Alasan MK Batalkan Pasal Penyebaran Berita Bohong dalam KUHP
Utama

Alasan MK Batalkan Pasal Penyebaran Berita Bohong dalam KUHP

Rumusan Pasal 14 dan Pasal 15 UU 1/1946 yang luas dan tidak jelas, sehingga dapat diartikan secara tidak terbatas dan beragam, telah menyebabkan pasal a quo bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945.

Agus Sahbani
Bacaan 6 Menit

Tidak relevan lagi

Kemudian Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih menyatakan pertimbangan hukum Mahkamah yang menilai unsur “onar atau keonaran” yang termuat dalam Pasal 14 KUHP sudah tidak relevan lagi dengan perkembangan zaman dan teknologi informasi saat ini. Kini, masyarakat sudah memiliki akses yang luas dan mudah terhadap informasi melalui berbagai media, khususnya media sosial. Dalam hal ini dinamika yang terjadi dalam mengeluarkan pendapat dan kritik berkenaan dengan kebijakan pemerintah di ruang publik.

Hal tersebut sebagai bagian dari dinamika demokrasi yang merupakan pengejawantahan dari partisipasi publik yang bukan serta merta dapat dianggap sebagai unsur yang menjadi penyebab keonaran dan dapat (dengan mudah) dikenakan tindakan oleh aparat penegak hukum.

“Jika ada seseorang yang menyiarkan berita atau pemberitahuan kepada masyarakat melalui media apapun meskipun berita atau pemberitahuan tersebut masih diragukan kebenarannya, kemudian berita atau pemberitahuan tersebut menimbulkan diskursus di ruang publik, maka seharusnya diskusi tersebut tidaklah serta merta merupakan bentuk keonaran di masyarakat yang langsung dapat diancam dengan hukuman pidana,” terang Enny Nurbaningsih.

Mahkamah juga menyatakan terkait unsur “berita atau pemberitahuan bohong” dalam Pasal 14 KUHP mutatis mutandis (otomatis) menjadi pertimbangan hukum Mahkamah terkait dengan pertimbangan unsur “kabar yang tidak pasti” atau “kabar yang berkelebihan” dalam Pasal 15 KUHP.

“Dengan adanya rumusan Pasal 14 dan Pasal 15 UU 1/1946 yang luas dan tidak jelas, sehingga dapat diartikan secara tidak terbatas dan beragam, telah menyebabkan pasal a quo bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 yang tidak memberi pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum bagi setiap warga negara. Dengan demikian, dalil para pemohon berkaitan dengan inkonstitusionalitas norma Pasal 14 dan Pasal 15 UU 1/1946 adalah beralasan menurut hukum.”

Pasal 310 ayat (1) KUHP inkonstitusional bersyarat

Setelah dicermati materi muatan ketentuan Pasal 433 UU No. 1 Tahun 2023 tentang KUHP (KUHP Baru), menurut Mahkamah, terdapat perbedaan antara ketentuan norma dalam Pasal 310 ayat (1) KUHP dengan norma Pasal 433 UU 1/2023 yakni dalam Pasal 433 UU 1/2023 terdapat penegasan pelaku melakukan perbuatan pencemaran mencakup perbuatan “dengan lisan” dan unsur tersebut tidak diatur dalam Pasal 310 ayat (1) KUHP.

Karena itu, tanpa Mahkamah bermaksud menilai konstitusionalitas Pasal 433 UU 1/2023 yang baru mempunyai kekuatan mengikat setelah 3 tahun sejak diundangkan (2 Januari 2026), maka penegasan berkenaan dengan unsur “perbuatan dengan lisan” yang terdapat dalam Pasal 433 UU 1/2023 bisa diadopsi atau diakomodir guna kepastian hukum dalam penerapan ketentuan norma Pasal 310 ayat (1) KUHP.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait