai keseimbangan seperti melindungi ekosistem e-commerce dan juga tidak over-regulate sehingga tidak menghambat perkembangan industri.

 

Tags:

Berita Terkait