Ada Masalah Hukum Seleksi Hakim Ad Hoc PHI
Utama

Ada Masalah Hukum Seleksi Hakim Ad Hoc PHI

Masing-masing merasa punya kewenangan dan ingin menjalankan amanat undang-undang sektoral.

AGUS SAHBANI/ADY THEA
Bacaan 2 Menit
Gedung PHI yang baru di kawasan di jalan Bungur, Jakarta. Foto: RES
Gedung PHI yang baru di kawasan di jalan Bungur, Jakarta. Foto: RES
Siapa sebenarnya yang punya kewenangan melakukan rekrutmen calon hakim ad hoc Pengadilan Hubungan Industrial (PHI)? UU No. 2 Tahun 2004 tentang Pengadilan Hubungan Industrial, disusul Peraturan Pemerintah (PP) No. 41 Tahun 2004 memberi kewenangan kepada Menteri yang membidangi ketenagakerjaan. Pasal 3 PP tentang Tata Cara Pengangkatan dan Pemberhentian Hakim Ad Hoc PHI dan Hakim Ad Hoc pada Mahkamah Agung tegas menyebut seleksi administrasi dilakukan Menteri. Termasuk pula menetapkan nominasi calon.

Sebaliknya, UU No. 18 Tahun 2011 tentang Perubahan UU No. 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial (KY), memberi kewenangan kepada Komisi ini untuk mengusulkan calon hakim di tingkat Mahkamah Agung. Komisi Yudisial merasa punya wewenang melakukan seleksi para kandidat. Namun sejak payung hukum itu keluar, KY belum diikutseratkan. Misalnya, dalam rekrutmen hakim ad hoc PHI tahun 2015, seleksi dilakukan Kementerian Ketenagakerjaan dan Mahkamah Agung.

Juru Bicara KY Joko Sasmito mengakui proses seleksi calon hakim ad hoc PHI masih dilaksanakan Kemenaker dan MA tanpa melibatkan KY secara kelembagaan. Padahal, UU KY telah memberi kewenangan KY untuk terlibat dalam proses pengusulan calon hakim ad hoc PHI pada MA. “Yang pasti, intinya sejak kepemimpinan Komisioner KY jilid II, kita sudah siap melaksanakan kewenangan itu. Itu kan amanat UU, ya kita siap ikuti,” kata Joko di Jakarta, Senin (11/1).  

Seperti yang lain, Joko belum lama dilantik sebagai komisioner Komisi Yudisial. Karena itu, komisioner baru masih mengkaji lebih lanjut implementasi kewenangan seleksi hakim ad hoc PHI pada Mahkamah Agung. Masalahnya memang sudah jelas: dua undang-undang tidak sinkron.

“Kami akan pelajari dulu semua peraturan terkait soal ini. Jadi, kita belum bisa mengambil sikap resmi. Kita juga harus koordinasi dengan Komisioner KY Bidang Rekrutmen Hakim (Maradaman Harapan, red),” kata dia.    

Dia mengatakan persoalan ini mirip dengan kewenangan KY dalam rektrutmen calon hakim yang diatur dalam tiga paket UU Bidang Peradilan yang telah dibatalkan Mahkamah Konstitusi (MK). “Ini karena kewenangan ini di konstitusi tidak diatur, hanya diatur di UU Peradilan Umum, UU Peradilan Agama, dan UU PTUN. Makanya, ini kita pelajari dulu, nanti bisa ditanyakan lagi sikap resmi kita,” kata dia.                     

Dirjen Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Kementerian Ketenagakerjaan, Haiyani Rumondang, menegaskan proses rekrutmen yang dilakukan Kemenaker sudah sesuai amanat undang-undang. “Kami diamanatkan untuk menyelenggarakan seleksi administrative untuk bakal calon hakim ad hoc baik di PHI maupun di MA. Kalau seleksi lanjutan yang sifatnya substantif, itu ada di MA,” ujarnya kepada hukumonline.

Haiyani juga menegaskan Kemenaker adalah instansi yang selama ini berhubungan langsung dengan asosiasi pengusaha dan serikat pekerja. “Kami yang mengetahui karena kami selalu bersinggungan dengan stakeholders,” tegasnya.

Direktur Pencegahan dan Penyelesaian Hubungan Industrial Kemenaker, Sahat Sinurat, menambahkan payung hukum keterlibatan Kemenaker sudah eksplisit. Ia justru menganggap tak ada persoalan karena Komisi Yudisial bisa saja dilibatkan khusus seleksi hakim ad hoc PHI tingkat MA. Namun ia mengakui nama-nama yang diseleksi pada tahun 2015 belum dikirimkan ke Mahkamah Agung.

Dalam pemahaman Sahat, KY memang punya kewenangan sesuai UU No. 18 Tahun 2011 tetapi dilakukan rekrutmen dilakukan atas permintaan Mahkamah Agung. Jadi, seleksi dilakukan sesuai permintaan Mahkamah. Sayang, Kepala Biro Hukum dan Humas MA Ridwan Mansyur belum mau berkomentar atas persoalan ini. “Saya sedang rapat di Pusdiklat MA, nanti saja ya,” kata Ridwan saat dikonfirmasi.

Sumber hukumonline di kedua lembaga membenarkan masalah wewenang rekrutmen ini sudah coba diselesaikan lewat pertemuan pejabat Komisi Yudisial dan Kemenakertrans. Setidaknya pertemuan sudah digelar Juli 2015. Dalam pertemuan itu terungkap, pangkal penyebabnya antara lain karena UU Komisi Yudisial tak membuat aturan peralihan yang mencabut aturan kewenangan seleksi hakim ad hoc PHI dari tangan Kemenaker.
Tags:

Berita Terkait