Alasan MA Bebaskan Advokat Lucas dari Jerat Obstruction of Justice
Berita

Alasan MA Bebaskan Advokat Lucas dari Jerat Obstruction of Justice

Pemohon PK/Terpidana dibebaskan dari seluruh dakwaan Penuntut Umum karena tidak cukup bukti. KPK akan berkoordinasi dengan MA.

Oleh:
Agus Sahbani
Bacaan 4 Menit

Menurut Aldres, dalam permohonan PK yang diajukan Lucas disebutkan bahwa Lucas meminta agar MA menyatakan pemohon PK/terpidana Lucas tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana didakwaan penuntut umum dan membebaskan pemohon PK/terpidana Lucas dari seluruh dakwaan dan tuntutan penuntut umum.

Lucas juga memohon agar haknya dipulihkan dan direhabilitasi serta dikeluarkan dari Lembaga Pemasyarakatan Kelas I Tangerang. Permohonan lain adalah agar barang-barang bukti dikembalikan kepada pihak dari mana barang tersebut disita.

"Terkait dengan barang-barang itu kami menunggu dahulu ekstrak vonisnya, putusannya semua. Kami akan bersurat agar KPK melaksanakan dahulu salah satu amar putusan yakni mengeluarkan Lucas dari lapas. Kemudian mengenai barang bukti dan lainnya tentunya kami akan minta untuk dikembalikan," kata Aldres.

Pengembalian barang bukti itu, lanjut dia, termasuk barang bukti yang sudah dilelang KPK. "Kalau sudah dilelang, kami akan minta hasil lelangnya diserahkan kembali kepada Pak Lucas, kepada pihak dari mana barang tersebut disita," kata dia.

Terkait dengan putusan PK tersebut, KPK akan berkoordinasi dengan MA. "Kami akan cek dan koordinasikan terlebih dahulu dengan pihak MA. Kami masih menunggu amar putusan lengkapnya apakah benar membebaskan pemohon PK sebagaimana informasi yang beredar tersebut," kata Plt. Juru Bicara KPK Ali Fikri.

Seperti diketahui, awalnya dalam putusan Pengadilan Tipikor Jakarta yang dibacakan pada 20 Maret 2019, Lucas diganjar hukuman selama 7 tahun penjara dan denda Rp600 juta subsider 6 bulan kurungan. Lucas dianggap terbukti merintangi penyidikan KPK terkait pemeriksaan Chairman PT Paramount Enterprise Internasional Eddy Sindoro dalam kasus suap Panitera PN Jakarta Pusat, Edy Nasution.  

Dalam Putusan Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta No.13/PID.SUS-TPK/2019/PT.DKI pada 26 Juni 2019, mengkorting hukuman Lucas menjadi 5 tahun dan denda sebesar Rp600 juta subsider 6 bulan kurungan. Putusan banding ini dijatuhkan oleh Majelis Hakim yang diketuai Daniel Dalle Pairunan bersama Achmad Yusak dan Reny Halida, Ilham Malik dan Lafat Akbar selaku anggota.

Lalu, dalam Putusan Mahkamah Agung No.3328 K/Pid.Sus/2019 yang dibacakan tanggal 16 Desember 2019 kembali mengoreksi lama pidana dengan alasan ada salah penerapan hukum. Majelis kasasi menilai Lucas hanya terbukti memberikan saran, namun tidak ikut serta melakukan tindakan nyata. Perbuatan Lucas dianggap tingkat kesalahan obstruction of justice paling rendah. 

Dalam pertimbangannya, Majelis Kasasi menyatakan “Bahwa putusan Judex Facti Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Tinggi kurang tepat dan adil menerapkan hukum dalam hal mempertimbangkan berat ringannya pidana penjara sesuai fakta hukum dari hasil pemeriksaan persidangan. Menurut pendapat dan pertimbangan Majelis Hakim Kasasi, Judex Facti Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Tinggi belum mempertimbangkan secara adil, obyektif, proporsional dan komprehensif keadaan yang memberatkan dan meringankan hukuman sebagaimana dimaksud Pasal 197 ayat (1) huruf f KUHAP juncto Pasal 8 ayat (2) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman”

Dengan begitu, permohonan kasasi KPK dan Lucas kembali ditolak, namun hukumannya kembali mendapat keringanan yakni menjadi 3 tahun penjara dan denda sebesar Rp600 juta dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar diganti dengan pidana kurungan selama enam bulan. Tapi, dalam putusan PK tersebut justru membebaskan Lucas dari seluruh dakwaan yang berbeda dengan tiga putusan sebelumnya. 

Tags:

Berita Terkait