Praktik pinjaman online (pinjol) ilegal kian meresahkan masyarakat seiring maraknya kasus-kasus pelanggaran hukum terhadap konsumen. Pelanggaran hukum seperti penipuan, pencurian data pribadi, penagihan kasar mewarnai praktik pinjaman online ilegal.
Pemerintah melalui Satgas Waspada Investasi (SWI) menyatakan perang terhadap pinjaman online ilegal yang semakin merugikan masyarakat tersebut. Kemudian, berdasarkan keterangan Kepolisian RI, sebanyak 371 kasus pinjol ilegal tersebut sudah 91 kasus masuk ke persidangan sampai Oktober 2021.
Ketua SWI Tongam Lumban Tobing menyatakan pihaknya sejak awal sudah melakukan penindakan seperti pemblokiran pada layanan pinjol ilegal. Selain itu, sosialisasi kepada masyarakat mengenai bahayanya pinjol ilegal juga terus diupayakan.
“Pada 2017, 2018 sudah muncul ekses negatif dengan penawaran pinjaman online ilegal. Kami sudah berantas sampai hari ini. Dari sisi pencegahan kami edukasi literasi masyarakat mengenai bahayanya pinjol ilegal tersebut,” jelas Tongam dalam diskusi online, Sabtu (16/10).
Dia menyampaikan masyarakat agar memanfaatkan fintech legal yang terdaftar Otoritas Jasa Keuangan. Selain itu, masyarakat juga meminjam dana sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan. Pinjaman juga diarahkan pada kegiatan produktif bukan konsumtif. (Baca: Pemerintah Berencana Moratorium Penerbitan Izin Pinjaman Online)
“Kami harap masyarakat cerdas dengan tiga hal yaitu pinjam sesuai kebutuhan, jangan gali lobang tutup lobang, pinjaman juga untuk kegiatan produktif, pahami risiko manfaat dan kewajibannya” jelas Tongam.
Terdapat tantangan pemberantasan pinjol ilegal ini. Kemudahan teknologi menyebabkan pinjol ilegal dapat membuat aplikasi atau layanan baru meski diblokir berkali-kali oleh regulator. “Beda dengan situs porno yang dapat diblokir melalui keyword tertentu. Kalau pinjol ilegal ini bisa beririsan dengan industri jasa keuangan lain seperti perbankan, perusahaan pembiayaan dan koperasi,” jelas Tongam.