​​​​​​​Ajudikasi Khusus Ombudsman Vs Komitmen Pelayanan Publik Oleh: Dominikus Dalu Sogen*)
Kolom

​​​​​​​Ajudikasi Khusus Ombudsman Vs Komitmen Pelayanan Publik Oleh: Dominikus Dalu Sogen*)

Penerapan UU Pelayanan Publik yaitu kewenangan ajudikasi khusus oleh Ombudsman memiliki beberapa implikasi.

Bacaan 2 Menit

 

Keempat, kesempatan yang diberikan kepada masyarakat untuk menempuh upaya hukum setelah putusan AK dapat dimaknai hal itu merupakan salah satu sarana masyarakat memperjuangkan haknya di samping upaya hukum sehingga tidak terdapat potensi pertentangan antar institusi Ombudsman dan kewenangan yudisial.

 

Kelima, dalam pengalaman Ombudsman, masyarakat yang tidak puas dengan penyelenggara pelayanan dapat menggunakan rekomendasi atau saran Ombudsman tentang suatu perbuatan maladministrasi sebagai bukti bila mengajukan upaya hukum melalui badan peradilan dan dalam beberapa kasus yang terjadi baik perdata maupun pidana hakim selalu menjadikan bukti dari Ombudsman tersebut sebagai pertimbangan putusan. Hal ini memperkuat argumentasi bahwa Ombudsman bukan lembaga penegak hukum walaupun tugasnya mengawasi penegak hukum dalam hal pelayanan publik.

 

Kendala Anggaran

Bahwa setidaknya komitmen pemerintah untuk melaksanakan UU Pelayanan Publik  sampai saat ini masih belum maksimal. Hal ini dapat dilihat dari beberapa indikator. Pertama, penerapan standar pelayanan sebagaimana UU Pelayanan Publik (setidaknya ketentuan Pasal 15, 16, 17 dan Pasal 29 dan beberapa ketentuan terkait lainnya) belum dilakukan secara menyeluruh di semua kementerian/lembaga dan pemerintah daerah. Hal ini dapat dilihat dari survei kepatuhan pelayanan publik oleh Ombudsman setiap tahunnya sejak tahun 2013 dan oleh Kemenpan RB sendiri dengan berbagai program percepatan RB selaku lembaga yang membawahi reformasi birokrasi.

 

Seperti pencanangan menuju wilayah yang bebas korupsi dan menuju birokrasi yang bersih dan melayani. Target RPJM bahwa pada tahun 2019 semua kementerian/lembaga dan pemerintah daerah telah melaksanakan penerapan standar pelayanan publik untuk semua jenis pelayanan di lingkungan instansinya merupakan tantangan tersendiri untuk diwujudkan.

 

Kedua, kewenangan mediasi, konsiliasi dan AK pada Ombudsman tanpa diikuti dengan komitmen yang sungguh-sungguh dari pemerintah. Hal ini bisa dilihat bahwa masa transisi 5 tahun sejak UU Pelayanan Publik diundangkan sampai saat ini sudah lebih dari 8 tahun, pemerintah belum menerbitkan Perpres tentang mekanisme dan ketentuan tentang pembayaran ganti rugi.

 

Konon salah satu kendala mengapa belum diundangkan Perpres dimaksud karena kendala anggaran. Pemerintah akan dibebani tambahan anggaran bilamana ternyata putusan AK, mediasi, konsiliasi oleh Ombudsman mengabulkan permohonan masyarakat untuk diberikan ganti rugi, mengingat kondisi keuangan negara saat ini belum memungkinkan.

 

Di lain pihak, perilaku birokrasi yang seharusnya menjadi pelayan publik belum sebagaimana diharapkan, sehingga kekhawatiran ini memperkuat pertimbangan pemerintah untuk bisa jadi belum “berani” menerbitkan peraturan presiden sebagai pelaksanaan dari UU Pelayanan Publik.

Tags:

Berita Terkait