Advokat Dituntut Adaptif di Masa Pandemi
Utama

Advokat Dituntut Adaptif di Masa Pandemi

Advokat juga harus menjunjung tinggi etika profesi meski persidangan digelar secara daring.

Fitri Novia Heriani
Bacaan 3 Menit
Senior Partner pada Assegaf Hamzah & Partner (AHP), Eri Hertiawan, dalam acara Headline Talks IG Hukumonline bertajuk Pengaruh Pandemi Terhadap Aktivitas Advokat: Tantangan & Solusi, Jumat (15/10).
Senior Partner pada Assegaf Hamzah & Partner (AHP), Eri Hertiawan, dalam acara Headline Talks IG Hukumonline bertajuk Pengaruh Pandemi Terhadap Aktivitas Advokat: Tantangan & Solusi, Jumat (15/10).

Pandemi Covid-19 membawa perubahan terhadap cara hidup umat manusia hampir di seluruh dunia, tak terkecuali Indonesia. Pemerintah memberlakukan pembatasan aktivitas salah satunya dengan menerapkan bekerja dari rumah atau Work From Home (WFH).

Dalam situasi ini, teknologi internet poros utama dari seluruh kegiatan. Sekolah dilakukan secara daring, WFH dilaksanakan secara daring, bahkan berbelanja pun dilakukan secara daring. Hal ini tentu memberikan tantangan bagi semua pihak, terutama bagi orang-orang yang masih awam dengan kemajuan teknologi.

Senior Partner pada Assegaf Hamzah & Partner (AHP), Eri Hertiawan, mengatakan bahwa situasi pandemi Covid-19 memaksa semua pihak untuk dapat menyesuaikan diri, termasuk advokat. Advokat adalah profesi yang menuntut adanya pertemuan fisik, baik dengan klien maupun saat beracara di pengadilan.

Namun saat ini hampir seluruh kegiatan tersebut dilakukan secara daring, termasuk persidangan atau disebut dengan e-court. Pelaksanaan e-court sendiri tentu tidak bisa dilepaskan dari penggunaan teknologi internet, sehingga dalam konteks ini advokat diminta untuk menjadi pribadi yang adaptif.

“Saat ini yang harus dilakukan oleh advokat, harus belajar menjadi pribadi yang adaptif, memiliki kemauan untuk belajar, mental juga tidak boleh mudah menyerah kepada keadaan. Kenapa seperti ini karena WFH memberikan rasa stressful di rumah terus, Senin-Minggu cuma nunggu di depan laptop, sehingga mungkin bisa terjadi ketidakseimbangan. Keadaan seperti itu jangan membuat kita mudah menyerah,” kata Eri dalam Headline Talks IG Hukumonline bertajuk “Pengaruh Pandemi Terhadap Aktivitas Advokat: Tantangan & Solusi”, Jumat (15/10).

Eri juga menyebut bahwa kemajuan zaman menuntut advokat untuk menjadi the future lawyer yang mampu beradaptasi terhadap perubahan dan menguasai berbagai bidang ilmu pengetahuan selain ilmu hukum. Advokat juga harus adaptif terhadap perubahan regulasi, mengupdate diri sendiri untuk memiliki kompetensi yang relevan, dan memiliki keterampilan baik hard skill maupun soft skill.

“Adaptif lainnya sekarang ini keterampilan kita tidak hanya hard skill  tapi juga soft skill. Pengetahuan legal knowledge suatu hal yang penting, tapi soft skill juga penting seperti bagaimana kita berbicara atau membangun networking, menyampaikan pendapat dan argumen dengan baik itu adalah suatu hal soft skill yang perlu adaptif dengan perkembangan, saya kira dengan konteks seperti itu kita akan menjadi relevan besok lusa tahun depan dan sebagainya, kita harus jadi relevan,” imbuhnya.

Selain itu dalam melakukan pekerjaan di masa pandemi, advokat juga harus menjunjung tinggi etika profesi. Kendati persidangan digelar secara daring dan advokat menjalankan tugas dari rumah, Eri menyebut advokat harus berpakaian rapi selayaknya bersidang di pengadilan. Meski hal kecil, hal tersebut sebagai bentuk penghormatan terhadap profesi advokat itu sendiri.

Eri menerapkan hal tersebut untuk dirinya sendiri atau rekannya. Selama menjalankan persidangan secara daring, dia mengaku tetap tampil rapi dengan menggunakan stelan jas lengkap dengan sepatu. Menurutnya melakukan persidangan online tidak hanya sekedar legal knowledge, data dan fakta, atau argument, tetapi bagaimana advokat tampil dalam persidangan dengan tetap menghormati profesi advokat.

“Etika profesi dijunjung tinggi, kalau saya dalam sidang online tabu untuk bersidang dengan celana pendek atau sarung di bawahnya. Saya kalau persidangan online tetap tampil rapi dengan sepatu jas, dan itu menunjukkan bahwa kita menghormati profesi kita sendiri,” imbuhnya.

Terkait persidangan online, advokat juga diminta mampu beradaptasi saat menggunakan teknologi digital. Tidak hanya mampu tampil baik di depan kamera, namun lebih berhati-hati dalam mengeluarkan argument. Pasalnya semua aktivitas selama persidangan dengan menggunakan teknologi digital akan tercatat dan terekam tanpa ada yang terlewat.

“Dalam persidangan secara offline, panitera bisa saja terlewat menulis argumen kita, tapi kalau dalam dunia digital semua pembicaraan tercatat. Jadi kehati-hatian itu juga jadi satu tuntutan saat melaksanakan persidangan daring, supaya tidak salah ngomong dan tidak berbicara yang unethical dan sebagainya. Semua tercatat soalnya dan bisa menjadi masalah lain di kemudian hari,” pungkasnya.

Tags:

Berita Terkait