Ada Dissenting dalam Putusan PT DKI Jakarta di Korupsi Garuda
Utama

Ada Dissenting dalam Putusan PT DKI Jakarta di Korupsi Garuda

Emirsyah ajukan kasasi sementara Soetikno masih pikir-pikir.

Aji Prasetyo
Bacaan 2 Menit

“Jadi seperti unequal before the law, ini pertanyaan juga dan diskriminatif sehingga tidak adil. Bukan membela diri dengan menunjuk kesalahan orang lain. Lebih pada tidak ada perlakuan yang sama di depan hukum, itulah sebabnya minggu lalu sadah menyatakan kasasi,” terangnya. (Baca: Dihukum 8 Tahun Penjara, Kuasa Hukum Emirsyah: Pertimbangan Hakim Tak Cermat)

Luhut juga berpendapat kliennya sudah mengelola Garuda dengan baik dibanding sebelumnya. Hal itu bisa terlihat dari keterangan mantan Menteri Negara Pendayagunaan BUMN yang pada persidangan sebelumnya menyatakan Emirsyah telah menyelamatkan Garuda menjadi perusahaan yang diakui tidak hanya secara nasiona, tetapi juga internasional.

Kliennya, menurut Luhut juga tidak pernah secara aktif dalam pengadaan di Garuda seperti yang tertera di dakwaan, termasuk dengan vendor Rolls Royce dan Airbus. Kemudian Emirsyah juga tidak pernah menyembunyikan hasil penerimaan dari Soetikno Soedarjo yang memang dikenal sebagai sahabatnya, bahkan di Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara dan pengampunan pajak, semua asetnya pun dilaporkan. Dan terakhir tidak ada perhitungan kerugian negara dalam kasus ini.

“Betul ada penerimaan tapi itu tidak langsung dan baru tahu kemudian. Dan setelah tahu akhirnya sudah dikembalikan dan pengembalian sudah diakui dan ditegaskan dalam sidang. Masa disuruh dikembalikan yang sudah dikembalikan? Karena itu keliru dalam penerapan hukum,” pungkasnya.

Soetikno pikir-pikir

Tidak hanya Emirsyah, hakim tinggi juga sepakat dengan Pengadilan Tipikor Jakarta mengenai putusan terhadap Soetikno Soedarjo, terdakwa pemberi suap kepada Emirsyah. Majelis hakim banding yang dipimpin Achmad Yusak juga mengadili dan memutuskan lima hal. Kesatu, menerima permintaan banding dari penasihat hukum Soetikno dan JPU pada KPK. Kedua, menguatkan putusan Pengadilan Tipikor pada PN Jakpus Nomor: 122/Pid.Sus-TPK / 2019 / PN Jkt.Pst tertanggal 8 Mei 2020 dengan putusan pidana penjara selama 6 tahun denda Rp1 miliar subsider 3 bulan kurungan.

Kemudian yang ketiga, menetapkan masa penahanan Soetikno dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan. Keempat, menetapkan Soetikno tetap berada dalam tahanan. Kelima, membebankan kepada Soetikno untuk membayar biaya perkara pada kedua tingkat peradilan, dengan biaya tingkat banding Rp7.500. Putusan atas nama Soetikno diputus permusyawaratan majelis hakim Pengadilan Tipikor pada PT DKI Jakarta pada Selasa, 21 Juli 2020 oleh Achmad Yusak sebagai ketua majelis dengan anggota Nur Hakim, Sri Andini, Rusdi, dan Hening Tyastanto.

Meskipun sama-sama menguatkan tapi untuk perkara Soetikno ada perbedaan pendapat (dissenting opinion) dari anggota majelis hakim banding Hening Tyastanto. Menurut hakim Hening, hukuman penjara bagi Soetikno Soedarjo selama 6 tahun yang diputuskan oleh majelis hakim tingkat banding yang menguatkan putusan majelis hakim tingkat pertama terlalu ringan dan tidak sesuai dengan rasa keadilan dan tidak mengandung unsur penjeraan. (Baca: Pemberhentian Kasus Roll-Royce di Inggris dan Dampaknya Terhadap KPK)

Tags:

Berita Terkait