Affidavit dalam Kepailitan dan PKPU
Kolom

Affidavit dalam Kepailitan dan PKPU

Affidavit dapat dijadikan alat bukti tulisan yang efektif dan efisien untuk pembuktian sederhana baik perkara kepailitan maupun PKPU.

Kolase Tata Wijayanta (kiri) dan Rado Fridsel Leonardus (kanan). Foto: Istimewa.
Kolase Tata Wijayanta (kiri) dan Rado Fridsel Leonardus (kanan). Foto: Istimewa.

Perkembangan hukum yang sangat pesat di era globalisasi sekarang ini memberikan dampak positif dalam kegiatan sehari-hari masyarakat. Di sisi lain, perkembangan hukum juga memberikan tantangan tersendiri bagi para penegak hukum di Indonesia. Penting bagi para penegak hukum di Indonesia untuk selalu mengikuti perkembangan hukum. Tujuannya agar dapat menyelesaikan permasalahan hukum secara. Permasalahan hukum yang berkembang secara tidak langsung dapat mempengaruhi proses pembuktian. Jadi, perlu juga adanya penyesuaian dalam proses pembuktian dalam permasalahan hukum yang terjadi. Affidavit adalah salah satu yang penting dibahas dalam proses pembuktian.

Secara umum, affidavit merupakan pernyataan tertulis yang dibuat oleh seorang yang kompeten terhadap suatu objek permasalahan tertentu. Pernyataan tersebut ditulis dengan sumpah di hadapan penguasa yang berwenang. Affidavit bersumber dari sistem hukum Common Law. Pembuatannya berdasarkan kewenangan dari notary public dalam mengambil sumpah dan membuat keterangan tertulis seseorang untuk kebutuhan peradilan. Sistem hukum Civil Law tidak mengenal affidavit sebagai bukti tertulis yang dibuat untuk peradilan. Seiring berkembangnya hukum, affidavit sering diajukan sebagai alat bukti tertulis dalam perkara Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) di Indonesia.

Baca juga:

Umumnya ada empat unsur affidavit. Pertama, bentuknya tertulis berisi pernyataan fakta yang oleh seorang ahli. Kedua, dibuat secara sukarela tanpa paksaan. Affidavit sendiri bukan dokumen yang wajib dibuat. Ketiga, dikukuhkan dengan sumpah. Sumpah dalam pembuatan affidavit ini menjadi kekuatan kebenaran dalam pembuatannya. Empat, dibuat di hadapan pejabat berwenang agar penggunaannya sesuai dengan maksud dan tujuan.

Affidavit tidak dapat digolongkan sebagai akta autentik dalam penerapannya di Indonesia. Hal itu karena affidavit tidak dibuat dengan sumpah dan tidak dibuat di hadapan pejabat yang berwenang menjalankan sumpah. Affidavit di Indonesia hanya menjadi bukti surat biasa yang memiliki kekuatan pembuktian sebagai alat bukti pelengkap. Penggunaannya sebagai alat bukti di pengadilan harus dibantu dengan alat bukti lain.

Prosedur Kepailitan dan PKPU

Pengaturan mengenai kepailitan diawali dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-Undang Kepailitan. Perppu tersebut kemudian berubah menjadi Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1998 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-Undang Kepailitan menjadi Undang-Undang. Perkembangan selanjutnya mencabut undang-undang dengan Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (UU Kepailitan dan PKPU). Tidak hanya kepailitan saja yang diatur, tetapi PKPU juga diatur. Pasal 299 UU Kepailitan dan PKPU mengatur bahwa hukum acara yang berlaku dalam penyelesaian perkara kepailitan dan PKPU adalah Hukum Acara Perdata. Hal ini berarti alat bukti tulisan merupakan poin yang paling penting dalam pembuktian perkara kepailitan dan PKPU.

Penyelesaian perkara kepailitan dan PKPU menerapkan prinsip pembuktian sederhana dengan waktu pemeriksaan yang terbatas. Pembuktian sederhana tertuang dalam Pasal 8 ayat 4 UU Kepailitan dan PKPU. Isinya menyatakan bahwa permohonan pernyataan pailit harus dikabulkan apabila terdapat fakta atau keadaan yang terbukti secara sederhana. Penjelasan pasal ini mendefinisikan ”fakta atau keadaan yang terbukti secara sederhana” sebagai fakta dua atau lebih kreditur serta fakta utang yang telah jatuh waktu dan tidak dibayar.

Tags:

Berita Terkait