Alasan MK Tolak Uji Aturan Holding BUMN
Berita

Alasan MK Tolak Uji Aturan Holding BUMN

Pasal yang dimohonkan pengujian juga bukan persoalan konstitusionalitas norma yang bertentangan dengan UUD Tahun 1945.

Agus Sahbani
Bacaan 2 Menit

 

Para Pemohon berpendapat tindakan korporasi berupa peleburan, penggabungan, dan pengalihan aktiva BUMN akan menyebabkan berakhirnya perseroan dan menyebabkan hilangnya kekuasaan negara dalam hal mengelola BUMN. Akibatnya terjadi pemutusan hubungan kerja (PHK) pada karyawan BUMN akibat perubahan kepemilikan perseroan tersebut.

 

Dalam putusannya, MK beralasan tidak ada relevansinya melibatkan DPR dalam aksi atau tindakan korporasi yang dilakukan oleh BUMN Persero. Sebab, DPR bukanlah bagian dari Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Dalam hubungannya dengan BUMN, kalaupun secara implisit hendak dikatakan ada pengawasan DPR, hal itu harus diletakkan dalam kerangka fungsi pengawasan politik DPR terhadap pelaksanaan fungsi pemerintahan yang dilakukan oleh Presiden.

 

Mahkamah menilai dalam sistem presidensial, tidak seluruh tindakan pemerintah tunduk (atau menjadi objek) pada pengawasan DPR. Misalnya, hal-hal berdasarkan konstitusi ataupun praktik ketatanegaraan sepenuhnya bagian dari atau berada dalam ruang lingkup kewenangan diskresional pemerintah atau sepenuhnya hak prerogatif Presiden.

 

“Berdasarkan seluruh pertimbangan di atas, Mahkamah berpendapat dalil para Pemohon tidak beralasan menurut hukum,” ujar Hakim Konstitusi Suhartoyo saat membacakan putusan.

 

Menanggapi dalil Pemohon mengenai investasi pemerintah harus melalui persetujuan DPR, menurut Mahkamah, tindakan pembentukan anak perusahaan adalah bagian dari tindakan korporasi yang berkenaan dengan pengurusan (lingkup) perseroan. Karena itu, sambung Suhartoyo, seperti ditentukan Pasal 31 UU BUMN, pengawasannya dilakukan oleh komisaris, bukan oleh DPR.

 

Dengan demikian, dalil adanya pengawasan DPR dalam tindakan korporasi yang dilakukan BUMN, secara tidak langsung para Pemohon hendak menempatkan DPR seolah-olah sebagai komisaris BUMN. “Berdasarkan pertimbangan di atas, dalil para Pemohon a quo tidak beralasan menurut hukum,” tegasnya.

 

Bukan konstitusionalitas norma

Dalam kaitan PHK, Mahkamah menegaskan PHK tidaklah serta-merta mengandung persoalan konstitusionalitas. Hakim Konstitusi I Dewa Gede Palguna beralasan norma-norma PHK baru menjadi persoalan konstitusionalitas apabila berkaitan dengan pelanggaran hak-hak konstitusional warga negara yang dijamin UUD Tahun 1945.

Tags:

Berita Terkait